JAKARTA, KOMPAS -- Produk jurnalistik berbasis data semakin dibutuhkan untuk menjawab tantangan dinamika arus informasi di tahun politik 2018 dan 2019. Selain meningkatkan kualitas informasi, dan menangkal berita bohong, jurnalisme data mampu mendorong terciptanya sistem pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Disisi lain, jurnalisme data diharapkan bisa menggugah kesadaran masyarakat untuk terlibat lebih jauh dalam mengawasi proses pemerintahan. Keterlibatan masyarakat merupakan hak sebagai warga negara, dalam pemerintahan yang menganut sistem demokrasi.
Hal itu mengemuka pada diskusi peluncuran Indonesia Data Driven Journalism 2018 di JSC Hive, Rabu (14/3). Selain tuntutan terhadap jurnalisme data makin tinggi, tantangan untuk menciptakan produk atau karya yang berbasis data juga semakin kompleks karena membanjirnya kepentingan politik parsial.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia Abdul Manan mengatakan kesadaran menciptakan produk jurnalistik yang berbasis data semakin meningkat di kalangan para jurnalis dan industri media. Bahkan penyajian produk-produk jurnalistik berbasis data menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan.
”Kebutuhan itu tidak hanya dirasakan oleh media konvensional melainkan media digital,” ujar Abdul Manan.
Dia menambahkan memang, harus diakui, kepentingan untuk menyajikan informasi berbasis data masih kerap dikalahkan oleh kepentingan untuk menyajikan informasi secara cepat, singkat, dan banyak mengundang perhatian pembaca. Namun beberapa media digital sudah mulai menerapkannya.
Sarat kepentingan
Di tengah kontestasi pesta demokrasi, tantangan menciptakan produk jurnalistik berbasis data semakin kompleks. Pertama data-data publik yang dikeluarkan oleh lembaga resmi Badan Pusat Statistik (BPS) rawan digunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu. Contohnya data kemiskinan dan pengangguran untuk menjatuhkan lawan politik atau menaikkan popularitas diri.
“Disisi lain jurnalis akan mendapatkan data-data yang berlimpah terutama dari lembaga survei-lembaga survei. Data-data ini tentu perlu dikritisi,” kata Abdul Manan.
Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik BPS Sentot Bangun Widoyono mengatakan lembaganya merupakan penyedia data resmi pemerintah. Artinya, data statistik yang dihasilkan bisa dipublikasikan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Pihaknya telah membuka akses seluas-luasnya termasuk kepada jurnalis.
“Data statistik resmi bisa dipakai sebagai acuan sebab data yang dihasilkan ini independen. Metodologi pengumpulan datanya juga bisa dipertanggungjawabkan dan memiliki validitas tinggi,” ujar Sentot.
Dalam menerima data dari lembaga survei, jurnalis sebaiknya mencermati terlebih dahulu sebelum mempublikasikannya. Bisa juga mengecek kebenarannya dengan melihat data pembanding agar tidak terjebak pada data yang berpotensi menjadi alat kepentingan politik tertentu.
Kritisi metodologi pengumpulan datanya. Pastikan kerangka sampel yang digunakan sudah mewakili masyarakat secara keseluruhan bukan parsial apalagi golongan tertentu. Cermati pula pengolahan datanya dan rentang waktu penggunaannya. Membangun data itu mahal, namun membangun tanpa data jauh lebih mahal.(NIK)