Dorong Regenerasi Penonton dengan Pemanfaatan Teknologi
Oleh
DD04
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-- Pementasan wayang didorong untuk berinovasi dengan memanfaatkan teknologi yang ramah bagi generasi muda. Hal ini bertujuan agar persoalan regenerasi penonton bisa dituntaskan. Jika tidak dilakukan, kelestarian wayang di Indonesia dikhawatirkan tidak tercapai.
Presiden Perserikatan Wayang Internasional (Unima) Indonesia Samodra Sriwidjaja, menuturkan, wayang harus bisa beradaptasi dengan kebiasaan generasi muda saat ini. Dengan memanfaatkan teknologi seharusnya bisa lebih banyak menarik masyarakat untuk mencintai budaya wayang.
“Setiap pertunjukan wayang kulit biasanya selalu penuh dengan penonton, tetapi sebagian besar penontonnya merupakan usia tua. Fenomena yang menarik adalah penonton usia mudanya kebanyakan menonton di media sosial, seperti Youtube dan Instagram,” ujarnya di sela-sela perayaan Hari Wayang Sedunia 2018 yang berlangsung di Anjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (21/3).
Menurutnya, pemanfaatan teknologi ini tidak berarti menghilangkan nilai-nilai filosofis dari wayang. Pada dasarnya, wayang membuka ruang inkulturasi dari berbagai aspek.
Dari penggunaan bahasa misalnya, pertunjukan wayang tidak harus melulu menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Indonesia bisa digunakan untuk memudahkan generasi muda memahami nilai yang terkadung di dalam wayang.
Selain itu, pemanfaatan media sosial dinilai efektif untuk menarik minat generasi muda terhadap wayang. Dari media sosial, generasi muda mulai mengenal wayang dan harapannya mereka akan tertarik menonton pertunjukan secara langsung.
“Yang terpenting, wayang itu bisa menjadi tontonan, tuntunan, dan kemudian menjadi tatanan yang membangun budi pekerti dan karakter bangsa Indonesia,” ucap Samodra.
Berbagai upaya dilakukan untuk terus mendorong regenerasi penonton wayang di Indonesia. Unima sendiri secara rutin melakukan berbagai acara untuk mengenalkan wayang sejak dini, misalnya melalui festival dalang bocah, pementasan wayang di sekolah dan museum-museum di sejumlah wilayah Indonesia, serta menerbitkan komik wayang.
Meski begitu, upaya tersebut dinilai belum optimal. Peran pemerintah dibutuhkan agar kelestarian wayang bisa terus terjaga oleh semua masyarakat Indonesia, terutama setelah Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan wayang di Indonesia sebagai salah satu warisan peradaban budaya dunia tak bendawi pada 7 November 2003.
Ketua Umum Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) Suparmin Sunjoyo menilai, pemerintah Indonesia kurang mendukung kelestarian budaya wayang di Indonesia. Misalnya, dukungan terkait penetapan Hari Wayang Nasional. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki Hari Wayang Nasional, padahal secara Internasional sudah diperingati secara rutin.
“Penetapan hari wayang nasional penting agar upaya pelestarian wayang bisa digerakkan secara serentak di seluruh Indonesia. Banyak jenis wayang yang tersebar di seluruh Indonesia, misalnya Sigale-Gale dari Sumatera Utara, wayang kulit Betawi dari DKI Jakarta, wayang kulit Bali, dan wayang kulit Sasak dari Nusa Tenggara Barat,” katanya.
Suparmin menyarankan, wayang juga sebaiknya masuk dalam kurikulum pendidikan. Tidak perlu masuk pada kurikulum pendidikan formal, namun setiap sekolah mengarahkan muridnya untuk memelajari wayang di daerahnya masing-masing. Kesadaran untuk melestarikan wayang Indonesia harus ditanamkan sejak dini.
Tuan rumah Festival Wayang Dunia 2020
Dalam perayaan Hari Wayang Sedunia 2018 ini, Unima sekaligus menginfokan bahwa Indonesia terpilih sebagai tuan rumah dalam Festival Wayang Dunia 2020 mendatang. Indonesia berhasil menyisihkan Korea Selatan yang juga menjadi salah satu pilhan yang diajukan.
Samodra Sriwidjaja Presiden UNIMA Indonesia, Dadi Pudumjee Presiden UNIMA Internasional, Suparmin Sunjoyo Ketua Umum Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi), Karen Smith perwakilan dari UNIMA Amerika, Madam Ranjana Pande Presiden UNIMA India, dan Kondang Sutrisno Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Pusat.
Festival Wayang Dunia ini diadakan setiap empat tahun sekali. Biasanya festival ini bersamaan dengan Kongres Internasional Unima. Sebelumnya, Kongres Internasional Unima dan Festival Wayang Dunia yang digelar pada 28 Mei-5 Juni 2016 di Tolosa, San Sebastian, Spanyol. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 1.000 orang dari 100 negara anggota Unima.
“Rencananya, Festival Wayang Dunia 2020 akan diselenggarakan di Gianyar, Bali. Setiap anggota Unima akan mempertunjukkan wayang khas daerahnya masing-masing. Acara ini harus dimanfaatkan secara optimal agar wayang Indonesia bisa semakin mendunia,” ujar Samodra.
Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Pusat Kondang Sutrisno menambahkan, wayang di Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi dunia. Mulai dari musik, bahasa, dialog, dekorasi, lagu, dan pesan yang disampaikan memiliki keunggulan tersendiri. (DD04)