Di tengah sorotan rendahnya mutu guru muncul gerakan memantik kesadaran para guru untuk berbenah dan tampil menjadi guru pembelajar, guru merdeka, atau guru berdaulat. Kesadaran untuk bangkit menjadi cahaya dalam gulita adalah sesungguhnya keniscayaan demi perubahan pendidikan nasional yang lebih baik.
Di Komunitas Guru Belajar (KGB), para guru senantiasa diajak mau belajar dari siapa saja dan dari mana saja, bahkan saling belajar antarsesama guru. Jika diadakan kegiatan lokakarya atau seminar untuk membekali kompetensi guru, para guru itu membuang jauh-jauh pikiran mengejar sertifikat dan uang transportasi. Kehadiran untuk bergabung dalam KGB atau datang dalam kegiatan komunitas benar-benar diharapkan untuk meningkatkan kemampuan sebagai guru merdeka.
Hampir lima tahun berdiri, KGB yang didukung Kampus Guru Cikal kini berkembang di 140 kabupaten/kota dengan melibatkan 13.000 orang. Muncul para penggerak yang merangkul para guru di daerah untuk mau keluar dari ”cap” guru malas.
Apalagi, sejak diberlakukan sertifikasi guru yang dimulai dengan sistem portofolio guru sejak 2005, ada fenomena guru memburu sertifikat. Tak sedikit guru yang rajin menghadiri seminar atau lokakarya pendidikan, tetapi bukan untuk menyerap materi dari narasumber.
Nunuk Riza Puji, guru SMA Negeri 1 Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, mengatakan, dirinya tertarik menjadi penggerak KGB Pekalongan. Dia gerah melihat keadaan itu, misalnya disuruh berangkat pelatihan, kok, materi yang disampaikan tidak berhubungan dengan kebutuhan mereka sebagai pendidik. Di kalangan guru, sering ada yang membahas soal sertifikat, soal uang transpor pelatihan, atau keluhan seputar kondisi hotel tempat pelatihan.
Menjawab hal itu, Nunuk terpanggil menggerakkan tumbuhnya KGB Pekalongan dari inspirasi KGB nasional. Tidak mudah mengajak rekan guru di sekolahnya membangun KGB. Akhirnya, Nunuk menemukan guru yang juga punya kebutuhan sama untuk tidak mau menjadi guru biasa-biasa saja.
”Kami berkumpul untuk saling belajar. Narasumber juga mulai dari kami para guru yang berbagi secara bergantian asal ada kesepakatan untuk saling menghargai,” kata Nunuk.
Di era digital, KGB dihidupkan melalui grup menggunakan aplikasi WhatsApp. KGB Pekalongan memiliki 256 anggota. Terkadang, ada seminar pendidikan daring di grup WA dengan memanfaatkan pertukaran narasumber dari jaringan KGB nasional.
Kini, KGB Pekalongan yang anggotanya lintas guru—dari pendidikan anak usia dini hingga menengah dan lintas sekolah—mampu menginspirasi guru lain. Ada undangan untuk berbagi ke sekolah lain, utamanya soal pembelajaran kreatif. Dengan semangat berbagi, makin banyak guru bergerak bersama untuk perubahan, tak ada tarif saat dipanggil menjadi pembicara.
Memperkaya wawasan
Para guru yang tergabung dalam KGB tiap tahun berkumpul bersama dalam puncak kegiatan Temu Pendidik Nusantara di Jakarta. Ada beragam kegiatan yang memperkaya wawasan dan kompetensi guru yang datang secara mandiri dari daerah.
Pada Temu Pendidik Nusantara 2017, para guru mendapat inspirasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang tidak tamat SMA, tetapi mampu menjadi sosok yang hebat. Susi menyebut salah satu faktornya karena dia mendapat kesempatan diajar guru yang inspiratif semasa sekolah.
Usman Djabbar, guru SMAN 20 Gowa, Sulawesi Selatan, mengatakan, banyak guru hebat yang berprestasi, tetapi minim keinginan berbagi. Kehadiran KGB di Makassar, Sulsel, pada 2016 dalam rangka mendorong semangat berbagi di kalangan guru agar maju bersama. ”Kami melawan miskonsepsi bahwa teman-teman guru selama ini dianggap tidak banyak tahu. Justru kami berangkat bahwa guru juga menjadi sumber pengetahuan di antara sesama guru,” kata Usman.
Titis Kartikawati, guru SDN 09 Sanggau, Kalimantan Barat, mengatakan, kendala jarak yang sering menghambat guru daerah terpencil mengakses narasumber hebat dan bermutu dalam mengakses metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif kini tak lagi menjadi alasan.
Lewat grup WA, para guru berbagi. Narasumber dari Komisi Pemberantasan Korupsi, misalnya, bisa dihadirkan dalam diskusi di grup WA untuk memberi pemahaman soal pendidikan antikorupsi. ”Guru mulai berani unjuk karya. Di grup mereka berbagi inovasi dalam belajar. Yang tidak tahu belajar dari yang sudah tahu duluan,” kata Titis.
Keakraban KGB juga dibangun dalam suasana santai. Temu darat pun sesekali dilakukan sambil rujakan dan bawa makan masing-masing agar semangat guru merdeka ”menular”.
Semangat membawa guru berubah untuk mengembangkan diri secara berkelanjutan juga menjadi komitmen Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Menurut Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi, komitmen belajar guru digerakkan kembali dengan disiapkannya PGRI Learning Center. Di sejumlah daerah, gedung guru PGRI dirancang menjadi pusat pembelajaran secara digital.
Pendiri Kampus Guru Cikal Najelaa Shihab, yang juga penggagas KGB, mengatakan, dukungan kepada guru untuk menjadi sosok guru merdeka berangkat dari pengalaman mendirikan Sekolah Cikal sekitar 10 tahun lalu. Ketika berbagi dalam peningkatan mutu guru di sekitar Sekolah Cikal, memberikan pelatihan peningkatan kompetensi ternyata tidak cukup.
Najelaa mengatakan, untuk menggerakkan perubahan, yang pertama adalah dari guru, dengan membantu terwujudnya guru merdeka belajar. Jika pelatihan kompetensi semata, hal itu tidak efektif karena tidak ada kemerdekaan, tidak tahu tujuan, dan tidak mandiri. (ESTER LINCE NAPITPULU)