Sidopekso menopang jasad Sri Tanjung erat. Kerisnya masih terhunus di tangan kanan. Sebuah babak legenda Sri Tanjung dan Sidopekso itu digambarkan dalam sebuah seni patung karya para siswa sekolah dasar.
Sri Tanjung adalah dongeng tentang asal-usul kota Banyuwangi, Jawa Timur. Dongeng ini berkisah tentang kesetiaan istri terhadap suaminya. Sidopekso gelap mata dan membunuh istrinya karena cemburu. Akibatnya, sang istri meninggal, tetapi meninggalkan aroma wangi. Demikianlah petikan kisah asal-usul Banyuwangi.
Di tangan anak-anak sekolah dasar, cerita Sri Tanjung pun diwujudkan dalam sebuah seni patung dari malam. Meski tak sempurna, patung karya mereka mampu bercerita. Selain kisah Sri Tanjung, para siswa itu juga membuat patung penari gandrung (tarian asal Banyuwangi) dan barong, kesenian yang juga berasal dari masyarakat adat Kemiren.
Para pelajar itu berlomba membuat patung sebaik mungkin untuk bisa masuk seleksi perlombaan seni patung di Pekan Seni Pelajar Jawa Timur. Mereka berkumpul di Taman Blambangan, Selasa (13/3), untuk menjadi yang terbaik sehingga dapat mewakili Banyuwangi dalam Pekan Seni Pelajar Provinsi. Sedari pagi, mereka tampak serius memadatkan, menempel, dan membentuk lilin malam. Mereka mengkreasikan fantasi cerita rakyat dalam bentuk aneka patung.
Ganta Kurniadi Pamungkas, siswa yang mewakili Kecamatan Kalibaru, mengatakan, dirinya memilih kisah Sri Tanjung Sidopekso karena cerita itu sangat fenomenal. ”Cerita rakyat ini berhubungan dengan asal muasal nama Banyuwangi. Ini cerita rakyat paling fenomenal di sini (Banyuwangi),” ujar Ganta.
Sementara Timur Surya Alam, perwakilan dari Kecamatan Genteng, menyusun lilin malam menjadi patung Barong Kemiren. Sebelum menata lilin malam, Timur lebih dahulu membuat kerangka dari kawat dan ram kawat.
Lilin malam itu mula-mula ia pukul-pukul menggunakan martil kayu supaya lebih lunak dan mudah di bentuk. Timur lantas melapisi kerangka yang telah ia persiapkan dengan lilin malam tersebut. Setelah semua terlapisi, ia baru membentuk detail-detail barong Kemiren.
”Barong Kemiren merupakan cerita rakyat tentang awal muasal Desa Kemiren. Ceritanya barong Kemiren ini dipercaya dapat mengusir penyakit pageblug yang mematikan,” ujar Timur.
Adapun Dwi Safirna perwakilan Kecamatan Srono membentuk malam menjadi sepasangan penari Gandrung. Tarian Gandrung merupakan tarian tradisional yang ikut mewarnai perjuangan kerajaan Blambangan dari serangan Kerajaan Majapahit, Mataram, hingga invasi Belanda. Tarian ini menceritakan perjuangan nenek moyang orang Banyuwangi mempertahankan kerajaan Blambangan. "Tarian ini sampai sekarang masih digemari anak-anak muda Banyuwangi,” kata Safirna.
Dari 25 kecamatan yang ada di Banyuwangi, hanya 15 kecamatan yang mengirimkan wakilnya. Peserta terbaik akan mewakili Banyuwangi dalam Pekan Seni Pelajar tingkat Provinsi Jawa Timur.
”Beberapa poin yang kami nilai ialah, orisinalitas, artistik, teknik, kreativitas, dan kemampuan daya ungkap tema. Melihat hasil karya anak-anak sejauh ini, kami yakin mereka layak untuk bersaing di tingkat provinsi,” ujar koordinator lomba membuat patung Samsi.
Ternyata, di tangan anak-anak berbakat, cerita rakyat kian memikat.