JAKARTA, KOMPAS — Peredaran narkoba jenis baru, pentilon (pentylone) di Tanah Air terungkap setelah Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat menangkap empat tersangka pengedar pentilon di dua lokasi, Jumat (9/3).
Peredaran pentilon yang ditetapkan sebagai narkoba jenis baru oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2017 dikendalikan seorang terpidana kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang, Banten, sejak tahun 2016.
Kepala Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Hengky Haryadi, Rabu (14/3), mengatakan, awalnya polisi menangkap YY (40) dan TS (42) di Tamansari, Jakarta Barat, saat hendak bertransaksi sabu.
Selanjutnya, polisi menangkap RY (32) di Petojo Utara, Jakarta Pusat, dengan barang bukti hampir 289 gram sabu. Dari ketiga tersangka, sesuai keterangan Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Suhermanto, terungkap bahwa narkoba berasal dari NV (28). NV dikendalikan terpidana JB yang mendekam di LP Tangerang.
”NV adalah istri YY. Saat ditangkap di rumahnya di Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, kami menemukan 40 kapsul pentilon yang belum terjual di kamar keponakannya yang masih di bawah umur. Sebelum terjual, jumlahnya 500 kapsul. Mereka menjualnya Rp 500.000 per butir,” kata Suhermanto.
Selain itu, polisi menyita 81,69 gram sabu. Sabu dan pentilon diedarkan di Jakarta Barat dan Jakarta Timur.
Menurut Hengky, pentilon menyebabkan pengonsumsinya mengalami euforia, berhalusinasi, dan susah tidur (insomnia). ”Mengonsumsinya dengan cara membuka kapsul dan menabur bubuk pentilon ke segelas air mineral. Dalam hitungan menit, pentilon bereaksi,” ujarnya.
Para tersangka dijerat Pasal 114 Ayat (2) subsider Pasal 112 Ayat (2) juncto 132 Ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009, Permenkes No 58/2017 tentang Narkotika dan juga soal Perubahan Golongan Narkotika yang ancaman hukumannya 20 tahun penjara.
Berpikir seperti pelaku
Psikiater pencandu narkoba, Danardi Sosro Sumihardjo, mengatakan, pentilon tergolong zat stimulans yang digunakan hanya untuk riset. ”Bukan untuk dikonsumsi dan bukan untuk pengobatan medik,” katanya.
Kriminolog UI, Kisnu Widagso, mengingatkan, pasar narkoba di Indonesia telanjur besar. Dengan bermacam inovasi, pelaku akan menciptakan produk baru yang efeknya sama, tetapi bisa terhindar dari jeratan hukum.
Penegak hukum, menurut Kisnu, harus bisa berpikir seperti pelaku sehingga bisa menentukan strategi memerangi mereka yang selangkah lebih maju. (WIN)