Sapardi Djoko Damono dan Tokoh-tokoh Usilnya
Esok pagi, 20 Maret 2018 pujangga senior Sapardi Djoko Damono genap berusia 78 tahun. Ia tetap produktif, karya-karyanya terus beranak-pinak.
Sapardi menyebut Raden Sarwono Hadi sebagai laki-laki yang sontoloyo dan bandel. Demikian pula, Pingkan, kekasih Sarwono, tak kalah liar dan sulit dihentikan.
Sarwono dan Pingkan adalah tokoh utama dalam Trilogi novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi. Novel ini lahir dari puisi legendaris Sapardi berjudul Hujan Bulan Juni (1989) yang kemudian bermetamorfosis menjadi lagu (1989), novel (2015-2018), dan film (2017).
"Sarwono tokoh sontoloyo, bandelnya minta ampun. Apalagi si Pingkan, dia tidak mau berhenti," ucap Sapardi, Jumat (16/3), di sela-sela peluncuran novel ketiga Trilogi Hujan Bulan Juni berjudul Yang Fana Adalah Waktu terbitan Gramedia Pustaka Utama di Auditorium Perpustakaan Nasionas RI, Jakarta.
Novel pertama trilogi ini berjudul Hujan Bulan Juni diterbitkan Juni 2015 lalu. Dua tahun berikutnya, Maret 2017, Sapardi meluncurkan novel kedua berjudul Pingkan Melipat Jarak, dan terakhir Yang Fana Adalah Waktu, Maret 2018.
Ketiga novel ini mengisahkan hubungan Sarwono dan Pingkan, sepasang kekasih yang menjalani hubungan di tengah perbedaan budaya dan agama. Lantunan cerita yang disampaikan dalam nuansa sajak menjadikan novel ini unik dan romantik.
Membiarkannya mengalir
Sapardi seolah-olah melepaskan tokoh-tokoh dalam novelnya untuk mencari sendiri cerita masing-masing. Ia tidak mengarahkan agar alur cerita berakhir di mana atau seperti apa, tetapi membiarkannya mengalir.
"Mereka tak mau diarahkan, setiap kali habis mengetik di komputer, saya mesti mencetaknya lalu mengoreksi, mencetaknya lalu dibaca kembali agar ada kompromi. Tokoh-tokoh ini tidak bisa dikendalikan," paparnya.
Setiap kali menulis, Sapardi membayangkan ada sebuah dialog imajiner antara dirinya dengan tokoh-tokoh dalam novelnya. Karena itulah, muncul ide gila lahirnya penyair fiktif bernama Raden Sarwono Hadi dengan buku kumpulan puisi berjudul Sajak-sajak Untuk Pingkan.
Buku kumpulan puisi ini menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dengan novel trilogi ketiga Hujan Bulan Juni, Yang Fana Adalah Waktu . Di bagian belakang buku itu ditulis, Sajak-sajak Untuk Pingkan ditulis oleh Raden Sarwono Hadi, peneliti dari sebuah universitas negeri ternama di Indonesia. Konon kabarnya, sajak-sajak itu terinspirasi dari kisah cinta Sarwono yang tidak jelas ending-nya dengan seorang perempuan yang berbeda latar belakang budaya.
Sapardi menyebut kumpulan puisi karya Sarwono itu sebagai cerita carangan atau cerita yang dikembangkan dari pakem seperti yang banyak terjadi pada kisah pewayangan. "Pingkan juga mau diterbitkan buku puisi karena dia punya catatan harian ketika pacaran dengan Sarwono. Demikianlah, novel-novel itu melahirkan karya-karya baru atau cerita carangan," ucap Sapardi.
Di usianya yang menginjak delapan dasawarsa, Sapardi justru semakin produktif berkarya. Novel-novelnya pun dikemas dengan bahasa-bahasa kekinian agar tetap aktual.
Musikalisasi puisi
Seperti sebelumnya, peluncuran novel trilogi ketiga Sapardi pekan lalu digelar dalam alunan musikalisasi puisi. Musikus spesialiasi penggubah syair, Umar Muslim kembali tampil dengan petikan gitarnya. Bersama pemain cello, Arini Kumara, Umar mengiringi Tatyana Soebianto atau Nana yang menyanyikan syair-syair Sapardi.
Mengawali peluncuran buku, Nana melantunkan puisi legendaris Aku Ingin yang selama ini telah menjadi semacam "lagu wajib" dalam setiap perhelatan perkawinan. Kali ini, lagu Aku Ingin yang dibawakan bukan aransemen Agus Arya Dwipayana, tetapi aransemen baru karya Umar.
Berikutnya, Umar bersama Arini berduet membawakan lagu berjudul Yang Fana Adalah Waktu. Perpaduan harmonis nan merdu gesekan cello elektrik Arini dan petikan gitar Umar menjadikan bulu kuduk hadirin merinding.
Dalam peluncuran novel ini, Sapardi tak ingin hanya duduk menyaksikan pertunjukan. Ia turut naik ke panggung bersama penyanyi Nyak Ina Raseuki (Ubiet). Diiringi musik dengan satu nada panjang, Ubiet bernyanyi sembari membaca novel, sementara itu Sapardi mendaraskan puisi. Sesekali mereka bergantian dan ada kalanya keduanya bertabrakan.
"Improvisasi ini kami sebut nyanyi baca," ujar Ubiet. Di penghujung acara, Nana bersama Umar dan Arini membawakan dua puisi Sarwono nomor 30 dan 33.