JAKARTA, KOMPAS — Kemacetan dan pembangunan infrastruktur transportasi masih menjadi permasalahan utama di Indonesia. Komisi V DPR meminta Kementerian Perhubungan untuk menindaklanjuti seluruh temuan dan rekomendasi hasil kunjungan kerja yang mereka lakukan.
Komisi V DPR telah melakukan kunjungan kerja di daerah pemilihan mereka dari Agustus 2017 hingga Februari 2018 terkait dengan masalah transportasi. Mereka menilai pemerintah harus segera memperbaiki kemacetan dan pembangunan infrastruktur terkait yang masih menjadi masalah utama transportasi di Indonesia.
Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Fary Djemy Francis mengatakan, dalam proses kunjungan kerja, pihak terkait dengan dinas perhubungan tidak menyiapkan data yang dibutuhkan sehingga terkesan tidak tertib.
”Antara satu pihak dan yang lainnya ada perbedaan data dan tidak memiliki catatan tertulis,” kata Fary saat rapat kerja Komisi V DPR dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Selasa (13/3).
Kemacetan dilihat oleh sebagian besar anggota Dewan sebagai akibat banyaknya kendaraan yang bergerak di jalan. Perlu dipikirkan bagaimana membatasi seseorang membeli kendaraan.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Subarna mengatakan, permasalahan transportasi darat belum terselesaikan, khususnya terkait dengan kemacetan. Minat masyarakat menggunakan kendaraan umum masih minim sehingga kendaraan pribadi memenuhi jalan. ”Pemerintah harus memiliki strategi khusus untuk membatasi kepemilikan kendaraan bermotor,” katanya.
Meskipun demikian, beberapa langkah yang dilakukan Kementerian Perhubungan dapat bermanfaat secara signifikan. Salah satunya pengaturan sistem pelat nomor ganjil-genap di Pintu Tol Bekasi Timur dan Bekas Barat. Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P, Sudjadi, mengatakan, keputusan tersebut sebagai langkah tepat dari pemerintah untuk mengurangi kemacetan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pengaturan sistem pelat nomor ganjil-genap di Pintu Tol Bekasi Timur dan Bekas Barat terbukti dapat mengurangi waktu tempuh sebanyak 35 menit. Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Nasdem Sahat Silaban mengatakan, pengaturan ganjil-genap terbukti efektif, tetapi sifatnya hanya sementara.
Sahat mengatakan, sistem ganjil-genap belum menjadi solusi jangka panjang sebab di beberapa jalan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) masih terjadi kemacetan. Akibatnya, biaya pengeluaran untuk bertransportasi yang ditanggung oleh masyarakat masih tinggi.
Ia berpandangan, kemacetan tidak hanya disebabkan oleh banyaknya kendaraan, tetapi juga pengaturan yang tidak tegas oleh pemerintah. Sebagai contoh, masih banyak pemilik kendaraan pribadi yang memarkir kendaraan di bahu jalan sehingga jalan menjadi sempit.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P, Henky Kurniadi, mengatakan, untuk mengatasi kemacetan di Indonesia dan secara khusus di Jabodetabek harus diselesaikan secara berkesinambungan. ”Saat ini setiap kementerian terkesan berjalan sendiri-sendiri dan tanpa perencanaan yang matang,” kata Henky.
Henky menyoroti di antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan terkesan tidak ada komunikasi dalam mengambil kebijakan. Sebagai contoh, berkembangnya layanan transportasi daring menyebabkan daya beli masyarakat pada kendaraan bermotor semakin meningkat.
”Orang berbondong-bondong membeli kendaraan pribadi untuk dapat masuk sebagai mitra layanan transportasi daring sehingga kendaraan pun semakin menumpuk di jalan raya,” kata Henky. Ia berharap, pemerintah segera membatasi jumlah kuota pada layanan transportasi daring dan meningkatkan pelayanan transportasi umum.
Infrastruktur
Dalam pertemuan tersebut, Komisi V DPR juga menyoroti pembangunan infrastruktur yang belum berjalan dengan baik. Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra, Subarna, mengatakan, di beberapa daerah terdapat pembangunan terminal yang mangkrak. Selain itu, beberapa fasilitas transportasi juga kurang mendapat perawatan.
Menurut Subarna, penerangan jalan umum (PJU) di beberapa tempat juga masih kurang. ”PJU di sepanjang jalan Garut, Jawa Barat, hingga Pangandaran, Jawa Barat, masih minim, padahal jalan tersebut akses ke tempat wisata,” kata Subarna.
Subarna mengatakan, pemerintah terkesan kurang perhitungan sehingga beberapa tempat yang membutuhkan fasilitas belum terpenuhi, sedangkan yang belum membutuhkan sudah dibangun fasilitas yang lengkap.
Sahat menambahkan, pariwisata di Danau Toba, Sumatera Utara, juga belum didukung infrastruktur yang memadai, padahal Danau Toba menjadi salah satu tujuan wisata yang diminati wisatawan.
Pembangunan jembatan timbang, kereta bandara, bandara di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan infrastruktur lain dinilai masih kurang perhitungan yang tepat. Pemerintah dinilai cenderung mementingkan kepentingan investor daripada fungsinya.
Butuh proses
Budi mengapresiasi masukan dari Komisi V DPR dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan. Ia mengatakan, permasalahan kemacetan di Jabodetabek selalu masuk dalam agenda dialog di antara pemangku kebijakan.
Ia telah memprioritaskan penggunaan alat transportasi umum sebagai cara untuk mengurangi kemacetan di Jabodetabek. Namun, untuk mengatasi masalah kemacetan, pemerintah masih butuh proses.
Pembangunan jembatan timbang di beberapa daerah dilakukan untuk membatasi kendaraan agar tidak melampaui kapasitas. Terkait dengan pembangunan bandara udara di Kulon Progo, pemerintah telah melakukan kajian bersama dengan konsultan dari Jepang dan dibuat dengan memperhitungkan potensi terjadinya gempa di wilayah tersebut.