MAGELANG, KOMPAS- Indonesia menghadapi tiga ancaman global yang dapat merusak kekuatan negara dan bangsa. Tiga ancaman tersebut selain kejahatan siber, ancaman biologis, juga ancaman kesenjangan.
Saat memberikan ceramah kepada ratusan siswa SMA Taruna Nusantara di Magelang, Jawa Tengah, Senin (19/3), Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, kejahatan siber mudah terjadi karena setiap orang sudah terhubung dengan internet. Akhirnya, orang bisa dengan mudah menguasai atau memengaruhi orang lain dengan berita, termasuk berita bohong.
Semakin tingginya intensitas orang dengan internet, tambah Hadi, membuat negara mampu menguasai teknologi, dan akhirnya memiliki data pribadi menyangkut banyak orang.
Menurut Hadi, penguasaan teknologi, jika disalahgunakan, juga dapat menjadi ancaman biologis. Saat ini terlihat dari munculnya berbagai penyakit yang menyerang manusia, hewan, dan tanaman. Akibatnya, saat tertentu dapat terjadi wabah di banyak tempat pada waktu bersamaan.
”Agen-agen biologis saat ini banyak dilepas untuk menyebarkan penyakit tertentu. Maka, akhirnya muncul penyakit-penyakit buatan yang disengaja,” ujarnya.
Ancaman berikutnya adalah kesenjangan. Ancaman tersebut, tambah Hadi, muncul karena negara-negara yang menguasai teknologi akan menguasai dunia dengan semua keunggulan yang dimilikinya, mulai dari kekayaan alam hingga sumber energi. Dari sini muncul paham liberalisme dan kapitalisme.
”Perkembangan situasi dan paham liberalisme serta kapitalisme akhirnya berlanjut, berkembang memunculkan paham- paham lain, seperti radikalisme, ekstremisme, dan populisme,” kata Hadi.
Pengaruh globalisasi, lanjut Hadi, jadi sangat luar biasa karena masyarakat saat ini begitu sering menghabiskan waktu berkoneksi dengan internet. ”Sekitar 51 persen penduduk dunia saat ini terpaku di internet dan rata-rata dari mereka menghabiskan tiga perempat waktunya setiap hari untuk internetan,” katanya.
Untuk menghadapi dampak atau pengaruh buruk dari globalisasi ini, setiap warga Indonesia, termasuk generasi muda, harus memiliki karakter yang kuat sehingga imun dari pengaruh buruk. ”Kita harus punya mental ideologi Pancasila, dan bukan ideologi digital,” lanjut Hadi.
Layanan mandiri
Sementara itu, saat mengunjungi Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara (RSPAU) Dr S Hardjolukito di Bantul, Yogyakarta, Hadi mengatakan, pelayanan kesehatan, termasuk penyediaan obat-obatan secara mandiri, jadi prioritas operasional TNI. Untuk itu, kapasitas produksi lembaga farmasi TNI akan ditingkatkan untuk menopangnya.
Kepala RSPAU Dr S Hardjolukito, M Daradjat, mengatakan, rumah sakit masih butuh pasokan obat-obatan dari lembaga farmasi di luar TNI untuk memenuhi stok obat-obatan pasien. Ia menyambut baik komitmen Panglima TNI memenuhi kebutuhan obat layanan kesehatan TNI secara mandiri.