Ziarah Laut Jawa, Mengenang Pertempuran Laut Terbesar di Nusantara
Salah satu pertempuran laut terbesar dalam Perang Pasifik (1941-1945) adalah Pertempuran Laut Jawa di utara Surabaya dekat Pulau Bawean dan Teluk Banten pada 27-28 Februari dan 1 Maret 1942. Ini adalah salah satu pertempuran antarmeriam permukaan dan torpedo kapal perang terbesar sejak Pertempuran Laut Jutland pada Perang Dunia I.
Dalam Pertempuran Laut Jawa, pelaut Sekutu dari pasukan pemukul gabungan asal Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia (ABDA) gugur dan tenggelam di Laut Jawa dalam pertempuran melawan armada Angkatan Laut (Kaigun) Kekaisaran Jepang.
Armada Jepang ini datang dari Makassar-Balikpapan di sisi timur Jawa dan Cam Ranh-Saigon menuju Banten di ujung barat Pulau Jawa. Lebih dari 2.100 pelaut sekutu, termasuk di dalamnya 220 pelaut asal Indonesia, gugur dalam Pertempuran Laut Jawa.
Armada ABDA dengan 14 kapal (9 di antaranya kapal perusak/destroyer) kalah jumlah melawan Kaigun yang mengerahkan 28 kapal (14 di antaranya destroyer). Armada Kaigun mengawal lebih dari 50 kapal angkut pasukan yang akan melakukan invasi darat di Merak, Banten, dan jumlah yang sama dikerahkan dalam pendaratan di Eretan Wetan, Indramayu, dan Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Pasukan ini memiliki tujuan utama menguasai Hindia Belanda atau Kepulauan Nusantara yang kaya sumber daya alam!
Dalam babak pamungkas Pertempuran Laut Jawa tersebut, meski tenggelam, HMAS Perth dan USS Houston menenggelamkan sejumlah kapal Jepang, seperti Ryujo Maru yang ditumpangi Panglima Tentara 16 Jepang Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, yang kelak menduduki Jawa. Sakura Maru, kapal yang mengangkut berbagai materi propaganda Jepang, termasuk rekaman lagu ”Indonesia Raya” versi rekaman di Tokyo, juga ditenggelamkan.
Setiap tahun, berbagai peringatan digelar pihak ABDA di masing-masing negara dan juga di lokasi pertempuran di utara Surabaya ataupun Teluk Banten serta di Makam Kehormatan (Ereveld) Kembang Kuning, Kota Surabaya.
Menziarahi Houston dan Perth
Pada 28 Februari 2018, ziarah kembali digelar Angkatan Laut Australia (Royal Australian Navy/RAN) dan Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy/USN) di Teluk Banten. Rombongan ziarah mendatangi titik tempat tenggelamnya kapal penjelajah AS, USS Houston, dan kapal penjelajah ringan Australia, HMAS Perth, di Teluk Banten dekat Pulau Panjang dengan menumpang kapal perang Australia HMAS Larrakia yang berpangkalan di Darwin.
Upacara diawali dengan kedatangan tamu VIP, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Panglima Armada RI Kawasan Barat Laksamana Muda (TNI) Aan Kurnia, dan Komandan Lantamal III Jakarta Kolonel Laut (P) Denih Hendrata. Para tamu ini diterima Kuasa Usaha Kedubes Australia Allaster Cox dan Wakil Duta Besar AS Erin Elizabeth McKee serta delegasi Atase Pertahanan Australia, Amerika Serikat, dan Komandan HMAS Larrakia.
Menjelang pukul 13.30 WIB, Komandan HMAS Larrakia Commander (setara letnan kolonel) Robert Woodall memerintahkan kapal berangkat meninggalkan dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta.
Kehidupan maritim dan angkatan laut memang erat dengan menjalankan berbagai tradisi, termasuk ziarah, dan penghormatan di lokasi pertempuran laut.
