Saat Anak-anak Sekolah di Desa Jawik Bertaruh Nyawa
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·5 menit baca
Kamis (15/3) sekitar pukul 12.15, beberapa siswa SD Ngeri 1 Jawik melewati titian yang lebih mirip tangga dirakit dari kayu dan bambu. Posisinya miring menuju tiang pilar penyangga jembatan yang terbuat dari beton. Disti Kumaya (8), harus menyembunyikan wajahnya ke perut dan pinggang ayahnya, Didik Supriyanto saat dituntun ayahnya melewati titian. Yuliani (10) pun digandeng ayahnya, Bambang.
Titian itu menghubungkan sisi sungai tebing barat ke beton penyangga jembatan di Desa Jawik, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur menuju sisi timur tembus ke Desa Kabalan. Separuh dari 24 meter panjang jembatan dengan lebar 4,23 meter itu telah hilang. Separuh jembatan lagi juga miring tergerus banjir bandang pada Sabtu (10/3) pekan lalu. Tiang beton penyangga sisi timur pun ambrol.
Sementara, jembatan darurat dari anyaman bambu yang dibuat warga sekitar 300 meter di selatan jembatan yang rusak juga hilang. Jembatan hanyut terseret arus bandang yang deras.
Khawatir keselamatan anaknya,Bambang yang tinggal di sisi timur jembatan pun menjemput anaknya Yuliani, siswa kelas IV. Ia menuntun anaknya melewati titian mirip tangga dan jembatan yang miring. Anak-anak lainnya, juga meniti dengan hati-hati. “Ya takut saja, sungainya kan dalam lebih dari 2 meter. Pagi saya antar sampai seberang sungai, pulangnya juga saya jemput di seberang sungai,” katanya.
Bahkan, Disti Kumaya, anak Didik Supriyanto menyembunyikan mukanya ke perut ayahnya karena ngeri dan takut. Didik pun harus menyisihkan waktu mengantarkan dan menjemput anaknya, di sela-sela kesibukannya bertani. “Ia kelas dua, masuknya jam 9, pulangnya sekitar jam 12,” ujar Didik.
Siswa lainnya Amel dan Rita menuturkan sebetulnya keduanya takut melewati jembatan itu. Tetapi, dua bocah itu memilih nekat, karena kalau jalan memutar sangat jauh. Keduanya memilih bertaruh nyawa melewati jembatan rusak itu.
Pagi saya antar sampai seberang sungai, pulangnya juga saya jemput di seberang sungai
Bukan hanya siswa yang direpotkan, warga pun kini harus memutar sekitar 7 kilometer untuk mengangkut hasil panenan. Jembatan itu biasanya juga dilewati mobil dan pikap pengangkut hasil panen.
Sejak jembatan ambrol di bagian penyangga di sisi barat sekitar Oktober 2017, mobil dan sepeda motor tidak bisa lewat. Dari luas panen seluas 2 hektar biayanya membengkak, dari sebelumnya sekitar Rp2,5 juta menjadi Rp juta. “Rumput atau jerami untuk pakan ternak pun harus dipikul atau dipanggul, tidak bisa pakai sepeda,” kata Rahmat Basuki, Kepala Dusun Jawik.
Rahmat berharap jembatan diperbaiki secepatnya. Ia merasa kasihan kepada anak-anak sekolah yang setiap hari menantang maut saat berangkat dan pulang sekolah. Kondisi jembatan dan titian sementara itu sangat membahayakan.
Warga dan orangtua biasanya antre menyeberangkan anak-anaknya. Itu terjadi sejak Senin lalu, setelah jembatan darurat dari bambu hanyut dua hari sebelumnya.
Menurut Kepala Desa Jawik Wasiyan, tim dari Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonenegoro sudah meninjau jembatan. Rencananya tim dari BPBD bersama warga secara gotong royong akan memperbaiki infrastruktur yang rusak dan menyiapkan jembatan darurat dari bambu sekitar 50 meter di selatan jembatan itu pada Selasa (20/3) ini.
