Mengapa ”Powerbank” Mudah Terbakar di Pesawat Terbang?
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengeluarkan surat edaran tentang ketentuan membawa pengisi baterai portable atau powerbank dan bateri litium cadangan di pesawat udara. Salah satu poin penting dalam surat edaran itu adalah melarang penumpang untuk melakukan pengisian daya ulang dengan menggunakan powerbank saat penerbangan. Powerbank disebut mudah terbakar dan membahayakan keselamatan penerbangan jika dibawa penumpang dalam kabin atau bagasi pesawat.
Mengapa powerbank mudah terbakar? Secara sederhana dijelaskan bahwa powerbank merupakan baterai berbahan litium yang memiliki muatan positif dan negatif sehingga dapat mengalirkan arus listrik. Kedua kutub itu dipisah oleh separator. ”Baterai litium bersifat reaktif dan mudah terbakar,” ujar dosen teknik elektro Universitas Indonesia, Chairul Hudaya, saat ditemui di Depok.
Surat Edaran (SE) Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Nomor 15 Tahun 2018 yang ditetapkan pada 9 Maret 2018 ditujukan bagi maskapai penerbangan dalam dan luar negeri yang terbang di atau dari wilayah Indonesia.
Dalam SE ini disebutkan, maskapai harus melarang penumpang dan personel pesawat udara melakukan pengisian daya ulang dengan menggunakan powerbank saat penerbangan. Sebelum tinggal landas, pihak maskapai domestik dan asing diinstruksikan untuk menanyakan kepada setiap penumpang pada saat proses lapor diri (check-in) terkait kepemilikan powerbank atau baterai litium cadangan.
Maskapai juga harus memastikan bahwa powerbank atau baterai litium cadangan yang dibawa penumpang dan personel pesawat udara harus memenuhi beberapa ketentuan, di antaranya bahwa powerbank atau baterai litium cadangan yang dibawa di pesawat udara tidak terhubung dengan perangkat elektronik lain.
Powerbank atau baterai litium cadangan tersebut harus ditempatkan di bagasi kabin dan dilarang di bagasi tercatat. Peralatan yang boleh dibawa hanya yang mempunyai daya per jam (watt-hour) tidak lebih dari 100 Wh.
Adapun powerbank yang mempunyai daya per jam (watt-hour) lebih dari 100 Wh (Wh < 100) tapi tidak lebih dari 160 Wh (100 ≤ Wh ≤ 160) harus mendapatkan persetujuan dari maskapai dan diperbolehkan untuk dibawa maksimal dua unit per penumpang.
Untuk peralatan yang mempunyai daya per jam lebih dari 160 Wh (Wh ≥ 160) atau besarnya daya per jam (watt-hour) tidak dapat diidentifikasi, peralatan tersebut dilarang dibawa ke pesawat udara.
Dalam SE itu juga disebutkan, semua penyelenggara bandar udara diinstruksikan untuk menginfomasikan kepada setiap penumpang dan personel pesawat terkait ketentuan membawa powerbank atau baterai litium cadangan di pesawat udara sebagaimana tercantum dalam ketentuan di atas.
Penyelenggara bandara harus memastikan penumpang dan personel pesawat udara tidak membawa powerbank atau baterai litium cadangan dalam bagasi tercatat serta harus memastikan daya per jam powerbank atau baterai litium cadangan yang ditemukan saat pemeriksaan keamanan di security check point (SCP) sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas.
Selain itu, penyelenggara bandara juga harus segera menindaklanjuti SE ini dengan membuat prosedur operasi standar (SOP). Otoritas bandar udara di seluruh Indonesia diinstruksikan untuk melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan SE ini di lapangan.
Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso menjelaskan, peraturan ini muncul sebagai upaya melindungi keselamatan dalam penerbangan di Indonesia mengingat baru-baru ini terjadi ledakan powerbank dalam tas jinjing di sebuah penerbangan di China. Meledaknya powerbank atau baterai yang mengandung litium ini membahayakan keselamatan penerbangan.
”Surat edaran ini untuk mencegah agar hal tersebut tidak terjadi di Indonesia mengingat sudah adanya kejadian dan kajian terkait bahayanya membawa powerbank dan baterai litium cadangan dengan ukuran daya tertentu pada penerbangan,” ujar Agus.
Ia menegaskan, pengaturan serupa sudah diterapkan di negara maju lainnya dengan harapan menjaga keselamatan penerbangan.
Menanggapi edaran ini, Vice President Corporate Communication PT Angkasa Pura II (Persero) Yado Yarismano mengatakan, pihaknya meresponsnya dengan positif. Dalam pekan ini, Angkasa Pura II akan menambahkan SOP untuk mengecek energi powerbank yang dibawa penumpang. ”Ini akan ditambahkan dalam pengawasan dengan X-ray,” katanya saat ditemui di kantornya, Senin (12/3).