Saat meninggalkan alur Pelabuhan Tanjung Priok, Larrakia berpapasan dengan sebuah kapal TNI AL yang lebih besar. Larrakia pun menjalankan act of respect atau peran penghormatan. Para ABK dan perwira berdiri di sisi kapal yang berpapasan dengan kapal perang negara sahabat.
Kehidupan maritim dan angkatan laut erat dengan menjalankan berbagai tradisi, termasuk ziarah, serta penghormatan di lokasi pertempuran laut dengan korban jiwa para pelaut yang terkubur di dasar lautan.
Kembali ke peringatan ke-76 Pertempuran Laut Jawa, menjelang pukul 17.00 WIB, HMAS Larrakia mendekati titik tenggelamnya HMAS Perth di utara Pulau Panjang di Teluk Banten. Para pelaut dan tamu kehormatan bergerak ke buritan kapal.
Di bagian belakang kapal ini terpasang bendera RAN berwarna dasar putih yang mengacu pada panji AL Inggris ”White Ensign” dan foto pelaut HMAS Perth, David Manning (1923-2018). Manning adalah penyintas terakhir HMAS Perth yang masih bertahan hidup sebelum wafat awal tahun ini. Sebuah karangan bunga dipersiapkan untuk dilarung ke Laut Jawa.
Selain para pejabat Australia, AS, dan Indonesia, turut hadir George Hatfield Junior, anak dari Chief Petty Officer (Bintara Kepala) George Hatfield, yang ikut gugur, tenggelam bersama HMAS Perth tanggal 1 Maret 1942.
”Saya masih enam bulan di kandungan ibu ketika ayah saya gugur bersama teman-temannya di HMAS Perth. Saya lahir tanpa pernah mengenal ayah saya. Terima kasih saya sudah bisa berziarah setelah sekian puluh tahun,” kata Hatfield Junior sambil menyeka air mata saat memberikan sambutan.
Pelestarian situs
Ziarah dan peringatan 76 tahun Pertempuran Laut Jawa ini diwarnai kesedihan tersendiri mengingat sebagian besar bangkai kapal yang tenggelam dalam pertempuran tersebut telah dijarah secara liar oleh para pedagang besi loak beberapa waktu lalu.
Walau demikian, dalam sambutannya, Kuasa Usaha Kedubes Australia Allaster Cox memuji komitmen Pemerintah Indonesia untuk melestarikan situs Pertempuran Laut Jawa yang masih tersisa.
”Hari ini sudah disepakati kerja sama pelestarian situs Pertempuran Laut Jawa. Kita berterima kasih atas komitmen Pemerintah Indonesia. Ini bukan saja lokasi pertempuran, melainkan juga makam bagi ribuan pelaut yang gugur,” kata Cox yang fasih berbahasa Indonesia.
Seusai sambutan-sambutan, Atase Pertahanan Kedubes Australia Captain (setara kolonel) Matthew Brown memberikan uraian singkat tentang pengorbanan HMAS Perth dan awaknya. Selanjutnya dipanjatkan doa pelaut (naval prayer) yang dibacakan Lieutenant Commander (setara mayor) Robert Woodall.
George Hatfield Junior menutup dengan memory Perth. Karangan bunga pun diturunkan ke laut oleh Allaster Cox dan Kapten Matthew Brown seraya diiringi lagu kebangsaan Australia.
HMAS Larrakia kemudian bergerak ke lokasi berikut di dekat Pulau Panjang tempat tenggelamnya USS Houston. Ketika matahari terbenam, upacara kedua dimulai.
Commander (setara letkol) Greg Adams dari AL AS membuka acara dan diikuti pidato Wakil Dubes AS Erin Elizabeth McKee memuji perlindungan yang diberikan Pemerintah Indonesia terhadap situs-situs kapal perang yang tenggelam dalam Pertempuran Laut Jawa. ”Kami juga berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Banten yang juga turut membantu menjaga lokasi tersebut,” kata McKee.
