Ambon Menargetkan Jadi Kota Musik Dunia Tahun 2019
Oleh
Frans Pati Herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah pusat mendukung upaya untuk mewujudkan Kota Ambon sebagai ”Kota Musik Dunia” pada tahun 2019. Salah satunya adalah dengan mendorong pembangunan infrastruktur musik, seperti sekolah musik, gedung pertunjukan, dan studio rekaman, serta menggelar kegiatan musik berskala internasional.
Bambang menyampaikan hal tersebut saat berdialog dengan sejumlah wartawan dan juga ketika meresmikan studio rekaman di Universitas Pattimura (Unpatti) dan gedung pergelaran musik di Institut Agama Islam Negeri Ambon. Peresmian kedua tempat itu berlangsung di Kampus Unpatti, Ambon, pada Sabtu (17/3).
Hadir dalam kegiatan itu sejumlah pejabat, antara lain Penjabat Gubernur Maluku Zeth Sahuburua, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy, dan Rektor Unpatti. Bambang juga memboyong puluhan wartawan parlemen ke Ambon untuk memperkenalkan Ambon sebagai kota musik.
Menurut Bambang, Maluku kaya akan potensi bermusik dan tarik suara. Potensi itu kemudian diasah salah satunya melalui gereja. Banyak penyanyi kenamaan di Indonesia lahir dari Maluku. Ada Bob Tutupoly yang menjadi penyanyi sejak era Presiden Soekarno hingga saat ini, juga ada bintang-bintang muda seperti Glenn Fredly.
Ambon telah dicanangkan menjadi Kota Musik Dunia pada Oktober 2016. Setelah pencanangan itu, sejumlah persiapan dilakukan, termasuk membangun studio rekaman di Unpatti dan gedung pergelaran musik etnik di Institut Agama Islam Negeri Ambon.
Ke depan, infrastruktur penunjang kota musik seperti sekolah musik dan gedung konser harus dibangun. ”Kami akan mendukung Ambon menuju Kota Musik Dunia lewat anggaran. Kami menunggu usulan dari pemerintah, dalam hal ini Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif). Kita dorong agar tahun 2019 Ambon menjadi Kota Musik Dunia,” ujarnya.
Ia berharap, Pemerintah Kota Ambon menggandeng sejumlah pihak untuk menggelar kegiatan musik bertaraf internasional. Pada 7-9 Maret lalu, di Ambon digelar Konferensi Musik Indonesia yang dihadiri ratusan musisi Tanah Air. Itu merupakan Konferensi Musik Indonesia yang pertama kali digelar. Para musisi pun mendukung Kota Ambon sebagai kota musik.
Musisi etnik Maluku, Rence Alfons, mengatakan, langkah yang harus diambil segera adalah melalui sektor pendidikan. Dunia pendidikan perlu memberikan ruang untuk materi musik.
”Selama ini ada paradigma yang keliru. Anak yang hebat bermain musik tidak dihitung. Yang dianggap pintar itu kalau menguasai matematika,” ujar Rence yang juga pengurus Ambon Music Office, lembaga yang dibentuk untuk menyiapkan Ambon menuju Kota Musik Dunia.
Musikuntuk perdamaian
Kolaborasi musik di Ambon kini kerap dimainkan sebagai media untuk menyampaikan pesan damai. Kolaborasi dimaksud biasanya antara umat Islam dan Kristen yang memainkan rebana dan trompet. Kolaborasi bahkan dilakukan dalam ritual agama tertentu.
Dalam catatan Kompas, pada Desember 2017, pemuda Muslim dari kawasan Tanah Lapang Kecil memainkan rebana berpadu tiupan trompet pemuda Kristen di halaman Gereja Protestan Maluku Rehoboth. Kolaborasi itu untuk memulai persiapan Natal 2017.
Pada malam takbir menjelang Idul Fitri tahun 2016, pemuda Kristen dari Desa Soya mengiringi gema takbir di Masjid An Nur Batumerah. Pemain toto buang yang notabene pemuda Kristen dengan lancar memainkan irama dan nada lagu rohani Islam seperti Shalawat Nabi. Toto buang berupa gong kecil seperti gamelan.
”Bagi kami, umat Islam di Maluku, kolaborasi itu tidak mengganggu keimanan kami,” ujar Abidin Wakano, ustaz yang kini menjabat Ketua I Majelis Ulama Indonesia Provinsi Maluku. Abidin menyampaikan hal itu pada saat menjadi pembicara dalam Konferensi Musik Indonesia.