MALANG, KOMPAS KH Hasyim Muzadi, pendiri Pondok Pesantren Al Hikam, yang berpulang setahun lalu, meninggalkan keteladanan yang patut dicontoh oleh umat. Sepanjang hidupnya, tokoh Nahdlatul Ulama itu memberikan sumbangsih tenaga dan pikirannya untuk masyarakat, bangsa, negara, dan agama.
”Beliau (KH Hasyim Muzadi) sejak muda sudah berusaha berbuat sesuatu, tak hanya untuk kepentingannya saja, tetapi juga kepentingan masyarakat, bangsa, negara, dan agama. Itu dilakukan sampai dia meninggal,” ujar tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH M Tholchah Hasan, di sela-sela peringatan haul pertama KH Hasyim Muzadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hikam, Malang, Jawa Timur, Minggu (18/3).
KH Hasyim Muzadi meninggal akibat sakit pada 16 Maret 2017 di Malang. Jenazahnya dikebumikan di Ponpes Al Hikam Depok, Jawa Barat. Haul pertama KH Hasyim Muzadi itu dihadiri sekitar 2.000 orang. Selain Tholchah Hasan, hadir pula Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, para kiai, pengurus cabang NU, dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kota Malang.
Menurut mantan Menteri Agama Kabinet Persatuan Nasional tersebut, kalau kita semua bisa berbuat seperti apa yang dilakukan Hasyim Muzadi, dampaknya bagus untuk bangsa. Apa yang telah dilakukan oleh mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu merupakan pelajaran yang baik bagi semua orang. ”Itu harus dicontoh dan dilanjutkan oleh umat yang ada sekarang,” papar Tholchah yang sebelumnya juga memberikan tausiah pada acara itu.
Khofifah menambahkan, KH Hasyim Muzadi selalu menyampaikan tentang bangunan kehidupan masyarakat yang baik. Sepekan sebelum meninggal, kepada Khofifah, almarhum menyampaikan agar tak lupa tiga hal yang menjadi akar NU, yakni membangun moderasi, toleransi, dan keseimbangan.
Almarhum mengajarkan kader untuk menginternalisasikan nilai-nilai moderasi dan nilai keseimbangan dengan mengajak siapa pun untuk tak terbawa radikalisme. ”Bagaimana sikap moderat dibangun, sikap saling memberikan pemahaman satu dan lainnya, tak mudah prejudice (berprasangka), pretensi akan sesuatu yang beda dengan pikiran dan jalan pikiran kita,” katanya.
Di mata Khofifah, KH Hasyim Muzadi juga sering berpikir out of the box. Almarhum membangun komunikasi, dialog, dan interaksi dengan berbagai pihak. Almarhum sering dipanggil untuk menyelesaikan konflik, termasuk konflik yang terjadi di luar negeri. KH Hasyim Muzadi juga dianggap sosok pendamai, baik di internal umat maupun antarumat beragama.
Menurut Khofifah, KH Hasyim Muzadi meniti perjuangan di tubuh NU sejak dari lini bawah, yakni pengurus ranting sampai pengurus besar. ”Semoga Allah akan melahirkan sosok seperti dia yang bisa menjadi referensi bagaimana membangun hidup harmoni, internal, ataupun antarumat. Bagaimana menempatkan NU jadi bagian instrumen untuk menjadikan Islam rahmat bagi semesta. Hadirnya Islam sebagai juru damai, bagian dari penyemai kasih, dan format itu selalu (KH Hasyim Muzadi) dikumandangkan,” katanya.
Salah satu putra almarhum, KH Abdul Hakim Hidayat, mengatakan, salah satu yang ditekankan oleh ayahnya ialah setiap orang harus siap hidup dengan segala konsekuensinya untuk masa datang yang lebih baik. ”Santri dan anak-anaknya dididik untuk tidak sekadar menjadi penikmat hidup, tetapi juga menciptakan peluang,” katanya.