Acara diikuti dengan pembacaan Mazmur Pelaut oleh perwakilan Marinir Amerika Serikat (USMC) untuk Indonesia, Letnan Kolonel Kahtryn Paik, yang diteruskan dengan melarung karangan bunga yang dilakukan Wakil Dubes AS Erin McKee, Menteri Susi Pudjiastuti, dan Atase Laut Kedubes AS Commander Greg Adams.
Upacara dilakukan saat langit diwarnai semburat jingga matahari terbenam dan pesisir pantai Bojanegara, Banten, terlihat jelas hanya sekitar 15 kilometer dari lokasi. Upacara diakhiri dengan menyanyikan lagu kebangsaan AS, ”Star Spangled Banner”, yang berlangsung khidmat.
Seusai upacara, Menteri Susi Pudjiastuti mengingatkan makna penting Pertempuran Laut Jawa bukan saja bagi negara-negara ABDA dan Jepang, melainkan juga Indonesia. ”Ini lokasi pertempuran, kepahlawanan, dan makam perang. Kita sebagai bangsa beradab tentu menghargai. Pertempuran ini juga membuktikan nilai strategis wilayah Indonesia yang diperebutkan berbagai bangsa,” kata Susi.
Upaya melindungi bangkai kapal perang yang notabene juga merupakan makam perang yang dihormati memang penting. Iwan Hermawan, jurnalis yang menyelam di lokasi tenggelamnya USS Houston tiga tahun silam, mengatakan, sebagian dari badan kapal sudah dijarah orang tidak bertanggung jawab.
Adapun Sigit Rahardjo, mantan Redaktur Pelaksana Harian Kontan yang aktif dalam kegiatan memancing ikan di berbagai wilayah perairan Indonesia, mengatakan, dirinya tidak menyadari salah satu lokasi favorit memancing tersebut ternyata berada di dekat bangkai USS Houston dan HMAS Perth.
”Titik-titik lokasi ziarah ini memang banyak ikannya. Orang setempat juga biasa mencari ikan di sini,” kata Sigit ketika ditunjukan foto koordinat lokasi ziarah Pertempuran Laut Jawa di Teluk Banten.
Bernilai strategis
Sebagai lokasi ziarah dan situs bersejarah, upaya pelestarian memang penting dan bernilai strategis dalam hal diplomasi dan pengembangan pariwisata sejarah, seperti di Hawaii, Hiroshima, Nagasaki, Battle Box Singapura, Correigidor di Manila, rel kereta api maut di Thailand-Burma, dan berbagai situs Perang Dunia II di Pasifik yang menjadi daya tarik wisatawan dunia.
Sejak tahun 2016, Pemerintah Inggris, Belanda, Australia, dan Amerika mengajukan keluhan tentang adanya penjarahan bangkai-bangkai kapal perang yang tenggelam saat Pertempuran Laut Jawa.
Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Republik Indonesia, Moazzam Malik, dalam pembukaan pameran Pertempuran Laut Jawa di Museum Bahari, 28 Februari 2017, mengingatkan pentingnya merawat ingatan bersama tentang pertempuran besar yang pernah terjadi di wilayah Indonesia tersebut.
Selain ziarah di Laut Jawa, upacara mengenang Pertempuran Laut Jawa juga digelar di daratan, seperti di Kota Surabaya. Salah satu tradisi dalam ziarah di Kembang Kuning adalah membunyikan lonceng dari kapal perang Belanda HNLMS Java.
Setelah pemukulan lonceng yang diselamatkan dari dasar laut tempat kapal Java tenggelam, para peziarah mendatangi monumen yang berisikan nama 915 pelaut Koninlijk Marine (KM), termasuk 220 pelaut Indonesia dari berbagai daerah di Nusantara.
Jan Marten Doorman, cucu langsung dari Schout bij Nacht-Laksamana Muda Karel Doorman, beberapa tahun silam, bersama Kompas berziarah di Kembang Kuning dalam peringatan Pertempuran Laut Jawa.
