SEMARANG, KOMPAS - Indonesia menggenjot produk olahan kayu berkualitas, legal, dan lestari untuk membanjiri pasar dunia. Itu dilakukan dengan memanfaatkan koneksi bursa perdagangan kayu daring antarnegara sehingga memotong rantai perdagangan.
Sistem perdagangan kayu daring atau bursa kayu Indonesia (Indonesian Timber Exchange/ITE) e-commerce ini digarap Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia bersama perusahaan teknologi informasi asal Australia, PNORS Technology Group, sejak November 2017. Senin (19/3), ekspor perdana produk kayu yang diperdagangkan dengan memakai sistem ITE e-dagang dilakukan CV Indo Jati Utama di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Produk sebanyak dua kontainer senilai Rp 1 miliar ini dikirim ke Sacramento, California, Amerika Serikat. Jika ekspor produk dilengkapi dokumen V-legal ini tembus pasar AS, itu akan mendongkrak penjualan. Sebab, AS masuk 5 besar tujuan ekspor produk perkayuan Indonesia.
Menurut data Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) terkumpul secara daring sampai Maret 2018, Indonesia menerbitkan lebih dari 790.000 dokumen V-Legal, termasuk 52.000 Lisensi FLEGT tujuan Uni Eropa dengan nilai ekspor sekitar 45,37 miliar dollar AS. Di periode sama, Indonesia mengekspor produk kayu ke AS senilai 4,36 miliar dollar AS atau 9,61 persen dari total ekspor produk kayu Indonesia, didominasi produk mebel, kertas, panel, dan wood working.
“Kita (Indonesia) punya sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) menjamin legalitas dan kelestarian produk kayu dari Indonesia. Mutu barangnya bagus, tinggal menggenjot penjualan,” kata Indroyono Soesilo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), kemarin, pada acara ekspor perdana itu.
Kita (Indonesia) punya sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) menjamin legalitas dan kelestarian produk kayu dari Indonesia. Mutu barangnya bagus, tinggal menggenjot penjualan
Sistem perdagangan daring memertemukan kebutuhan penjual dan pengguna produk kayu, antardaerah dan antarnegara. Sistem langsung terkoneksi ini memotong perantara yang meraup untung atas perdagangan produk kayu. Contohnya, Singapura dan Malaysia dikenal sebagai sumber kayu merbau padahal jenis kayu itu asal Papua. Kayu-kayu itu diduga melalui negara itu lalu dijual ke negara lain.
Berbiaya mahal
Melalui sistem daring, rantai perdagangan berbiaya mahal bisa dihilangkan. Menurut Indroyono, 40 perusahaan pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan alam (logging) tergabung dalam Borneo Initiative ikut ITE e-commerce. Ini akan mendorong kelompok-kelompok bisnis kayu lain bergabung dalam perdagangan kayu dalam ITE e-commerce.
Gunawan Budikentjana, Direktur Utama CV Indo Jati Utama menyatakan sistem ini memudahkan penjualan. Selama ini, perusahaannya mengandalkan pameran berbiaya mahal untuk berpromosi, mengenalkan produk, dan mendapat pembeli. “Manfaatnya sudah kami rasakan,” kata dia.
Menurut Hudoyo, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang hadir dalam ekspor perdana mewakili menteri, sistem perdagangan ini bersifat sukarela. Dengan manfaat dan kemudahan yang didapat pengusaha, prospek ke depan sistem ini bisa berkembang jadi kebutuhan pengusaha, termasuk bidang kayu dan olahannya.
Sementara penyedia sistem ini, PNORS menyatakan bursa perdagangan kayu Indonesia adalah pasar elektronik. Sistem ini saling terkoneksi dengan bursa kayu di berbagai negara sehingga mempertemukan langsung kebutuhan dan permintaan pasar. “Masalah legalitas produk penting dan keharusan yang tidak bisa ditawar,” kata Richard Llewellyn, mewakili PNORS Technology Group.
Masalah legalitas produk penting dan keharusan yang tidak bisa ditawar
Sistem ini diklaim menghubungkan lebih dari 400 perusahaan di berbagai negara, termasuk Australia, Selandia Baru, AS, dan Indonesia. Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono berharap itu dikembangkan untuk pengelolaan hutan menyeluruh. “Dari aspek perencanaan, pengelolaan, pemrosesan, hingga pemasaran hasil hutan kayu olahannya, beserta monitoring dan evaluasi, semua secara online,” kata dia yang juga mantan Kepala Dinas Kehutanan Jateng.
Mengutip data Badan Pusat Statistik Tahun 2017, industri tekstil, kayu, dan barang dari kayu merupakan komoditas yang menopang ekspor Jateng. Pada Desember 2017, nilai masing-masing barang itu 237,85 juta dollar AS, 77,46 juta dollar AS, dan 57,87 juta dollar AS. Masing-masing memiliki pangsa pasar 42,31 persen, 16,18 persen, dan 10,88 persen terhadap total ekspor kumulatif Januari-Desember 2017 dengan pangsa pasar utama AS, Jepang, dan China.