JAKARTA, KOMPAS - Penggunaan air tanah dengan jumlah masif di kawasan permukiman elit di Jakarta merupakan bentuk pemanfaatan air tanah yang tidak bertanggung jawab. Padahal, jaringan air perpipaan oleh PAM Jaya dan mitra-mitranya telah tersedia.
Hal itu juga terjadi di kediaman Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Setelah bertahun-tahun hanya menggunakan air tanah, Sandiaga secara simbolis memotong pipa penyedot air tanah di kediamannya dan menjadi penanda beralihnya pasokan ke layanan air perpipaan oleh PAM Jaya, Rabu (21/3).
Sandi mengatakan, dalam dua hari sejak air PAM Jaya ke kediamannya, tercatat 34 kubik air dipergunakan. Menurut Sandi, warga sebetulnya sudah mengakses layanan air PAM Jaya, namun jumlah sambungan ke rumah warga masih minim.
Padahal, imbuh Sandi, di kawasan permukiman itu banyak ditinggali pejabat negara. “Ternyata kita menggunakan air tanah secara masif dan tidak bertanggung jawab. Ini bentuk kesembronoan dan kecerobohan kita,” kata Sandiaga dalam sosialisasi “Mari Berhenti Pakai Air Tanah” di kediamannya.
Menurut Sandi, setidaknya ada dua hal yang mendasari keputusannya itu. Pertama fakta bahwa air tanah di kediamannya tercemar bakteri Escherichia coli (E.coli), Kedua, penurunan permukaan tanah seperti di Jepang melulu terjadi karena pengambilan air tanah.
Direktur Utama PD PAL Jaya Subekti, dalam pertemuan tersebut, mengatakan, pencemaran air tanah di kawasan kediaman Sandiaga terjadi karena tangki septik yang bocor dan merembes ke segala arah. Akibatnya, bakteri E.coli dalam air di kawasan itu mencapai tiga kali lipat dari ambang batas.
Perluas cakupan
Sandiaga juga meminta komitmen PAL Jaya melebarkan pengelolaan air limbah menjadi 100 persen wilayah cakupan, dibandingkan saat ini yang baru 11 persen. Target yang sama juga ingin diterapkan terhadap PAM Jaya yang kini baru menjangkau 60 persen wilayah pasokan.
Terkait dengan hal tersebut, Sandiaga mengomentari proses penggabungan PAM Jaya dan PAL Jaya yang tengah dilakukan lewat pengajuan rancangan perda tentang Perusahaan Umum Daerah Air Jakarta pada pertengahan Maret 2017.
“Perda penggabungan (PAM Jaya dan PAL Jaya) ini masih dalam pembahasan. Detailnya, penggabungan ini mesti ciptakan efisiensi,” kata Sandiaga
Menurutnya, target pelayanan di 100 persen wilayah DKI Jakarta oleh PAM Jaya dan PAL Jaya dalam perusahaan yang terintegrasi dalam Perusahaan Umum Daerah Air Jakarta ditargetkan terjadi dalam 30 tahun ke depan. Akan tetapi, dalam lima tahun ke depan, persentase layanan tersebut akan dinaikkan secara signifikan.
Terkait peningkatan layanan PAM Jaya, dibutuhkan tambahan pasokan air baku.
Direktur Utama PAM Jaya Erlan Hidayat mengatakan,selama ini, sekitar 80 persen air baku berasal dari Waduk Jatiluhur.
Ia menambahkan kekurangan air baku itu membuat sekitar 13 persen jaringan perpipaan, dari total 73 persen jaringan pipa distribusi air yang sudah siap, tidak bisa dipergunakan menyusul ketiadaan air untuk dialirkan.
Menurut Erlan, beberapa proyek tambahan air baku adalah pemanfatan air kawasan Buaran Tiga, Sungai Pesanggarahan, Hutan Kota Penjaringan, Sungai Ciliwung, dan Kanal Timur. Tambahan itu akan menjadikan cakupan layanan PAM Jaya menjadi 84 persen.
Adapun kekurangan 16 persen, imbuh Erlan, diharapkan berasal dari proyek pemerintah pusat di kawasan Waduk Jatilihur.
Selain itu, dengan memaksimalkan pasokan air baku dari pengolahan air limbah yang dilakukan PAL Jaya.
Evaluasi gedung
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Benny Agus Chandra, Rabu, mengatakan, pihaknya akan memanggil pengelola gedung di Jalan Sudirman-MH Thamrin yang melanggar aturan penggunaan air tanah.
Langkah itu merupakan kelanjutan dari razia penggunaan air tanah di 80 gedung di Sudirman-Thamrin, pada 12-21 Maret ini. Pengelola gedung di kawasan itu berjumlah 68 institusi.
"Pemanggilan dilakukan setelah Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan melakukan kompilasi dan perbandingan data," ujar Benny.
Ia menargetkan, Jumat ini akan terlihat bentuk pelanggaran terkait air tanah.
Menurut Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, pemilik yang melanggar bisa dikenai sanksi administrasi dan pidana.