MALANG, KOMPAS — Perguruan tinggi di Indonesia didorong untuk melakukan perkuliahan secara daring. Hal itu dinilai akan menjadi salah satu solusi dari kekurangan dosen dan infrastruktur, yang selama ini dinilai menghambat perkuliahan.
Hal itu disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir, Selasa (13/3), seusai memberikan kuliah umum di Politeknik Negeri Malang, Jawa Timur. Pada kesempatan itu, Nasir mengatakan bahwa Kemenristek dan Dikti mendorong agar selain perkuliahan model tatap muka, kampus diharapkan menyelenggarakan perkuliahan secara online atau daring.
”Perubahan global dengan berkembangnya revolusi industri 4.0, menjadikan semua berbasis teknologi informasi. Maka, perguruan tinggi ke depan harus mengantisipasi itu. Yaitu dengan cara sistem perkuliahan dikembangkan selain di dalam kelas, juga dikembangkan model daring,” katanya.
Perubahan global dengan berkembangnya revolusi industri 4.0, menjadikan semua berbasis teknologi informasi.
Perkuliahan model daring, menurut Nasir, merupakan solusi akan keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur.
”Selama ini, kuliah tatap muka rasio dosen dan mahasiswa adalah 1:20 untuk eksakta dan 1:30 untuk sosial. Ke depan, ruang kuliah tidak ada lagi, maka satu dosen bisa mengajar 1.000 mahasiswa,” katanya.
Saat ini, Nasir mengatakan, pemerintah sedang membentuk tim universitas cyber. Dengan demikian, jika peraturan menteri mengenai kuliah daring selesai, kampus bisa segera mengajukan diri memberikan kuliah berbasis daring.
”Meski perkuliahan berbasis daring, mutu harus dijaga. Maka sedang kami bentuk tim universitas cyber. Tugasnya mengkaji semua mata kuliah yang akan diberikan secara daring sebelum dipublikasikan,” kata Nasir.
Beberapa syarat penting mata kuliah yang akan diajarkan secara daring, menurut Nasir, adalah memenuhi standar mutu, capaian, proses, dan input. ”Ini yang harus kita jaga betul. Kalau tidak, hal ini akan menjadi persoalan,” katanya.
Perkuliahan daring nantinya, menurut Nasir, dibuka untuk semua kampus. Mata kuliahnya pun tidak hanya terbatas pada mata kuliah dasar umum. ”Kurikulumnya diserahkan kepada kampus semua. Tetapi yang ingin dicapai adalah sistem pembelajaran yang baik. Intinya yang ingin dicapai adalah kualitas. Jangan sampai perkuliahan ini mengorbankan kualitas,” katanya.
Selain membuat sistem perkuliahan baru, pemerintah menurut Nasir juga membuka lebar peluang beroperasinya kampus-kampus luar negeri ke Indonesia. Saat ini sudah ada empat kampus luar negeri mengaku berminat membuka kerja sama dengan kampus di dalam negeri.
”Sebagaimana termuat dalam UU 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, Indonesia membuka peluang bagi perguruan tinggi luar negeri (PTLN) beroperasi di Indonesia. Syaratnya, harus memenuhi mata kuliah dasar umum, yaitu Pancasila, UUD 1945, agama, dan kewiraan, memenuhi syarat nirlaba, serta bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri. Kerja sama ini dalam bidang akademik, penelitian, dan inovasi,” katanya.
Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema) Awan Setyawan mengatakan, saat ini Polinema terus berbenah untuk menjadi kampus yang mampu mencetak lulusan berkualitas. Salah satunya, kini Polinema terus berusaha melengkapi sarana perkuliahan berupa gedung kuliah terpadu, masjid, dan gedung serbaguna Graha Polinema.
”Pembangunan gedung tersebut diharapkan mampu mendukung kegiatan perkuliahan,” katanya.