JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk mengurangi kegiatan seremonial yang tidak substantif yang kontraproduktif dengan tujuan sosialisasi dan pendidikan antikorupsi ke masyarakat. Kegiatan-kegiatan seperti itu justru mengurangi nilai penting lembaga itu dalam pemberantasan korupsi.
Secara khusus, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disorot ketika melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan Bidang Pencegahan PK di Provinsi Jambi. Kegiatan yang dilaksanakan pada 10 Maret itu dibuka oleh Gubernur Jambi Zumi Zola, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, Rabu (21/3), di Jakarta, mengatakan, pelibatan Zumi Zola di dalam kegiatan pencegahan yang dilakukan KPK di Jambi itu disayangkan mengingat Zumi sudah menjadi tersangka. Hal itu tidak efektif dan justru kontraproduktif.
”Semestinya KPK, baik dari tim penindakan dan pencegahan maupun pendidikan masyarakat, paham tentang aturan main bahwasannya tidak boleh ada pertemuan antara KPK dan tersangka. Hal itu diatur di dalam Undang-Undang KPK dan kode etik di internal KPK. Kejadian di Jambi ini membuat kami bertanya-tanya, apakah ini diketahui oleh pimpinan KPK ataukah tidak. Kalau diketahui oleh pimpinan, semestinya kegiatan itu tidak dilakukan,” kata Adnan.
KPK pun diharapkan mengurangi kegiatan-kegiatan seremonial yang tidak menyasar langsung pada substansi tujuan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebab, yang lebih penting dari semua seremoni itu ialah perbaikan sistem regulasi, prosedur kualitas sumber daya manusia, dan pembangunan sistem pengawasan.
”Kalau hanya mengumpulkan pejabat di daerah lalu dikasih ceramah, ya, tak akan ada perubahan. Harus ada daya paksa untuk mengubah sesuatu. Dalam desain pencegahan, yang harus dipikirkan, bagaimana kegiatan itu berjalan efektif dan terkoordinasi antara pendidikan masyarakat, pencegahan, dan penindakan,” ujarnya.
Dalam desain pencegahan, yang harus dipikirkan, bagaimana kegiatan itu berjalan efektif dan terkoordinasi antara pendidikan masyarakat, pencegahan, dan penindakan
Tidak berinteraksi
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, kegiatan pencegahan KPK itu sebenarnya sudah dilakukan sejak November 2017. Salah satu dari rangkaian kegiatan itu adalah monitoring dan evaluasi dari rencana aksi yang disusun sebelumnya. Kegiatan itu digagas sebelum Zumi Zola menjadi tersangka, tetapi baru dilaksanakan pada 20-23 Maret 2018.
”Kerja-kerja pencegahan tidak bisa memengaruhi kerja penindakan,” katanya.
Terkait kritik dari publik mengenai kehadiran Zumi Zola dalam kegiatan itu, KPK menghargainya. KPK memastikan pegawai yang datang ke Jambi dalam rangka melaksanakan tugas. Mereka berasal dari Unit Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah).
”Tadi juga sudah dicek ke yang bersangkutan. Tidak ada pertemuan atau interaksi lain dengan gubernur selain acara yang terbuka dan tahapan yang sedang dilakukan tim saat ini adalah tahap monitoring dan evaluasi rencana aksi pencegahan yang sudah disusun sebelumnya,” kata Febri.
Meski tak ada interaksi di luar acara antara pegawai KPK dengan Zumi Zola, Direktur Pusat Studi Konstitusi Feri Amsari mengingatkan agar KPK tetap hati-hati. ”Jangan sampai hal itu ditafsirkan berbeda oleh publik. Meskipun hal itu tidak akan memengaruhi jalannya perkara, tetapi bisa ada asumsi bahwa KPK sedang ”nego” dengan pihak-pihak tertentu. Asumsi saja harus disikapi hati-hati,” kata Feri.
Zumi Zola ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Januari 2018. Zumi diduga menerima gratifikasi Rp 6 miliar terkait pelaksanaan sejumlah proyek di Jambi. KPK juga telah menetapkan Arfan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Jambi. Arfan telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka suap kepada sejumlah anggota DPRD Jambi dalam pembahasan APBD Jambi Tahun 2018.