Efektivitas Penambahan Diragukan
Dengan pelantikan Utut, yang merupakan representasi PDI-P sebagai partai pemenang pemilu, pimpinan DPR bertambah dari lima menjadi enam orang. Pimpinan MPR juga akan bertambah dari lima menjadi delapan orang. Pada Rabu (21/3) ini akan ada rapat gabungan pimpinan MPR beserta fraksi-fraksi partai di MPR untuk membahas penambahan tiga kursi wakil ketua MPR, yang direncanakan untuk PDI-P, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Saat ini, DPD juga tengah memproses penambahan pimpinan, dari tiga menjadi empat orang.
Sekretariat Jenderal DPR dan Setjen MPR sudah menyiapkan ruang bagi tambahan wakil ketua DPR dan wakil ketua MPR. Ruangan bagi Utut sudah disiapkan di Lantai 2 Gedung Nusantara III, terpisah dari lima unsur pimpinan lainnya yang ada di Lantai 3.
Sementara itu, tiga wakil ketua MPR yang baru akan ditempatkan di Lantai 7, ”menggusur” ruangan Biro Persidangan, Protokol, dan Musyawarah Pimpinan. Ruangan mereka terpisah dari ruang lima unsur pimpinan MPR lainnya di Lantai 9.
Anggaran
Konsekuensi anggaran tidak hanya muncul dari penyiapan ruang kerja untuk pimpinan lembaga legislatif yang baru. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencatat, penambahan pimpinan lembaga legislatif itu juga diikuti penambahan gaji dan tunjangan, penyediaan mobil, fasilitas rumah, fasilitas protokoler, sopir, hingga ajudan.
Peneliti Formappi, Lucius Karus, menyebutkan, gaji seorang wakil ketua DPR Rp 72 juta, terdiri dari komponen gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan listrik dan telepon, dan pemeliharaan rumah. ”Ditambah reses dan kunjungan kerja, dalam satu bulan wakil ketua DPR bisa mendapat Rp 100 juta. Dalam satu tahun, penambahan pimpinan DPR dan MPR ini bisa berimplikasi pada anggaran belasan miliar rupiah. Saya kira juga tidak ada korelasi antara penambahan pimpinan dan hasil kerja,” kata Lucius.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, anggaran untuk tambahan pimpinan DPR telah disiapkan sejak wacana penambahan kursi pimpinan muncul dalam pembahasan revisi UU MD3. ”(Anggaran) sudah disiapkan karena rencana ini sudah dari 2016 sehingga bukan hal baru, hanya saja baru terlaksana sekarang. Jadi, anggarannya sudah ada,” kata Fadli.
Namun, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPR Damayanti mengatakan, saat penyusunan APBN 2018 pada akhir tahun lalu, Setjen DPR tidak mungkin mengalokasikan anggaran khusus bagi penambahan pimpinan DPR. Pasalnya, saat penyusunan, rencana penambahan itu belum ada. ”Kita tidak boleh menganggarkan sesuatu yang belum ada,” ujarnya.
Terkait hal itu, gaji dan tunjangan pimpinan DPR yang baru, berikut anggaran yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatannya, akan diambil dari sejumlah pos anggaran yang ada di Setjen DPR. ”Kami hanya merelokasi anggaran dari pos lain, misalnya pos uang yang dicadangkan kalau misalnya ada pegawai baru masuk di DPR. Kami juga melihat penyerapan anggaran tahun lalu, pos yang anggarannya tidak terserap habis kami realokasi untuk pimpinan DPR,” katanya.
Sekjen MPR Maruf Cahyono mengatakan, di Setjen MPR, juga tidak tersedia anggaran untuk tiga wakil ketua MPR yang baru. Pihaknya akan mengonsultasikan hal ini kepada Kementerian Keuangan setelah pelantikan tiga wakil ketua MPR yang baru.
Soliditas
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, Utut akan membawahkan alat kelengkapan DPR, yakni Badan Akuntabilitas Keuangan Negara serta Badan Urusan Rumah Tangga DPR. Pelantikan Utut akan membuat DPR bekerja lebih maksimal karena melengkapi konfigurasi kekuatan politik di Indonesia. Selama ini, katanya, agak aneh karena partai pemenang pemilu tak ada di pimpinan DPR.
Setelah dilantik sebagai wakil ketua DPR, Utut berkata akan membuat DPR bekerja lebih tenang dan menghindari kegaduhan.
Sementara itu, penambahan tiga wakil ketua MPR dan pergantian wakil ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar masih memunculkan dinamika. Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Golkar Mahyudin menolak menyerahkan jabatannya kepada Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Mahyudin mengatakan, keputusan Partai Golkar yang mengganti dirinya dengan Titiek harus berdasarkan aturan.
Dalam Pasal 31 Ayat 1 Peraturan MPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib MPR dinyatakan, pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. Kemudian, pada Pasal 31 Ayat 2 tertulis, pemberhentian pimpinan MPR dapat dilakukan apabila diberhentikan sebagai anggota DPR atau DPD, atau tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan.
Titiek berharap permasalahan wakil ketua MPR dapat diselesaikan secepatnya dan tidak menghadirkan kekisruhan.
Selain itu, potensi polemik juga muncul seiring rencana penunjukan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai wakil ketua MPR. Pasalnya, perolehan suara PKB pada Pemilu 2014 ada di urutan ke-5. Sementara, menurut Pasal 427A Ayat c UU MD3, tambahan tiga wakil ketua MPR diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam Pemilu 2014 urutan ke-1, ke-3, dan ke-6. (SAN/GAL/APA/REK)