Kuliah di lembaga pendidikan tenaga kependidikan ibarat menitip harapan: kelak akan diangkat jadi guru. Meski peluang itu belum tentu benar-benar dapat digenggam—lantaran melubernya sarjana pendidikan—sejumlah anak muda di daerah tetap antusias menempuh studi di lembaga pendidikan guru.
Salah satunya Sylvia Limin (20), mahasiswi semester VI Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Palangka Raya (UPR), Kalimantan Tengah. Demi membiayai kuliah dan membayar biaya kos, ia harus bekerja paruh waktu di sebuah kafe di Kota Palangkaraya.
”Saya harus kerja agar orangtua tak terlalu terbebani biaya kuliah. Apalagi, adik-adik juga masih sekolah,” katanya.
Menurut dia, dirinya berharap kelak bisa menjadi guru karena profesi itu masih cukup dihormati di kampungnya, Kabupaten Murung Raya. Di sana, predikat pegawai negeri sipil (PNS) bisa menaikkan derajat seseorang dan keluarga besar.
Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UPR, Sylvia bersama 7.000 mahasiswa lainnya mengenyam bangku kuliah. Setiap tahun hampir 1.000 lulusan FKIP diwisuda. Jumlah itu tidak sebanding dengan formasi pengangkatan guru di Kalimantan Tengah.
Mengantongi ijazah sarjana pendidikan ternyata tak serta-merta diangkat jadi guru PNS. Syaratnya harus ikut program Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama satu tahun dan itu pun kuotanya terbatas. Untuk Kota Palangkaraya, instansi terkait hanya menyediakan lowongan bagi 500 guru SD dan SMP. Itu pun biasanya dikurangi lagi saat kuota penerimaan tes PNS.
Dekan FKIP UPR Joni Bungai mengatakan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan program studi baru khusus PPG. Namun, baru semester depan program itu dibuka.
”Jadi, guru saat ini harus mengikuti pendidikan lagi selama satu tahun. Tujuannya agar mereka lebih baik lagi. Itu salah satu upaya kami untuk meningkatkan mutu guru sarjana,” tutur Joni.
Favorit
FKIP UPR memiliki jumlah mahasiswa terbanyak hingga hampir 7.000 orang. Calon guru itu tersebar di lima jurusan dengan total 18 program studi. Kelima jurusan itu ialah Jurusan Ilmu Pendidikan, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Bahasa dan Seni, dan terakhir khusus vokasi adalah Jurusan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Semua jurusan itu dirintis sejak 1963 saat LPTK itu masih bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
”Untuk vokasi, baru ada dua program studi di Jurusan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, yakni Teknik Mesin dan Teknik Bangunan. Kami memang ke depan akan menuju ke kebutuhan generasi milenial,” ungkap Joni.
Ia mengatakan, selama ini pihaknya memang memiliki rencana membuat program studi baru untuk menyiapkan generasi milenial di masa depan. Namun, kesulitan utama adalah mencari dosen pengajar yang sesuai dengan bidang baru, misalnya animasi, pariwisata, dan kemaritiman. ”Tetapi, dosennya mau cari di mana?” kata Joni tersenyum.
PPG dinilai bukan satu-satunya solusi untuk menjaga dan meningkatkan mutu guru sarjana. Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Kalteng Krisnayadi Toendan mengatakan, di wilayahnya belum satu pun kampus yang fokus pada Kurikulum 2013, termasuk di UPR.
Ia meminta semua kampus menyiapkan bimbingan teknis khusus penguasaan Kurikulum 2013. Tujuannya agar bisa menghasilkan guru berkualitas.