JAKARTA, KOMPAS — Pengusaha Made Oka Masagung yang menjadi saksi untuk terdakwa Setya Novanto dalam persidangan kasus korupsi KTP elektronik, Rabu (14/3) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, mengaku lupa aliran uang yang masuk ke rekeningnya di Singapura. Uang sebesar Rp 1,799 juta dollar Amerika Serikat itu diketahui berasal dari Biomorf Mauritius.
Namun, ketika hakim dan jaksa penuntut umum dari KPK berupaya menggali lebih jauh mengenai aliran uang itu dan peruntukannya, Oka mengaku lupa. Ia mengaku baru mengetahui adanya uang ke rekeningnya itu setelah diperiksa penyidik KPK.
Ketua majelis hakim Yanto yang memimpin sidang tak yakin apabila Oka lupa ke mana uang senilai hampir 1,8 juta dollar AS atau sekitar Rp 24,7 miliar dialirkan.
”Masa uang sebesar itu Saudara tidak tahu ke mana dikirimkan atau diambil. Untuk memindahkbukukan rekening kan tidak mungkin tanpa tanda tangan Saudara. Saudara selaku pemilik rekening masa lupa kepada siapa uang sebesar itu dikirimkan,” katanya.
”Betul Yang Mulia, saya lupa. Makanya saya minta agar dikaji bersama dengan penyidik. Saya bicara seadanya saja,” kata Oka.
Saat ditanyai hakim Anwar apakah dirinya memiliki kerja sama atau proyek bersama dengan Biomorf Mauritius, Oka menjawab tidak. Dia tidak tahu mengapa Biomorf mengirim uang ke rekeningnya.
”Gila dong Biomorf ini. Tidak ada kerja sama pekerjaan tetapi mengirim uang kepada rekening Saudara. Enak sekali Saudara ini dikirimi duit. Apa benar Saudara tidak tahu kenapa dikirimi uang?” ujar hakim Anwar lagi.
Oka kembali menjawab tidak tahu. Ia juga menegaskan kembali bahwa dirinya lupa ke mana uang itu dipindahbukukan.
Baik hakim maupun jaksa KPK mengingatkan Oka agar berterus terang sebab hal itu akan menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memeriksa ataupun jaksa dalam mengajukan pembuktian saat dirinya duduk sebagai terdakwa.
Saat ini, Oka masih berstatus tersangka. Ia diduga memfasilitasi transaksi dan aliran uang dari proyek KTP-el melalui rekeningnya di Singapura.
Selain Oka, sidang kali ini juga menghadirkan keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, sebagai saksi. Irvanto yang juga Direktur PT Murakabi ini ditanya seputar penerimaan uang dari Oka sebesar Rp 30 juta, dan apakah betul ia memberikan sejumlah uang kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). PT Murakabi adalah peserta lelang proyek pengadaan KTP-el.
Menurut Irvanto, dirinya pernah menerima uang dari Oka Rp 30 juta. Uang itu adalah bagian dari pemberian Oka yang direncanakan Rp 100 juta untuk mendukung Irvanto calon anggota legislatif dari Partai Golkar. Irvanto, menurut rencana, mencalonkan diri untuk Daerah Pemilihan Jawa Tengah 3.
”Awalnya saya mau mencalonkan untuk Dapil (Daerah Pemilihan) Jabar 3, tetapi kemudian pindah ke Jateng 3,” ujar Irvanto.
Irvanto membantah dirinya pernah disuruh Andi Narogong, pengusaha lain yang telah divonis 8 tahun dalam kasus KTP-el, untuk memberikan uang kepada sejumlah anggota DPR.
Namun, ia mengakui beberapa kali melakukan transaksi melalui money changer PT Inti Valuta, dengan pegawai bernama Riswan alias Iwan. Hasil transaksi itu kemudian diambil Andi Narogong, atau kedua adiknya, yaitu Vidi Gunawan dan Dedi Prijono.
”Kalau mereka sedang di jalan atau ada keperluan, biasanya saya yang dititipi uang itu. Setelah saya ambil, lalu saya masukkan brankas ke Mbak Ipung atau Mbak Wulan (anggota staf PT Murakabi). Tapi nanti yang ambil selalu tiga orang itu,” kata Irvanto.