Polisi belum berhasil meringkus seluruh komplotan pencuri data ribuan kartu ATM dari 13 bank di sedikitnya enam kota. Bank dan pemilik kartu ATM perlu waspada.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap sejumlah tersangka pelaku pencurian data mesin ATM di Serpong, Tangerang, dan di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun, kepolisian belum menemukan semua anggota komplotan, termasuk yang menyediakan peralatan dan peranti lunak sebagai penunjang kejahatan ini.
Kejahatan oleh sindikat ini diduga merugikan nasabah hingga miliaran rupiah. Mereka beraksi di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Tangerang, Bali, dan Lombok.
Saat ini, telah ditetapkan lima tersangka, empat di antaranya warga negara asing, yakni IRL, ASC, dan LNM (ketiganya warga Romania), sedangkan FH (warga Hongaria). Tersangka lain, MK, merupakan warga Bandung.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono di Jakarta, Sabtu (17/3), menjelaskan, IRL, LNM, dan ASC ditangkap di Tangerang Selatan, sedangkan FH dan MK ditangkap di Lombok.
Polisi menyita 1.480 kartu anjungan transaksi mandiri (ATM) yang telah diisi data curian dari 64 bank di 21 negara. Paling banyak adalah kartu ATM dari bank di Indonesia, yakni 1.314 kartu dari 13 bank. Adapun sisanya berasal dari bank di luar negeri antara lain Jerman, Australia, AS, dan Inggris. Turut disita alat untuk membaca data nasabah, kamera mini, modem, hard disk, bor listrik, solder, dan beberapa bagian mesin ATM.
Kasus ini terungkap berawal dari laporan nasabah yang jumlah saldonya berkurang, padahal tidak melakukan transaksi. Pihak bank lantas melapor ke polisi.
Data nasabah itu direkam kamera mini yang dipasang di tudung penutup tombol ATM. Adapun alat pembaca data dipasang di dalam lubang masuk dan keluar kartu ATM. Dengan cara ini, nasabah tidak sadar bahwa menggunakan mesin ATM yang telah dipasangi alat pencuri data. Komplotan hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk memasang kamera mini dan alat pembaca data.
Kamera mini dipasang di tudung penutup tombol ATM.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta mengungkapkan, tersangka tidak mengincar bank tertentu, yang penting datanya dapat dicuri dan nomor PIN diketahui.
”Kami sedang menyelidiki apakah komplotan ini terkait dengan hilangnya dana nasabah BRI di Kediri,” ujarnya.
Nico menyatakan, kepolisian masih mencari kelompok penyedia peralatan untuk pencurian data. Peralatan yang dijadikan barang bukti ini didapatkan di luar negeri, dan lolos dari pengawasan karena bukan termasuk golongan berbahaya.
”Kami akan bekerja sama dengan Interpol untuk mencari kelompok 1 (penyedia) ini karena semua barangnya berasal dari luar negeri. Ke depan, kami juga akan bekerja sama dengan pihak imigrasi. Pihak perbankan juga dibutuhkan untuk menelusuri pencurian data ini,” katanya.
Beroperasi sejak 2017
Sindikat yang tertangkap ini telah beroperasi di Indonesia sejak Oktober 2017. Mereka masuk ke Indonesia menggunakan visa turis. Nico menjelaskan, sindikat Eropa Timur itu terdiri atas tiga kelompok. Kelompok pertama adalah penyedia peralatan, tetapi kelompok ini tidak masuk ke Indonesia. Kelompok kedua memasang kamera mini dan alat pembaca data di mesin ATM. Kelompok ini juga bertugas mencari mesin ATM yang menjadi sasaran. Kelompok ketiga mengambil uang dan mentransfer.
Menurut Nico, data yang dicuri dipindahkan ke kartu-kartu ATM kosong. ”Mereka jarang mengambil uang dalam bentuk tunai, tetapi ditransfer dalam bentuk bitcoin untuk mempersulit penyelidikan. Uang tunai hasil kejahatan yang disita hanya Rp 70 juta. Mereka tinggal berpindah-pindah sehingga sulit dilacak keberadaannya.”
Tersangka MK mengaku tidak tahu kalau kegiatan orang-orang asing itu mencuri data nasabah bank. MK bertugas menukarkan uang rupiah ke euro.
BI jamin nasabah
Perwakilan dari Departemen Surveillance dan Sistem Keuangan Bank Indonesia (BI) Eva Aderia menyatakan akan bekerja sama untuk mengusut tuntas kasus ini. BI juga menjamin nasabah yang menjadi korban mendapat ganti rugi.
Eva mengingatkan pihak perbankan agar meningkatkan keamanan data perbankan supaya tidak mudah dibobol pihak yang tidak bertanggung jawab.
”Untuk kartu ATM, kami mendorong perbankan menggunakan sistem cip karena lebih aman dibandingkan magnetic strip,” ujarnya.
Direktur Perbankan Digital dan Teknologi Informasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Indra Utoyo mengatakan, ada sekitar 300 mesin ATM BRI yang terindikasi pernah dipasang alat tambahan untuk mencuri data oleh pelaku kejahatan.
”Kami prioritaskan penggantian kartu supaya nasabah lebih nyaman bertransaksi. Kartu lama dengan teknologi magnet akan diganti menggunakan kartu yang dilengkapi cip,” katanya di Bandung, kemarin.
Kartu teknologi magnet akan diganti dengan cip.
Sesuai tahapan yang ditetapkan BI, migrasi kartu dengan teknologi magnet ke kartu cip akan tuntas pada 2021. Namun, pencurian data nasabah menyebabkan BRI mempercepat proses migrasi. Tahap awal penggantian kartu diprioritaskan bagi nasabah yang bertransaksi di mesin ATM yang terindikasi pernah dipasang alat pencuri data.
Nasabah baru juga akan langsung mendapatkan kartu ATM dengan teknologi cip. Demikian juga dengan pemegang kartu kredit sudah dengan teknologi cip.
Sekretaris Perusahaan PT BRI (Persero) Tbk Bambang Tribaroto kepada Kompas menyampaikan, BRI memiliki petugas yang rutin mengecek mesin ATM. Namun, alat pencuri data ini sulit dideteksi. ”Skimmer itu diperkirakan dipasang secara acak dan dalam waktu singkat,” ujarnya.