Semarak Dangdut Gerobak yang Tak Kenal Luntur
”Apa salah dan dosaku sayang/Cinta suciku kau buang-buang/Lihat jurus yang kan kuberikan/Jaran goyang, jaran goyang”
Lagu ”Jaran Goyang” yang dipopulerkan Nella Kharisma ini menjadi tembang pamungkas Ayu (30) untuk menarik penonton yang mayoritas pengemudi ojek dan pedagang kaki lima. Sontak, beberapa penonton mendekati sambil ikut berjoget dan menyawernya.
Suara sember dari tata suara (sound system) terdengar kontras dengan deru kendaraan bermotor yang melintas di sekitar Museum Bank Mandiri, Jakarta Barat, Selasa (20/3) malam.
Seakan tidak mau kalah dengan penonton, Ayu pun ikut berjoget sambil mengambil uang saweran. Sesekali ia menoleh ke arah telepon genggam untuk membaca lirik dangdut yang ia nyanyikan.
”Saya sudah sekitar tiga tahun ikut orkes dangdut gerobak. Ini pekerjaan sambilan ketika saya sedang tidak manggung,” ucapnya.
Sepinya tawaran manggung menjadi alasan utama Ayu, biduan asal Keramat Sentiong, Jakarta, untuk berkecimpung sebagai penyanyi dangdut gerobak. Dalam sebulan, Ayu hanya mendapat dua sampai empat kali tawaran manggung untuk hajatan.
”Penghasilannya jelas berbeda. Kalau hajatan, saya bisa mendapat bayaran Rp 250.000 hingga Rp 300.000 sekali manggung, belum ditambah dengan uang saweran. Kalau ikut dangdut gerobak, hanya mendapat Rp 50.000 hingga Rp 100.00 dalam sehari,” tuturnya.
Orkes dangdut gerobak biasanya terdiri atas lima-enam personel yang memiliki tugas berbeda. Ada yang bertugas sebagai pengatur tata suara, biduan, pemain musik, hingga master of ceremony (MC). Penghasilan yang diterima dibagi rata untuk tiap personel, masing-masing bisa mendapat Rp 50.000 sehari jika sedang sepi penonton.
”Kami berkeliling ke sejumlah daerah, yaitu kawasan Senen, Jalan Sabang, hingga daerah Kota Tua. Biasanya mulai dari pukul 16.00 hingga pukul 24.00,” ujar Apriyansyah (31), pemain kibor.
Apriyansyah hidup dari dangdut sejak 2005. Sebelumnya, ia menjadi pemain dangdut di sejumlah kafe daerah Jakarta. ”Namun, setelah menikah, istri saya melarang saya untuk bermusik di kafe. Akhirnya saya banting setir menjadi pemain kibor dangdut gerobak,” lanjutnya.
Kecintaan Apriyansyah membuatnya sulit lepas dari jerat dangdut. Jemarinya yang lincah menari di atas tombol kibor jadi bukti kepiawaiannya.
”Kami biasanya memasang tarif Rp 10.000 untuk satu lagu yang di-request penonton, tapi kalau saweran, ya, seikhlasnya saja,” katanya.
Kemeriahan orkes dangdut gerobak lainnya dapat ditemui di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Orkes dangdut gerobak ini memiliki personel yang lebih lengkap. Pemusiknya terdiri dari pemain kibor, suling, dan gitar listrik.
”Orkes kami sudah ada sejak tahun ’80-an dan sudah beberapa kali ganti personel. Kalau personel tetap, hanya saya dan Jumiati (57) sebagai gitaris,” ujar Udin (57), pemain suling asal Tanah Tinggi, Jakarta.
Udin menceritakan bagaimana dirinya bisa bertemu dengan personel lain. Ketika sedang manggung, ia kerap mengajak personel lain untuk bergabung dengan orkes dangdut gerobak besutannya.
