Negara Harus Tegas Menindak Setiap Penyebar Kabar Bohong
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Negara harus tegas menindak pencipta dan penyebar kabar bohong terkait penyerangan terhadap ulama. Ketegasan penting karena Indonesia adalah negara hukum.
”Negara harus tegas. Siapa pun yang melakukan pelanggaran harus ditindak. Jangan ditoleransi,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus). Gus Mus menyampaikan hal itu seusai menjadi pembicara tunggal pada acara Dialog Kebangsaan ”Merajut Kebersamaan dalam Kebhinekaan” di Universitas Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Selasa (13/3).
Negara harus tegas. Siapa pun yang melakukan pelanggaran harus ditindak. Jangan ditoleransi.
Menurut Gus Mus, jika pelanggar hukum ditoleransi, hukum tidak akan dihargai. Gus Mus pun meminta masyarakat menyerahkan kasus penyebaran berita bohong kepada penegak hukum. Polisi juga yang nantinya akan mengungkap siapa dalang dan siapa saja yang hanya sekadar ikut-ikutan. ”Mengenai dalangnya, silakan menebak-nebak. Ini, kan, negara teka-teki,” selorohnya.
Gus Mus berharap umat tidak kehilangan akal sehat pemberian Tuhan. Begitu pula untuk merajut kebersamaan, setiap warga harus sadar bahwa Indonesia adalah rumah kita semua sehingga harus dijaga bersama-sama.
”Jangan kehilangan akal sehat pemberian Allah. Meski media sosial membuat gila, kita jangan ikutan gila,” katanya.
Jangan kehilangan akal sehat pemberian Allah. Meski media sosial membuat gila, kita jangan ikutan gila.
Sementara itu, di hadapan ratusan sivitas akademika yang memadati aula Sarwakirti Universitas Kanjuruhan, Gus Mus mengingatkan, selain menghadapi krisis yang lain, Indonesia juga menghadapi krisis syukur. Masyarakat dinilai kurang bersyukur. Mungkin penyebabnya karena tidak tahu apa yang harus disyukuri. Syarat orang bersyukur, kata Gus Mus ialah sadar bahwa dirinya menerima anugerah dari Tuhan.
Padahal, tambah Gus Mus, Tuhan telah menganugerahkan kenikmatan berupa Tanah Air bernama Indonesia yang tidak tertandingi keindahannya oleh bangsa lain. Sebagian dari kita tidak sadar akan hal itu, bahkan ingin merusaknya.
”Sekarang banyak pemimpin yang tidak seperti manusia. Patokan manusia dia (pemimpin yang bersangkutan). Kalau tidak seperti dia, dianggap bukan manusia,” ucapnya.
Untuk itu, kita harus menjaga harkat dan martabat manusia. Hargai diri sendiri dan hak orang lain karena Tuhan menciptakan manusia secara beragam. ”Bagaimana cara memanusiakan manusia, ya lakukan mulai dari diri sendiri dulu,” kata pria yang baru saja menerima penghargaan Yap Thiam Hien Award itu.
Bagaimana cara memanusiakan manusia, ya lakukan mulai dari diri sendiri dulu.
Rektor Universitas Kanjuruhan Pieter Sahertian mengatakan, kampus merupakan entitas kecil, tetapi berisi orang-orang dari beragam latar belakang, baik suku maupun keyakinan. Pihaknya berharap ada kontribusi yang bisa dilakukan terhadap bangsa.
”Apalah artinya berbicara dalam konteks bangsa jika di lingkungan kampus yang kecil masih ada masalah,” katanya.
Pieter ingin lingkungan kampus tidak hanya kental dengan slogan multikultural semata, tetapi juga praktik multikutural bisa dilaksanakan dan membumi di kampus. Rencana mengundang Gus Mus sendiri sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu.