JAKARTA, KOMPAS— Laut menjadi pintu masuk bagi peredaran narkoba di Indonesia. Koordinasi antarlembaga dalam upaya mengungkap penyelundupan narkoba perlu diperkuat.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi mengatakan, hal yang terpenting dalam upaya pemberantasan narkoba itu adalah saling berbagi informasi. Hal itu harus dilakukan antarlembaga yang memiliki kewenangan terhadap tindakan tersebut.
“Sebenarnya tidak banyak instansinya. Hanya saja sering ada tumpang tindih atau ego sektoral,” kata Ade, dalam kunjungan ke Kantor Redaksi Harian Kompas, di Palmerah Selatan, Jakarta, pada Rabu (14/3).
Sebenarnya tidak banyak instansinya. Hanya saja sering ada tumpang tindih atau ego sektoral
Kapal Republik Indonesia (KRI) Sigurot-864 berhasil menangkap kapal MV Sunrise Glory yang terbukti membawa 1 ton 29 kilogram Sabu, di Kepulauan Riau, pada Rabu (7/2). Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, Indonesia yang 2/3 wilayahnya berupa perairan, rawan dijadikan jalur masuk jaringan narkoba. Ia menegaskan, celah itu harus dijaga dengan operasi terus menerus. (Kompas, 12/2/2018)
Pada Kompas (9/3), Badan Narkotika Nasional (BNN) menggagalkan peredaran 53,9 kilogram sabu dan 70.905 butir ekstasi sepanjang Februari 2018. Sabu itu diselundupkan melalui Penang, Malaysia, lewat perairan Aceh. Deputi Bidang Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan, Aceh memiliki wilayah perairan yang sangat terbuka dan relatif dekat untuk dijangkau sindikat pengedar narkotika.
Terkait wilayah rawan, Ade menyatakan, pihaknya tidak bisa menyatakan suatu wilayah itu rawan atau tidak. “Yang bisa dilakukan adalah memetakan wilayah. Apakah itu akan menjadi jalur peredaran mereka? Belum tentu,” kata Ade.
Bicara soal pencegahan, Ade mengatakan, permintaan dari darat yang harus dihentikan. Ia berharap agar sebisa mungkin masyarakat diimbau untuk tidak menjadi pengguna zat terlarang tersebut.
“Demand-nya yang harus dihentikan. Dari dulu, kita sudah punya kiasan. Semua pelanggaran, semua kejahatan di laut, bermula dari darat,” kata Ade.
Masih gunakan kapal layar
Kapal layar masih digunakan oleh TNI-AL untuk melatih taruna angkatan laut. Fungsi dari kapal tersebut yang bisa melatih fisik serta merekatkan pertemanan antar anggota menjadi alasan masih digunakannya jenis kapal tersebut.
Ade mengatakan, kapal layar memiliki konstruksi yang berbeda dengan kapal perang modern. Seorang taruna TNI-AL membutuhkan fisik yang lebih kuat untuk melaut menggunakan kapal layar.
“Taruna masih butuh latihan fisik. Di kapal-kapal perang biasa tidak bisa mereka naik tangga sampai 50 meter. Kapal layar masih bisa,” kata Ade. Hal itu membuat kapal layar masih dipertahankan oleh TNI-AL.
Selain itu, Ade menyatakan, kapal layar adalah tempat latihan yang lengkap. “Itu pelatihan yang bisa membangun percaya diri juga. Mereka bisa berjalan di atas tali yang tinggi sendiri dan membangun kekompakan,” kata Ade.
“Kapal layar menjadi outbond yang komplet. Itu untuk mencairkan kekakuan antaranggota dan perwira,” tambah Ade.
Adapun kapal layar yang dimiliki oleh TNI-AL sekarang adalah KRI Bima Suci. Kapal itu merupakan pengganti dari KRI Dewa Ruci yang telah beroperasi sejak 1953 yang juga menjadi Kapal Layar Latih Akademi Angkatan Laut. (DD16)