Kondisi pemukiman di Jakarta dengan akses jalan yang sempit, menyulitkan proses pemadaman kebakaran dan evakuasi penghuni. Kelengkapan peralatan antisipasi kebakaran juga minim.
Oleh
Helena F Nababan/DD17
·4 menit baca
Ancaman kebakaran di Jakarta tidak main-main. Tahun lalu, rata-rata 4 kebakaran dalam sehari. Pemukiman padat yang pernah terbakar umumnya terbangun lagi dengan kondisi serupa sebelum terjadi kebakaran, termasuk akses jalan yang sempit.
Sulitnya mencapai lokasi kebakaran antara lain terlihat di RT 011 RW 012 Kelurahan Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur. Kebakaran melanda lokasi ini pada 8 Mei 2017. Petugas pemadam harus berjibaku melewati gang buntu selebar 1 meter. Api yang berkobar di rumah keluarga M Naedi ini menewaskan empat orang yakni Naedi (61); istrinya, Siti Maryam (56); anaknya, Nadian (17); serta cucunya, Azis (10). Api juga menyambar tiga rumah lain.
Jalan Cipinang Pulo di depan gang ini pun tidak bisa dilintasi mobil, sebab lebarnya hanya dua meter. Deretan sepeda motor yang diparkir di pinggir jalan mempersempit ruang yang dapat dilewati kendaraan. Belum lagi lalu-lalang orang di jalur ini.
Adapun lebar mobil pemadam yang kecil 1,7 meter dan ada yang berukuran lebih dari 2 meter. Tidak ada akses jalan yang memadai ini membuat 11 mobil pemadam kebakaran saat itu harus berada di luar gang, puluhan meter dari tempat kejadian. “Selang damkar harus disambung-sambungkan untuk bisa mencapai rumah,” tutur Ade (71), ketua RT setempat yang juga kakak kandung Naedi, Rabu (7/3).
Rumah-rumah di kawasan ini relatif kecil dan berimpitan tanpa ada ruang pemisah. Ade mengatakan, hampir semua rumah dari 55 kepala keluarga di RT ini, terbuat dari beton dan batu bata. Akan tetapi, rangka atap rumah masih terbuat dari kayu sehingga api dari rumah Naedi mudah menyambar tiga rumah di sebelahnya.
Tuny (58), warga setempat, mengatakan, penyebab kebakaran diduga dari steker listrik yang bertumpuk di lantai atas rumah Naedi. “Steker listrik yang leleh kemudian menetes ke lantai,” katanya.
Sebagian rangka atap rumah Tuny terbuat dari kayu-kayu yang baru. Sebagian kayu lama menghitam lantaran tersengat panas api.
Ronda yang hilang
Tidak banyak warga yang menyadari saat kebakaran terjadi pukul 03.00 dini hari di rumah Naedi. Sebab, hampir seluruh warga sedang tidur. Ronda malam pun tidak berjalan.
“Tidak ada yang sadar, tiba-tiba api sudah membesar,” kata Ade.
Siskamling baru dibangkitkan kembali ketika Ade dipilih menjadi ketua RT lima bulan lalu. Itu pun dengan alasan tawuran dan pencurian. “Ada instruksi dari kelurahan untuk membangkitkan lagi siskamling,” katanya.
Ade mengatakan, seperti dirinya, sebagian besar warga tidak memiliki alat pemadam api ringan (apar) di rumah. Ia mengaku ingin memiliki apar, tetapi harganya lumayan mahal. "Dan belum tentu dipakai,” kata Ade yang sehari-hari berjualan makanan dan minuman ringan di depan rumahnya.
Alarm tak berfungsi
Sebetulnya, pemukiman ini punya alarm kebakaran yang terpasang di rumah Ismail (70), yang berjarak tiga rumah dari rumah Naedi. Ismail mengatakan, alarm ini memberi tahu petugas damkar saat kebakaran.
“Kaca pelindungnya dipecahkan, terus tombol merah ini tinggal dipencet aja,” kata Ismail sambil menunjukkan perangkat alarm yang tertempel tinggi di dinding muka rumahnya.
Secara rupa dan ukuran, alarm tersebut mirip dengan meteran listrik. Alarm ini memiliki tombol-tombol angka dan layar kecil. Hanya saja, perangkat ini berwarna merah dan terdapat tombol besar yang juga berwarna merah di tempat yang biasanya menjadi lokasi saklar pada meteran listrik.
Akan tetapi, alarm ini tidak digunakan ketika insiden tahun lalu terjadi. Alarm ini bahkan sudah tidak berfungsi lebih dari 10 tahun. “Saya lupa sejak kapan tidak berfungsi. Paling tidak, dua periode presiden sudah terlewati,” kata Ismail.
Ia lalu menunjukkan bahwa kabel daya alarm ini telah putus. “Kabelnya koyak, terus saya cabut,” kata Ismail.
“(Alarm) ini dulu juga memakai daya listrik dari rumah saya,” tambahnya.
Sebagai ketua RT, Ade berharap alarm dapat dipindahkan ke ruang publik, misalnya pos RW dan diaktifkan kembali.
Suhery, Kepala Seksi Pengawasan Keselamatan Kebakaran Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta, Senin (12/3), membenarkan, seringkali petugas terkendala akses yang susah ke pemukiman atau ke lokasi kebakaran, serta sumber air yang susah.
Ia mengatakan, pihaknya berupaya menetapkan manajemen kebakaran. Begitu ada laporan kebakaran, petugas langsung memetakan lokasi kebakaran, akses masuk, serta sumber air.
Sebagian mobil mencari suplai air, sedangkan sebagian lainnya menyemprotkan air ke lokasi kebakaran. Apabila diketahui akses ke lokasi kebakaran susah, lanjut Suhery, mobil yang dipergunakan sebagai mobil penyerang atau pemadam biasanya mobil yang berukuran lebih kecil.
"Kami terdukung dengan kali-kali yang sekarang ini dilengkapi jalan-jalan di pinggirnya yang bisa diakses mobil," ujar Suhery.