SYDNEY, KOMPAS — Sepuluh negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara akan memasuki babak baru sejarah hubungan kerja sama dengan Australia. Pergeseran titik gravitasi pertumbuhan ekonomi global dari Amerika dan Eropa di kawasan Atlantik ke Asia di Pasifik diharapkan bisa menjadi momentum membangun kerja sama yang saling menguntungkan.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2017 ASEAN, yang terdiri atas Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina Myanmar, Vietnam, dan Laos, itu mencapai 4,9 persen. Kawasan dengan populasi 637,95 juta jiwa, yang 257 juta orang di antaranya penduduk Indonesia, atau 8 persen dari populasi penduduk dunia, membuat ASEAN tumbuh menjadi magnet ekonomi baru.
Saat berbicara di depan Forum CEO Konferensi Tingkat Tinggi Khusus ASEAN-Australia, Sydney, Australia, Sabtu (17/3), Presiden Joko Widodo mengajak pengusaha Australia berinvestasi di ASEAN. Indonesia sendiri tengah gencar membangun infrastruktur jalan, rel kereta api, bandara, dan pelabuhan yang akan meningkatkan konektivitas dan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah.
”Poros perekonomian dunia sedang bergeser dari Atlantik ke Pasifik, pertumbuhan ekonomi tertinggi saat ini ada di Asia Pasifik. Lalu, siapa yang tepat berada di tengah-tengah Asia Pasifik, adalah ASEAN,” kata Presiden Jokowi.
Letak ASEAN yang berada di tengah, di antara India, Asia Tengah, dan Timur Tengah berada di sebelah barat, kemudian Tiongkok, Korea, dan Jepang di sebelah utara, serta Australia dan Selandia Baru di sebelah selatan, membuat ASEAN menjadi kawasan strategis.
Saat ini, ASEAN memiliki produk domestik bruto (PDB) mencapai 2,72 triliun dollar AS tahun 2017 dengan pendapatan per kapita 25.322 dollar AS per tahun.
Pertumbuhan populasi di ASEAN, terutama Indonesia, yang pada 2030 akan menikmati bonus demografi karena mayoritas penduduk berusia produktif, akan meningkatkan konsumsi rumah tangga yang harus dipenuhi dunia usaha.
Pertemuan bilateral
Hal ini pula yang menjadi salah satu topik pembicaraan Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull dalam pertemuan bilateral di KTT Khusus ASEAN-Australia. Dalam pertemuan tertutup itu, Presiden Jokowi menyambut baik hasil pertemuan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dengan Menlu Australia Julie Bishop dan Menhan Australia Marisa Payne, Jumat (16/3), tentang penandatanganan rencana aksi kerja sama kemaritiman di antara kedua negara.
”Saya berharap penandatanganan rencana aksi kerja sama maritim dapat segera diimplementasikan. Kedua menlu juga sudah melakukan tukar pikiran mengenai konsep arsitektur kawasan Indo-Pasifik. Saya berharap konsultasi mengenai Indo-Pasifik dilanjutkan demi terciptanya stabilitas, perdamaian, dan kesejahteraan di kawasan Indo-Pasifik,” kata Presiden.
Saya berharap penandatanganan rencana aksi kerja sama maritim dapat segera diimplementasikan.
Dalam pertemuan bilateral tersebut, Presiden didampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menlu Retno, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menhan Ryamizard Ryacudu, Mendag Enggartiasto Lukita, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong, Dubes RI untuk Australia Yohanes Legowo, serta Dirjen Kerja Sama Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Desra Percaya. Sementara PM Turnbull didampingi antara lain Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop.
Presiden selanjutnya membahas mengenai Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA), yang terakhir dibahas pada 6-7 Maret lalu. Mendag Enggartiasto Lukita terus melakukan pembicaraan secara intensif dengan mitranya dari Australia dalam negosiasi tersebut.
”Terdapat kemajuan, tetapi memang belum selesai semuanya. Hasil akhir negosiasi harus memastikan keuntungan bagi dua negara. Negosiasi ini jangan hanya dilihat dari aspek komersial saja, tetapi perlu pula menekankan kemitraan dan kerja sama,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden juga berharap Australia dapat memberikan tanggapan positif atas sejumlah usulan kerja sama. Kerja sama itu antara lain dalam urusan visa bekerja dan berlibur, pendidikan tinggi dan pelatihan vokasi, standar profesi, pengembangan industri dan pertanian, termasuk peternakan, serta program magang bagi pelajar ataupun profesional.
Isu bilateral ketiga yang dibahas adalah konferensi digital Indonesia-Australia. Presiden mengatakan, tindak lanjut atas konferensi yang telah terselenggara dengan baik harus segera dilakukan. Tindak lanjut itu termasuk dalam peningkatan peran usaha kecil menengah (UKM) start-up dalam mengembangkan inovasi digital, peningkatan literasi digital, dan inisiatif pemerintahan cerdas (smart government) untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.