JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian mengungkap pencurian data elektronik dengan menangkap empat warga asing dan seorang warga Indonesia. Dalam jaringannya, para tersangka ini bertugas di bidang operasional. Kepolisian masih mencari pihak yang menjadi penyedia alat dan peranti lunak sebagai alat penunjang kejahatan ini.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, di Jakarta, Sabtu (17/3), menyatakan, kelima tersangka ini terdiri dari satu warga Hongaria (FH), 3 warga Romania (IRL, LNM, dan ASC), serta satu warga Indonesia (MK).
Kelima tersangka ini ditangkap di tempat berbeda. FH dan MK ditangkap di Lombok, sedangkan IRL, LNM, dan ASC ditangkap di Tangerang Selatan.
Komplotan ini beroperasi sejak Juli 2017. Mereka mencuri dan memalsukan 1.480 kartu dari 64 bank yang terdapat di beberapa kota, antara lain Bali, Lombok, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Dari seluruh kartu, 88 persen adalah bank asal Indonesia. Kerugian masih belum terdeteksi, tetapi diyakini miliaran rupiah telah dicuri melalui aksi ini.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta menjelaskan, komplotan ini terbagi dalam tiga kelompok, yaitu penyedia alat, pemasang alat, dan kelompok yang mentransfer uang. Tersangka yang ditangkap bertugas di bagian operasional, yaitu kelompok pemasang alat, dan penarikan uang.
Nico menyatakan, kepolisian saat ini masih mencari kelompok penyedia peralatan untuk pencurian data. Peralatan yang dijadikan barang bukti ini didapatkan di luar negeri dan lolos dari pengawasan karena bukan termasuk golongan berbahaya.
”Kami akan bekerja sama dengan Interpol untuk mencari kelompok 1 (penyedia) ini karena semua barangnya berasal dari luar negeri. Ke depan, kami juga akan bekerja sama dengan pihak imigrasi. Pihak perbankan juga dibutuhkan untuk menelusuri pencurian data ini,” tuturnya.
Perwakilan dari Bank Indonesia (BI), Eva Aderia dari Departemen Survaillance dan Sistem Keuangan BI, menyatakan akan bekerja sama untuk mengusut tuntas kasus ini. BI juga menjamin nasabah yang menjadi korban kasus ini akan mendapat ganti rugi.
Eva mengingatkan pihak perbankan untuk meningkatkan keamanan data perbankan agar tidak mudah dibobol pihak yang tidak bertanggung jawab.
”Untuk kartu ATM, kami mendorong perbankan untuk menggunakan sistem cip karena lebih aman dibandingkan magnetic strip,” ujarnya.
Cara kerja
Barang-barang bukti yang ditemukan menggambarkan modus operasi atau cara kerja komplotan ini dalam mencuri data elektronik dari korban. Di antara barang bukti yang dipamerkan dalam rilis media ini, ada alat berupa deep insert skimmer, yaitu alat untuk menyalin data ATM korban yang dimasukkan ke dalam mesin ATM, PIN connector, dan kamera intai.
Pencurian data elektronik dari komplotan tersangka ini menggunakan metode skimming atau mencuri data nasabah melalui mesin ATM yang dimodifikasi pelaku. Saat korban memasukkan kartunya ke mesin ini, seluruh data yang ada di dalam kartu akan disalin dari magnetic strip yang terdapat pada kartu ATM.
Data ini digunakan untuk menggandakan kartu ATM. Kamera pengintai diletakkan di tempat yang bisa memantau korban saat memasukkan PIN. Jadi, setelah menggandakan kartu, mereka menggunakan PIN tersebut untuk mengakses rekening. Jika mereka berhasil, uang di dalam rekening akan ditransfer atau digunakan untuk membeli bitcoin atau mata uang digital.
”Dari rekening yang ada, mereka mentransfer ke tempat lain atau membeli bitcoin sehingga sulit untuk ditelusuri aliran keuangannya,” ujar Nico.
Waspada dalam transaksi
Agar tidak menjadi korban pencurian data elektronik ini, Argo mengimbau masyarakat lebih waspada dalam menggunakan ATM. Ia menjelaskan, mesin ATM yang rawan dijadikan sasaran skimming biasanya terdapat di tempat sepi, jauh dari bank penyedia, dan tidak memiliki petugas keamanan.
”Sebaiknya hindari mesin ATM yang jauh dari pengamanan. Lalu, jangan pernah memberikan data penting yang bersifat pribadi, seperti PIN ATM, kepada siapa pun,” lanjutnya.
Eva berharap masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Jika ada aktivitas yang mencurigakan di sekitar mesin ATM, masyarakat dianjurkan untuk melapor kepada petugas keamanan terdekat.
”Biasanya, orang bertransaksi di ATM hanya satu hingga dua menit. Jika ada yang lebih dari itu, dan mereka masuk berkelompok, hal itu patut dicurigai,” katanya.