”Sistemnya dari kenalan, entah itu di hajatan atau kafe. Kalau dirasa cocok, ya, saya ajak untuk bergabung,” katanya.
Perkembangan musik dangdut pun Udin rasakan selama berkarier bersama orkes dangdut gerobak. Mulai dari dangdut melayu, koplo, hingga house mix mampu dimainkan bersama personel lain.
”Biasanya banyak yang request lagu dangdut koplo dan kekinian. Semua request akan coba kami mainkan semampu kami,” ucapnya.
Tuntutan bidup
Benty (21), biduan orkes dangdut gerobak besutan Udin, menjelaskan, sudah tiga tahun dirinya berkecimpung di dunia dangdut. Sama seperti Ayu, ia ikut orkes dangdut gerobak sebagai alternatif dari sepinya tawaran manggung.
”Saya sudah berpisah dengan suami dan harus menghidupi tiga anak. Dangdut menjadi pilihan hidup saya. Kebetulan keluarga saya juga berkecimpung di dunia dangdut,” ujarnya.
Benty mengatakan memiliki dua kakak yang pernah menjadi biduan serta pemain tarling (gitar suling). ”Saya pernah ditawari untuk bekerja sebagai penjaga toko pakaian. Namun, saya merasa pekerjaan itu tidak cocok untuk saya,” katanya.
Sebagai biduan, Benty bercita-cita ingin ”naik kelas” menjadi penyanyi dangdut terkenal. Namun, ia merasa masih perlu banyak berlatih dan memperbanyak jam terbang.
”Saya belum pede kalau harus ikut ajang pencarian bakat dangdut seperti di televisi. Selain itu, belum ada juga yang mau ngorbitin, jadi saya masih harus sering-sering cari panggung,” ujar biduan asal Kemayoran itu.
Sebagai biduan dangdut gerobak, Ayu dan Benty merasa tidak ada panggung yang membatasi antara penonton dan penyanyi. Oleh sebab itu, mereka harus mampu menjaga jarak jika sudah ada penonton yang bertingkah keterlaluan.
”Ini menjadi salah satu yang membedakan antara manggung dan orkes dangdut gerobak. Kalau di panggung, kan, enggak sembarangan penonton bisa mendekat ke kami. Kalau dangdut gerobak, penonton bisa sangat dekat dengan kami,” tutur Ayu.
Ia terkadang risi jika sudah ada penonton yang terlalu mepet dan terus menggodanya. Oleh karena itu, Ayu berusaha menegur dengan halus atau perlahan-lahan menjauhi penonton tersebut.
Menghindari razia
Suka duka sebagai pemain orkes dangdut gerobak juga dialami Apriyansyah. Beberapa kali ia terkena razia oleh aparat karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Namun, hal itu tidak melunturkan niatnya untuk terus bermain di orkes dangdut gerobak.
”Biasanya ada razia di atas pukul 12 malam. Ada beberapa lokasi yang dilarang untuk berisik, seperti kawasan perumahan atau pertokoan. Padahal, di daerah sana banyak penontonnya. Kami pernah dirazia dan mikrofon kami disita,” ujar Apriyansyah.
Hal serupa pernah dialami Benty ketika sedang bernyanyi. Ketika itu akhir pekan dan penontonnya sangat banyak. Namun, tiba-tiba ada razia dari kepolisian.
”Saya kaget ketika mikrofon saya direbut dan sound system diangkut. Akhirnya kami ikut persidangan dan harus menebus barang sitaan dengan biaya Rp 1 juta lebih,” ujarnya.
Benty menyebutkan, hal tersebut tidak membuatnya kapok menjadi biduan dangdut gerobak. Menurut dia, ini sudah menjadi risiko untuk mempertahankan eksistensi dangdut di tengah pusaran Ibu Kota.
”Selama masih ada yang suka dangdut, saya akan terus bernyanyi dan berjoget untuk mereka,” ucapnya sambil tertawa.