Keamanan Taksi Daring Lemah
JAKARTA, KOMPAS — Kejahatan terkait taksi dalam jaringan (daring) terus terjadi. Penumpang menjadi konsumen yang jaminan keamanan dan keselamatannya minim. Pengawasan dan tanggung jawab untuk melakukan antisipasi atau penanganan saat dan setelah kejahatan terjadi, baik oleh aparat maupun perusahaan aplikasi, dinilai masih lemah.
- English Version: Regard for Passenger Safety in Ride-hailing Apps Deemed Poor
Kasus terakhir menimpa Yun Siska Rohani (29), Minggu (18/3). Siska, karyawan penyelenggara pernikahan, yang sering harus bekerja sampai malam atau dini hari, dirampok dan dibunuh oleh sopir taksi daring yang dipesannya resmi.
Saat polisi mengungkap ke publik terkait identitas pelaku dan nomor polisi mobil tersangka, muncul pengakuan dari orang lain yang pernah menjadi korban dari sopir yang sama.
Saat dihubungi Kompas, Rabu (21/3), ST (26) mengatakan, peristiwa yang menimpanya terjadi pada Jumat (16/3) dini hari. Kala itu, akuntan yang juga karena pekerjaannya sering harus lembur hingga tengah malam ini memesan taksi daring. Ia mendapatkan taksi yang dikemudikan atas nama Fahmi Idris dengan mobil Suzuki Ertiga dan nomor pelat B 2205 BFU.
Ia langsung merasakan kejanggalan ketika sopir menanyakan apakah ia sendiri atau tidak. Dengan segala kejanggalan itu, ST memutuskan tetap menumpang mobil Fahmi karena sudah terlalu lelah. ST pun melihat jenis mobil, nomor pelat, dan pengemudi sama dengan yang muncul di aplikasi. Ia lantas duduk di baris tengah.
Sopir juga sempat menawarkan alternatif jalan lain, yang langsung ditolak ST. Namun, saat sampai di gang dekat rumahnya dan ST memutuskan turun, sopir tidak juga membuka pintu tengah secara otomatis.
Seketika, ia mendengar suara orang bangun di kursi belakang, baris ketiga. Lengan seseorang tiba-tiba melingkar di depan leher ST. Ia pun menggunakan tangan kanannya mencegah lengan orang itu mencapai lehernya. Tangan kirinya menggapai kunci, membukanya secara manual. Saat pintu terbuka, ia langsung lari menuju rumah sambil berteriak minta tolong. Ia beruntung selamat sampai di rumah. Ia hanya menderita luka di kaki kiri dan memar di lengan kanan.
Terkait itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Bogor Ajun Komisaris Bimantoro Kurniawan tidak secara langsung mengonfirmasi pelaku dalam kasus Siska dan ST adalah orang yang sama. ”Silakan disimpulkan,” ucapnya.
Meski demikian, Bimantoro mengakui, modus pelaku kejahatan terhadap ST sama dengan yang dilakukan pengemudi taksi daring FH dan adiknya FD.
Bedanya, Siska disebut menggunakan aplikasi Grab dan ST menggunakan Uber. Aturannya, tidak boleh sopir dan mobil yang sama menjadi mitra perusahaan aplikasi berbeda.
Dian Safitri dari Humas Uber Indonesia menyampaikan, pihaknya akan menelusuri dulu info terkait ST. ”Kami akan informasikan kemudian,” katanya.
Dewi Nuraini dari Humas Grab Indonesia belum merespons pertanyaan Kompas. Namun, Marketing Director Grab Indonesia Mediko Azwar mengatakan, Grab senantiasa menyeleksi ketat mitra pengemudi saat proses perekrutan, melihat latar belakang dan catatan kriminal mereka.
Segera berbenah
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, untuk menjaga keamanan dalam bertransportasi, pihaknya membuat regulasi, seperti ketentuan harus ada identitas pengemudi dan kendaraan. Penerapan di lapangan diawasi oleh kepolisian dan dinas perhubungan daerah.
”Juga perlu segera diselesaikan dasbor yang berisi semua informasi mengenai kendaraan, pengemudi, keberadaan kendaraan, dan sebagainya,” katanya.
Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan, pekan ini persoalan dasbor diselesaikan.
Pakar transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, prinsip dasar bertransportasi adalah keselamatan, aksesibilitas, keterjangkauan, terintegrasi, kenyamanan, dan keberlanjutan. ”Taksi daring baru menjawab aspek aksesibilitas dan tarif terjangkau,” kata Tulus.
Tulus dan Djoko menambahkan, pengemudi taksi daring terus memprotes Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017. Padahal, regulasi itu jalan masuk untuk pembuatan standar pelayanan minimum (SPM) taksi daring. SPM menjadi alat perlindungan bagi pengemudi yang juga beberapa kali menjadi sasaran kejahatan. Selain itu, melindungi hak pengemudi sebagai mitra perusahaan aplikasi.
”Mereka menolak uji kir, penggunaan SIM A Umum, dan pemakaian stiker,” ujar Tulus.
(JOG/RTS/ARN/MED/DD09/DD12)