Kekurangan Guru Produktif SMK Hambat Penguasaan Kompetensi Siswa
Oleh
Ester Lince napitupulu
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS -- Kekurangan guru produktif di SMK menghambat upaya mempersipkan kompetensi siswa kejuruan. Padahal, SMK menjadi tumpun untuk dapat menyiapkan tenaga kerja terdidik dan terampil.Guru produktif SMK yang diangkat dari program keahlian ganda untuk guru umum dinilai belum mampu menjawab kebutuhan sekolah. Sementara itu, tidak mudah untuk mendapatkan guru produktif karena tawaran besaran honor hanya di kisaran upah minimum regional daerah.
Keluhan tentang kurangnya guru produktif di SMK disampaikan sejumlah pimpinan SMK di Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam acara bimbingan teknis persiapan Lomba Kompetensi Siswa (LKS) di Mataram akhir pekan lalu. Di acara penutupan bimbingan teknis yang digelar Direktorat Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut hadir Direktur Pembinaan SMK M Bkrun dan Sekretaris Daerah NTB Rosyadi H Sayuti.
Guru produktif semakin berkurang karena tidak ada penggantian bagi guru yang pensiun maupun yang menjadi pejabat.
"Terobosan keahlian ganda kami rasakan belum bisa menjawab kebutuhan kurangnya guru produktif. Standar kompetensinya sebagai guru produktif masih jauh dari yang diharapkan. Jadi, kami masih ragu-ragu memberi jam," kata Kepala SMKN PP Mataram (bidang pertanian) Sugiarta.
Menurut Sugiarta, pemerintah provinsi memberi lampu hijau bagi sekolah untuk mengangkat guru produktif honorer. Namun, gaji yang ditetapkan mengikuti upah minimum regional (UMR). Besaran UMR di Kota Mataram berkisar Rp 1,8 juta per bulan.
Perlu terobosan
Sugiarta mengatakan, tidak mudah untuk merekrut sarjana produktif berkualitas untuk menjadi guru dengan gaji UMR. Mereka lebih tertarik ke industri. Sebaliknya, jika sekolah hendak merekrut dari tenaga di dunia usaha dan dunia industri (DUDI) ada kendala mereka tidak bisa fokus karena lebih mengutamakan pekerjaan di perusahaan.
"Kami berharap agar pemerintah bisa membuat terobosan dalam penyediaan guru produktif di SMK," kata Sugiarta.
Hendra Trisandi, guru nautika kapal perikanan dan niaga di SMKN 1 Keruak, Kabupaten Lombok Timur, mengatakan, dirinya mempunyai pengalaman sebagai pelaut. Karena sudah tidak melaut lagi, Hendra menerima tawaran jadi guru dan diangkat sebagai guru PNS pada 2005.
Minat siswa ke SMK kelautan sebenarnya tinggi. namun, dukungan penyediaan guru produktif tidak cukup.
"Saya satu-satunya guru produktif yang punya sertifikasi. Karena jadi andalan, saya susah untuk meninggalkan sekolah, padahal ada kesempatan untuk memperkuat kompetensi lagi," kata Hendra.
Sementara itu, Bambang Trisnanto, guru auto body repair di SMKN 6 Mataram, mengatakan, guru produktif di sekolahnya tinggal dua. Dua guru produktif yang meninggal dan pensiun tidak ada gantinya karena kompetensi ini belum banyak dikuasai guru otomotif.
"Sampai ada yang berseloroh kalau dua guru produktif di auto body repair jangan ada yang sakit, soalnya nanti tidak ada yang mengajar. Dengan terbatasnya guru produktif memang sulit karena kami jadi harus maksimal mengajar. Kami juga tidak tahu masa depan kelanjutan bidang auto body repair jika guru produktif baru tidak segera disiapkan, " katanya.
Kekurangan guru jadi masalah nasional. Di tingkat SMK, kekurangan guru produktif sudah menjadi perhatian dan diupayakan pemenuhannya.
"Guru keahlian ganda hanya solusi sementara mengatasi krisis. Namun, kita perlu optimalkan sambil menunggu pemenuhan guru produktif baru. Adapun Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyiapkan profesi pendidikan guru yang fokus untuk empat bidang vokasi unggulan, yakni pertanian, kelautan, pariwisata, dan industri kreatif," kata Bakrun.
Lomba kompetensi siswa
Bakrun mengatakan, penguasaan kompetensi siswa SMK menjadi hal penting yang harus diwujudkan dalam pendidikan menengah kejuruan. Apalagi SMK kini menjadi tulang punggung untuk penyiapan tenaga kerja yang terdidik dan terampil.
"Lebih dari 62 persen tenaga kerja saat ini lulusan SMP ke bawah. Tidak mungkin kita langsung bicara peningkatan SDM melompat ke perguruan tinggi. Yang realistis ya dengan memperbesar akses ke sekolah menengah, terutama SMK, untuk dapat menggantikan tenaga kerja yang didominasi SMP ke bawah," kata Bakrun.
Salah satu cara mendorong peningkatan kompetensi siswa SMK yakni lewat LKS yang rutin tiap tahun digelar. Para juri diambil dari dunia usaha dan industri (DUDI) untuk melihat langsung kompetensi siswa SMK di semua bidang lomba yang menyesuaiakan dengan kebutuhan DUDI.
"Ajang LKS harus bisa dijadikan sebagai promosi dari komitmen merevitalisasi SMK. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi SMK, perlu kita komunikasikan ke masyarakat dan DUDi jika SMK terus berbenah untuk menyiapkan lulusan yang siap bekerja. Bahkan, kini lulusan SMK kita dorong untuk berwirausaha dengan modal keterampiln yang dipelajari di sekolah, " ujar Bakrun.
Menurut Bakrun, gelaran LKS tiap tahun jangan hanya dianggap sebagai lomba semata. Tuntutan pembelajaran mesti bisajuga mengacu pada LKS yang sudah disesuaikan dengan tuntutan DUDI.
Direktur Pembelajaran, Kemenriatek dan Dikti, Paristiyanti Nurwardani mengatakan merekrut calon guru produktif untuk PPG tidak mudah. Dari target kebutuhan sekitar 3.500 orang, baru 75 orang yang terjaring.
"Kami akan proaktif untuk menarik minat sarjana jadi guru produktif. Terutama untuk memastikan di daerah 3T, ada tawaran beasiswa yang mulai kami dampingi sebelum lulus S1," kata Paristiyanti.