Permainan Tradisional Mampu Tingkatkan Kualitas Hidup Anak
Oleh
DD13
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kualitas hidup anak Indonesia belum optimal. Oleh karena itu, anak-anak perlu diajak bermain permainan tradisional. Kualitas hidup mereka dapat meningkat melalui permainan tradisional karena fisik dan mental mereka berkembang ketika bermain.
Kepala Subdirektorat Advokasi dan Kemitraan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Sakri Sabatmaja mewakili Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes Riskiyana Sukandhi Putra menyatakan, gaya hidup anak Indonesia kebanyakan belum masuk dalam kategori sehat sehingga tumbuh kembang mereka terhambat.
”Anak Indonesia masih ada yang bertubuh pendek atau stunting, gemuk menuju obesitas, tidak makan sayur dan buah, serta kurang bergerak,” kata Sakri dalam acara Konferensi Pers Peluncuran Gerakan #JamMainKita untuk Anak Indonesia Sehat oleh Combantrin dan LPAI di Jakarta, Rabu (21/3).
Turut hadir dalam acara itu Ketua Umum Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama Anggia Ermarini, Ketua Bidang Keislaman Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Anisia Kumala, serta Brand Manager Combantrin PT Johnson & Johnson Indonesia Rays Mitchelle.
Sakri mengatakan, kebiasaan kurang bergerak perlu menjadi perhatian karena mereka adalah generasi penerus bangsa, terutama pada 2030-2040 ketika Indonesia memiliki bonus demografi.
Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, separuh penduduk atau 42 persen memiliki perilaku sedentari selama 3-5,9 jam. Sedentari adalah gaya hidup yang kurang aktivitas fisik.
Adapun baru 26,1 persen atau 3 dari 10 penduduk Indonesia yang rutin berolahraga. Menurut Sakri, anak yang kurang beraktivitas dikhawatirkan akan menjadi lamban sehingga kalah bersaing di sekolah.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan, permainan tradisional dapat menjadi salah satu solusi bagi anak untuk aktif bergerak sehingga mendorong gaya hidup sehat. Contoh permainan tradisional Indonesia adalah balap karung, bentengan, egrang, engklek, gobak sodor, kasti, dan gatrik.
Ketika seorang anak bermain permainan tradisional, terdapat manfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Manfaat bagi fisik dapat berupa peningkatan kemampuan motorik. Manfaat bagi mental adalah pengembangan kemampuan bersosialisasi, penyaluran emosi negatif, pembelajaran nilai moral, kerja sama, dan kompetisi, serta peningkatan kreativitas.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam Statistik Kebudayaan 2016, Indonesia memiliki 424 permainan tradisional.
Provinsi dengan jumlah permainan tradisional terbanyak adalah Jawa Barat dengan 40 permainan dan Kalimantan Barat 38 permainan.
Berpartisipasinya orangtua untuk mengizinkan anak bermain, ujar Seto, merupakan salah satu bentuk pemenuhan hak anak. Hal tersebut karena permainan tradisional dapat mendorong tumbuh kembang anak menjadi lebih bermakna.
”Hak anak ada empat, yaitu hak untuk hidup, mendapatkan perlindungan, berpartisipasi, dan tumbuh kembang,” katanya.
Menurut Sakri, pemerintah sebenarnya telah memiliki banyak program demi mendorong kualitas hidup anak Indonesia. Misalnya, dengan program Germas atau Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
Germas merupakan program pemerintah mendorong perilaku hidup sehat yang dimulai dari keluarga. Germas dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, mengonsumsi sayur dan buah, memeriksa kesehatan secara rutin, dan membersihkan lingkungan.
”Untuk di sekolah, memang belum ada kewajiban untuk melakukan senam setiap hari,” ujar Sakri. Menurut dia, penyertaan program senam setiap hari di sekolah dapat mendorong anak untuk aktif bergerak.
Menanggapi belum optimalnya tumbuh kembang anak dan menurunnya minat terhadap permainan tradisional di era digital ini, PT Johnson & Johnson melalui Combantrin meluncurkan gerakan sosial #JamMainKita bersama LPAI.
Pada 25 Maret, perusahaan itu akan menggelar tempat bermain permainan tradisional saat hari bebas kendaraan bermotor di Monumen Nasional (Monas) Jakarta.
Tantangan masa kini
Presiden Direktur PT Johnson & Johnson Indonesia Lakish Hatalkar menyatakan, kemajuan teknologi di era digital ini membuat banyak keluarga Indonesia lebih sering menggunakan gawai ketimbang beraktivitas di luar ruangan. Kondisi itu berbeda dibandingkan di masa lalu ketika orang sering beraktivitas di luar ruangan.
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2017 mencapai 143,26 juta orang, meningkat dari 2016 yang sebanyak 132,7 juta orang.
Hal senada diutarakan Brand Manager Combantrin PT Johnson & Johnson Indonesia Rays Mitchelle. Anak-anak menjadi kecanduan terhadap gawai. Definisi permainan juga bergeser karena permainan tidak lagi dilakukan di luar ruangan secara bersama-sama.
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan, 66,31 persen penduduk Indonesia mengakses internet menggunakan ponsel pintar. Sebanyak 65,34 persen dari jumlah tersebut berusia 9-19 tahun.
Peran orangtua, kata Seto, sangat penting untuk menjadi teladan bagi anak. Anak-anak adalah peniru terbaik di dunia. Ketika orangtua sibuk dengan gadget, mereka akan melakukan hal yang sama.
Anak-anak dinilai sebaiknya menggunakan gawai hanya sesuai kebutuhan. Orangtua diminta untuk tetap melakukan pengawasan karena tidak semua informasi dari internet dapat dipahami dengan tepat. ”Soal sejarah mungkin bisa diperoleh lewat gadget, tetapi isu kekerasan atau LGBT tidak bisa,” katanya.