JAKARTA, KOMPAS - Setiap pihak yang telah berani mengungkapkan fakta mengenai adanya pelanggaran atau kecurangan dalam proyek konstruksi, wajib dilindungi. Pasalnya, pelanggaran ataupun praktik curang dalam proyek konstruksi dapat mengancam keselamatan pekerja dan publik.
Kewajiban untuk memberikan perlindungan itu disampaikan oleh anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, saat ditemui di kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, Selasa (13/3). “Kepada mereka yang mengungkap, itu saya beri status whistle blower. Mereka perlu dan wajib dilindungi keamanan, keselamatan, dan nafkah mereka,” ujarnya.
Mereka yang berani mengungkap kebenaran wajib dilindungi keamanan dan keselamatannya
Jangan sampai sebaliknya, kata Alvin, pihak yang mengungkap fakta itu justru dikorbankan, hingga kehilangan pekerjaan. “Sekarang ini sedang rawan terjadi hal demikian. Mereka yang mengungkap fakta malah dikriminalisasi,” jelasnya.
Menurut Alvin, belakangan banyak ditemukan sejumlah kejanggalan pada sejumlah proyek infrastruktur. Sebagai contoh dalam Proyek Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu), kata Alvin, pihaknya telah memperoleh informasi bahwa hak konsesi pengelolaan tol itu sebelumnya dimiliki kelompok usaha Kapal Api. Namun kemudian, saat mendekati berakhirnya masa konsesi, hak konsesi itu dibeli oleh anak perusahaan PT Waskita Karya.
“Ini kan aneh, dalam waktu 6 bulan sebelum masa konsesi itu berakhir, konsesi tersebut malah dibeli oleh anak perusahaan PT Waskita Karya. Padahal kalau mau menunggu 6 bulan saja, hak konsesi itu akan kembali ke pemerintah, dan BUMN dapat memperolehnya dengan gratis,” jelasnya.
Proyek Tol Becakayu, sejak dijalankan 2014, merupakan proyek investasi PT Kresna Kusuma Dyandra Marga (KKDM), yang sahamnya dimiliki PT Waskita Toll Road sebesar 98,97 persen dan PT Jasa Marga 1,03 persen. Adapun Waskita Toll Road merupakan anak perusahaan Waskita Karya. Namun, Waskita Karya ditunjuk oleh PT KKDM untuk mengerjakan proyek Tol Becakayu yang bernilai sebesar Rp 7,1 triliun.
Dalam proses pembangunannya, terjadi kecelakaan kerja pada Proyek Tol Becakayu. Pada Senin (20/2) dini hari, salah satu cetakan beton kepala kolom Tol Becakayu ambrol dan menyebabkan tujuh pekerja terluka.
Insiden itu diduga terjadi akibat dikuranginya jumlah material batang baja penyangga (stress bar) dan kesalahan prosedur pengecoran. Usai kejadian, pemerintah sempat menghentikan proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya tersebut selama sepekan untuk evaluasi.
Secara terpisah, Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menilai, negara harus mellindungi orang yang berani mengungkap praktik kecurangan atau indikasi korupsi di dalam lingkungan pemerintahan maupun Badan Usaha Milik Negara, termasuk dalam proyek infrastruktur yang sedang digenjot pemerintah.
“Dari mereka lah informasi awal indikasi korupsi dan kecurangan bisa terungkap. Oleh karena itu, mereka harus dilindungi dan dijamin karir serta keluarganya,” ujar Febri, saat ditemui di Kantor ICW di Jakarta, Selasa.
Menurut Febri, jika terdapat pegawai pemerintah atau BUMN yang mengungkap praktik kecurangan maupun indikasi korupsi kemudian berimbas pada perlakuan yang tidak menyenangkan bahkan pemecatan di kantornya maka itu menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air. “Orang-orang seperti itu seharusnya diapresiasi bukan diintimidasi atau dikucilkan,” kata Febri.
Febri menambahkan, orang-orang yang menjadi whistle blower ini semestinya tidak diintimidasi meskipun dengan dalih kepentingan perusahaan. Sebab, sejatinya mereka yang berani mengungkapkan kebenaran justru sedang menegakkan integritas perusahaan.
“Karena yang diungkap adalah kesalahan perusahaan dan berdampak kepada publik, maka itu adalah upaya untuk menjaga kepentingan publik juga. Seharusnya perusahaan mempertahankan orang-orang yang seperti itu,” ucap Febri.