Sebuah rumah kuno bergaya arsitektur campuran art deco dan indis menjadi etalase kejayaan masa lalu pemiliknya di Jalan Wotgadul, Kota Semarang, Jawa Tengah. Rumah yang masuk dalam bangunan cagar budaya itu masih terawat sangat baik.
Taman depan yang tertata rapi serta aroma kopi menyeruap di setiap sudutnya. Rumah yang sekarang ditinggali Basuki Dharmowijono (73) bersama keluarganya ini menyimpan sejarah panjang pasang surut bisnis kopi sejak 1916.
Dari rumah besar bercat putih kombinasi abu-abu ini Tan Tiong Ie merintis usaha pabrik kopi dengan mereka dagang Koffie Branderij Margoredjo. Dari belakang rumah utama Pabrik Kopi Margoredjo diproduksi kopi bubuk kemasan dengan beberapa merek, antara lain Margoredjo, Koffie Mirama, dan Tjap Grobak Idjo.
Kala itu Tan Tiong Ie menjadi salah satu produsen kopi terbesar era zaman Hindia-Belanda. Mesin-mesin sangrai dan gilingan kopi yang didatangkan dari Jerman menjadi tulang punggung bisnisnya yang terus membesar.
Sempat berhenti
Memasuki era perang pasifik dibarengi dengan datangnya Jepang membuat Pabrik Kopi Margoredjo menghentikan produksinya. Basuki mengisahkan kala itu kakek harus memindahkan seluruh mesin kopi ke Keraton Kasunanan Surakarta.
Berjalannya waktu pada awal kemerdekaan, masa kejayaan Pabrik Kopi Margoredjo mulai surut. Menurut Basuki, pabrik tidak berhenti berproduksi, tetapi hanya kapasitas produksinya menurun drastis bersamaan dengan banyaknya pesaing yang bermunculan.
Sekarang, Basuki generasi ketiga dari Tan Tiong Ie yang melanjutkan tradisi bisnis kopi keluarganya. ”Tahun lalu saya menghentikan total produksi kopi bubuk kemasan karena tidak zaman now,” katanya sambil tertawa.
Nama Pabrik Kopi Margoredjo ditanggalkan menjadi bagian dari kenangan dan berganti menjadi Dharma Boutique Roastery. Basuki menyadari perubahan itu dan mengubah gaya bisnis kopinya dengan mengikuti tanda zaman.
Menurut dia, tren kopi telah berubah. Kopi bubuk dianggap sudah masa lampau. Kopi yang sebelumnya hanya dikenal sebagai minuman berkembang menjadi gaya hidup. Cara berjualan kopi pun diubah tidak hanya sebatas menjual produk, tetapi juga mendekatkan dengan konsumen antarpencinta kopi.
Merangkul anak-anak muda, menciptakan salah satu ruangannya menjadi semacam galeri kecil untuk memajang biji-biji kopi dari sejumlah wilayah di Nusantara.
Ruang "ngopi"
Sekarang, Dharma Boutique Roastery menjadi ruang bertemu anak-anak muda mencintai kopi. Seperti siang itu, Ulin bersama sejumlah temannya dari komunitas Kanca Ngopi berkumpul untuk icip-icip atau kerennya cupping kopi.
Bersama anak-anak muda inilah Dharma Boutique Roastery beradaptasi dengan zaman. Ulin, salah satu penggagas Kanca Ngopi, mengatakan, dari ngopi muncullah diskusi kecil antaranggota dengan latar belakang yang berbeda.
”Di tempat ini kita bisa diskusi membahas apa saja, termasuk merintis usaha kecil dari beranda rumah,” katanya. Dahulu Pabrik Kopi Margoredjo hanya memproduksi kopi, tetapi sekarang sebagai tempat mengenang sejarah dan melahirkan ide-ide segar dari ”generasi zaman now”.
”Kopi sekarang bukan hanya minuman, melainkan juga gairah untuk bereksperimen dalam menciptakan setiap kekhasan rasa,” kata Basuki.