Karel Doorman adalah pemimpin pasukan gabungan ABDA pada saat Pertempuran Laut Jawa. Ia tewas di dalam kapalnya, HNLMS De Ruyter, yang tenggelam dalam pertempuran tersebut.
Jan Doorman yang seorang direktur perpustakaan Universitas Wagenningen, Belanda, memberikan foto-foto kakeknya dari masa kanak-kanak, semasa dinas, serta foto rumah di Surabaya yang secara khusus dicari dan ditemukannya.
Potensi wisata sejarah
Berbagai bangunan tua dan lokasi-lokasi terkait para pelaut dan prajurit Amerika, Inggris, Belanda, Australia, dan Jepang yang berhadapan dalam Perang Dunia II tersebut sebetulnya masih banyak yang bisa dieksplorasi dan dikembangkan untuk kepentingan pelestarian sejarah dan pariwisata.
Semisal kompleks Hotel Borobudur di Jakarta adalah lokasi Batalyon X Infanteri KNIL yang dikenal sebagai Bicycle Battalion dan dijadikan Kamp Tawanan Perang Sekutu oleh Jepang. Di lokasi tersebut, para pelaut yang selamat dari USS Houston dan HMAS Perth serta anggota pasukan Sekutu Blackforce yang selamat dari Pertempuran Leuwiliang ditawan Jepang di Batavia semasa pendudukan Jepang.
Demikian pula berbagai situs di Serang, Bogor, Cililitan-Lanud Halim Perdanakusuma, Kota Tua Jakarta, Kota Bandung yang terkait dengan Pertempuran Laut Jawa serta perang darat pasukan ABDA di Jawa Barat dapat dilestarikan dengan diberikan penanda.
Tradisi Angkatan Laut Amerika Serikat memasang meja dengan bendera AS, MIA-POW (personel hilang dan tawanan perang), Alkitab, garam, dan jeruk limau untuk mengenang para pelaut dan marinir yang hilang, termasuk dalam Pertempuran Laut Jawa, dapat menjadi gimmick untuk menarik wisatawan Sejarah Perang Dunia II di Jakarta dan kota-kota besar yang pernah menjadi pangkalan Angkatan Laut ABDA di Nusantara.
Tradisi memasang plakat, peletakan bunga, dan ziarah pada hari-hari peringatan Amerika, Inggris, Belanda, Australia, dan Jepang dapat dilakukan serta perawatan dikerjakan bersama dengan anak-cucu para veteran perang serta negara asalnya.
George Hatfield Jr mengaku senang seandainya ada tempat ziarah di darat yang terkait dengan para pelaut HMAS Perth, entah di Jakarta ataupun di Surabaya. Berbagai tradisi angkatan laut di Inggris, Amerika Serikat, Belanda, dan Australia dapat menjadi daya tarik untuk mengembangkan wisata sejarah di Indonesia.
Memori dan ikatan emosional tersebut dapat menjadi penarik wisatawan datang ke Indonesia, semisal banyak tradisi di Angkatan Laut Belanda (Koninlijk Marine) berasal dari Indonesia. Dari segi perintah militer hingga menu makanan di AL Belanda yang setiap hari Rabu menghadirkan makanan Indonesia.
Bagi negara-negara yang kehilangan pelautnya dalam Pertempuran Laut Jawa, kepahlawanan dan makam perang di dasar Laut Jawa adalah kenangan dan kehormatan.
Sebaliknya bagi Indonesia, pertempuran antara Sekutu dan Jepang di Laut Jawa membuktikan makna geostrategis Kepulauan Nusantara sebagai Poros Maritim yang diperebutkan berbagai kekuatan besar dunia sejak jaman penjelajahan Portugis-Spanyol abad ke-16 hingga kini kontestasi antara Amerika Serikat dan China di kawasan. Bagaimanapun, historia magistra vitae, sejarah adalah guru kehidupan.