Prosedur itu akan disosialisasikan kepada petugas keamanan penerbangan di bandara melalui apel pagi. Bagi penumpang, imbauan terkait powerbank tersebut akan disampaikan melalui media sosial milik PT Angkasa Pura II.
Dalam rilis pers yang dikirimkan, Direktur Operasi Garuda Indonesia Triyanto Moeharsono menyatakan, aturan terkait powerbank ini sejalan dengan upaya maskapai untuk mengutamakan keamanan dan keselamatan dalam penerbangan. Oleh sebab itu, Garuda Indonesia mendukung aturan ini.
Kategori barang berbahaya
Pengamat penerbangan Arista Atmadjati menyambut baik upaya pemerintah untuk meningkatkan keselamatan penerbangan dengan mengatur soal pengangkutan powerbank atau baterai yang mengandung litium.
Sebab, sudah sejak lama Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA) mengatur soal barang mengandung litium ini dikategorikan dalam barang berbahaya (dangerous goods regulations). Peraturan IATA teranyar, yakni pada 2017, sudah mengatur, perlu ketentuan dan tata cara khusus untuk membawa powerbank atau baterai litium dalam penerbangan.
”Penerbangan memiliki standar keselamatan yang tinggi. Potensi gangguan keamanan penerbangan dari benda-benda kimia, baik yang cair maupun padat seperti litium, mendapat perhatian serius sehingga perlu diatur pengangkutannya selama penerbangan,” ujar Arista.
Selain karena termasuk daftar barang berbahaya dalam penerbangan, powerbank atau baterei litium, lanjut Arista, harus diatur pengangkutannya sebab pesawat itu rentan turbulensi. Saat turbulensi, powerbank atau baterai yang mengandung litium itu terguncang sehingga berpotensi menimbulkan ledakan.
Ia menegaskan, penumpang tidak dilarang membawa powerbank atau baterai yang mengandung litium. Hanya, penumpang tidak diperbolehkan menggunakannya dan harus menyimpannya di tempat yang diatur, yakni kabin bagasi atau kabin terdaftar. Selain itu, ada syarat-syarat spesifikasi tertentu yang harus dipenuhi dalam membawa powerbank, seperti yang tercantum dalam surat edaran itu.
Meski menyambut baik upaya pemerintah meningkatkan keselamatan penerbangan, Arista menyayangkan peraturan surat edaran ini keluar beberapa saat setelah kecelakaan penerbangan di China sehingga ada kesan bahwa keluarnya kebijakan ini bersifat reaktif.
”Seharusnya sudah sejak lama diatur pengangkutan baterai dan barang litium ini,” ujar Arista.
Menurut Chairul, kondisi kedap udara ada di pesawat dapat memicu kerusakan pada separator sehingga muatan positif dan negatif dapat bereaksi. Pemicu lain ialah penyimpanan powerbank yang tertindih barang-barang lain. Hal ini dapat membuat pemanasan dalam sistem powerbank.
Pemanasan dalam powerbank juga dapat merusak separator. Akibatnya, reaksi antara muatan positif dan negatif dapat terjadi.
Reaksi ini berpotensi menyebabkan hubungan arus pendek atau korsleting. Akibatnya, kebakaran bisa terjadi.
Untuk menghitung energi listrik di powerbank yang dibawa, kalikan angka di depan satuan mAh (mili ampere hour) dengan angka di depan satuan V (Volt). Hasilnya dibagi dengan 1.000. Dari perhitungan ini, didapatkan satuan energi listrik dalam watt-hour (Wh).
Ketentuan energi powerbank sebesar 100-160 watt-hour (Wh) ini dinilai berada dalam rentang yang dapat diatasi oleh awak pesawat. ”Kasus terburuknya, jika powerbank tersebut meledak, dapat ditangani,” kata Henry Tedjadharma, pakar penerbangan sekaligus Ketua Ikatan Alumni Jerman, saat ditemui secara terpisah di Jakarta.
Henry mengatakan, secara global, aturan bagi powerbank meliputi, setiap penumpang maksimal membawa dua buah. Powerbank hanya diizinkan untuk keperluan pribadi, bukan komersial, dan hanya boleh berada di kabin. Selama penerbangan, powerbank tidak boleh digunakan.
Terkait kebakaran, barang-barang yang diizinkan berada di pesawat sudah bersifat sangat sulit terbakar. Kalaupun terbakar, tidak sampai menimbulkan asap yang mengganggu pandangan dan tidak bersifat racun.