Jembatan Jawik yang rusak terbuat dari kayu jati disangga dua pilar besar cor beton di tengah sungai. Juri, Kasdi dan Jayus dibantu warga lainnya berinisiatif membuat tangga darurat itu pada Senin (12/3) lalu. “Tujuannya agar siswa tetap bisa sekolah tanpa harus memutar,” kata Juri.
Titian itu dimaksudkan agar siswa tidak jauh memutar
Kasdi menambahkan jika tidak dibuatkan titian itu warga dan siswa harus memutar jauh hingga lebih 7 kilometer. Jarak antararumah warga ke sekolah yang biasanya ditempuh 10-15 menit bisa mencapai 30 hingga 40 menit.
Hal itu setidaknya dikatakan Hartini (32), warga yang tinggal di sisi barat jembatan. Biasanya ia mengantarkan adiknya, Adit yang sekolah di SMP Negeri 1 Tambakrejo dengan rute Jawik-Pipil-Bakalan-Ringin ayu tempat adiknya sekolah dengan waktu 10 menit dari jarak sekitar 2 kilometer.
Sejak sisi barat jembatan ambrol,ia haru menempuj rute, Jawik- Tanjung-Brabo-Sukorejo-Bakalan dengan waktu 30 menit. “Jaraknya sekitar 7 km. Jadinya lebih jauh. Kasihan kalau tidak diantar, adik saya pincang,” kata Hartini.
Bagi warga di sisi timur jembatan yang mau ke kantor desa dan siswa SD Negeri 1 Jawik mau sekolah bila takut melintasi titian, memutar lebih jauh sekitar 10 km. Mereka harus menempuh rute Jawik-Pipil-Bakalan-Sukorejo-Brabo-Gebang-Tanjung hingga akhirnya ke SD Negeri 1 Jawik.
Warga yang bisa mengendarai motor masih mendingan, meskipun harus memutar lebih jauh demi keselamatan jiwa. Tetapi bagi warga seperti Sami (52), tentu akan memilih diam di rumah. “Kalau saya punya anak atau cucu yang masih sekolah bisa-bisa bolos terus, karena tak ada yang mengantar. Selama ini, warga yang tidak bisa mengendarai motor menitipkan anaknya ke tetangga untuk mengantarkannya,” ujar Sami.
Harus Secepatnya
Semua warga, termasuk perangkat desa berharap jembatan segera diperbaiki agar siswa lebih nyaman dan aktivitas ekonomi warga segera pulih normal. Jika takut melintasi titian dan enggan memutar, sawahnya bisa terbengkalai. Setidaknya ada 300 keluarga yang terdampak. Kerusakan jembatan juga berdampak pada 120 siswa SD Neger 1 Jawik.
Jangan memaksa menyeberangi sungai melalui akses jembatan yang rusak, karena membahayakan
Jembatan Jawik-Kabalan di Kecamatan Tambakrejo yang rusak parah disapu bandang itu akan diperbaiki April mendatang. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bojonegoro Andi Tjandra menyebutkan pembangunan jembatan dianggarkan Rp 1 miliar dengan menggeser alokasi APBD 2008 dari jatah untuk perbaikan jembatan Bandungrejo, Kecamatan Ngasem. Pembangunan jembatan Bandungrejo didanai Pertamina Eksplorasi Produksi Cepu.
Jembatan Jawik sisi barat ambrol diterjang bandang Oktober 2017. Saat itu dilakukan perbaikan darurat dengan anggaran Rp 190 juta. Selagi proses pembangunan, terjadi banjir bandang lagi 23 Februari lalu, merusak bagian timur jembatan saat prosses kontruksi. Jembatan darurat dari bambu pun terseret arus saat banjir bandang kembali menyapu pada Sabtu (10/3) pekan lalu.
Ia meminta warga bersabar, alam sulit diprediksi. Pemkab Bojonegoro akan berupaya membuat warga tidak terisolasi dengan membuat jembatan darurat dari bambu secepatnya. “Demi keamanan kami imbau nantinya warga dan anak-anak memanfaatkan jembatan bambu. Jangan memaksa menyeberangi sungai melalui akses jembatan yang rusak, karena membahayakan,” kata Andi.