JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan biogas untuk penggunaan rumah tangga dapat membantu mengatasi kelangkaan listrik. Limbah rumah tangga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan biogas.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi menyatakan, bioenergi menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari sumber daya energi berkelanjutan jika dikelola baik. Salah satu limbah rumah tangga yang dapat digunakan untuk bioenergi adalah kotoran hewan.
Di Sumba, Nusa Tenggara Timur, masyarakat mulai menggunakan kotoran babi untuk diolah menjadi biogas. Sandra Winarsa, Project Manager Green Energy Hivos Southeast Asia, menjelaskan, masyarakat Sumba menggunakan kotoran babi sebagai bahan olahan untuk biogas karena sebagian besar masyarakat memelihara babi.
”Masyarakat Sumba menggunakan biogas untuk bahan bakar memasak dan tenaga listrik,” kata Sandra seusai forum diskusi German-Indonesia Renewable Energy di Jakarta, Selasa (20/3). Langkah ini ditempuh untuk mengatasi kelangkaan listrik di Sumba. Dari 156 desa di Sumba Timur, 86 di antaranya belum mendapat listrik (Kompas, 12/2).
Selain untuk mengatasi kelangkaan listrik, biogas dapat membantu masyarakat Sumba yang belum mendapatkan pasokan bahan bakar LPG (liquefied petroleum gas) untuk memasak. Sandra mengatakan, sebelum ada biogas, masyarakat Sumba memasak dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah.
Menurut Sandra, masyarakat Sumba memberikan respons baik adanya program biogas rumah yang dibangun oleh Hivos sejak 2011.
”Mereka senang karena dapat memasak dengan lebih cepat dan tidak bau serta adanya cahaya penerangan di malam hari. Sebelumnya, mereka mengandalkan petromaks sebagai alat penerangan,” ujarnya.
Sandra menuturkan, ampas dari olahan biogas digunakan masyarakat Sumba untuk pupuk organik. Ampas tersebut dihasilkan dari sisa kotoran hewan yang diolah di dalam mesin biogas digester.
Selain di Sumba, Hivos mengadakan program biogas rumah di sejumlah daerah lain, yaitu Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Per 28 Februari 2018, total ada 22.697 unit biogas rumah di seluruh wilayah tersebut.
Lebih stabil
Biogas dapat menjadi salah satu solusi bagi daerah yang belum mendapat pasokan listrik. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, ada 2.519 desa atau 256.114 rumah yang belum mendapatkan pasokan listrik.
Penggunaan bahan bakar biogas untuk tenaga listrik dipandang lebih stabil dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Team Leader GFA Consulting Group Andre Susanto menjelaskan, penggunaan biogas dapat disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bahan bakar batubara harus digunakan secara konstan.
Andre mengatakan, penggunaan sampah rumah tangga hanya dapat digunakan dalam skala kecil. Adapun untuk skala besar, minyak kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas.
”Apa pun dapat digunakan sebagai bahan baku biogas, yang terpenting ada unsur bio atau organisme,” kata Andre. Penggunaan bahan baku tersebut akan menguntungkan kelestarian alam karena dapat diperbarui.