DEMAK, KOMPAS — Petani garam di Kabupaten Demak dan Jepara, Jawa Tengah, optimistis budidaya garam tahun ini lebih baik dibandingkan kondisi tahun lalu. Petani mulai mempraktikkan teknologi isolator geomembran untuk mempercepat produksi dan meningkatkan kualitas produksi.
Suroto (50), petani garam di Desa Tedunan, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Kamis (22/3), menuturkan, jika musim mendukung, petani bisa menghasilkan garam sekitar 100 ton per musim untuk lahan seluas 1,5 hektar. Petani menggenjot produktivitas garam dengan memanfaatkan teknologi membran geoisolator.
Fungsi pelapis plastik hitam ini untuk mempercepat produksi garam hingga siap panen dari 30 hari menjadi 20 hari. Selain itu, kualitas garam juga lebih bersih dan kadar airnya rendah.
Petani garam di Kedungmalang, Jepara, Nur Achmad (54), mengungkapkan, pemanfaatan teknologi membran membuat petani dapat mengatur kapasitas produksi garam. Terlebih lagi penggaraman juga bisa cepat. Dengan pengaturan produksi itu, petani mampu menjamin kuantitas produksi meningkat.
Namun, petani tetap meminta jaminan harga dan pasar dari pemerintah. Jangan sampai ketika produksi bertambah, harga justru jatuh. Pada 2014, petani garam menderita kerugian besar ketika harga garam saat panen melimpah, anjlok menjadi Rp 50 per kilogram.
Petani garam di Desa Kedungmutih, Kabupaten Demak, Hamzawi Anwar (57) menjelaskan, jaminan harga bagi petani garam penting supaya petani punya gairah menjaga kontinuitas produksi. Idealnya, harga garam yodium berkuaalitas mencapai Rp 140.000 per kuintal, sedangkan garam krosok medium sekitar Rp 100.000 per kuintal.
”Jaminan harga itu bisa dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan aturan mengenai harga eceran tertinggi (HET). Selama ini, nasib petani garam belum seberuntung petani padi, yang memperoleh proteksi pupuk bersubsidi serta benih berkualitas. Petani garam masih sekitar 90 persen di bawah kendali para tengkulak,” ujar Hamzawi.
Penyediaan gudang
Selain jaminan harga, petani juga berharap pemerintah menyediakan gudang garam yang modern. Gudang garam yang mampu membuat garam bisa bertahan lama sangat dibutuhkan mengingat gudang-gudang milik petani sudah tidak layak.
Selain kapasitasnya hanya berkisar 100 ton-200 ton, kondisi fisiknya juga memprihatinkan. Saat hujan deras, atap gudang banyak yang bocor, sedangkan saat air laut pasang, simpanan garam lenyap akibat kebanjiran.
Dewan pengawas Koperasi Garam Roda Bersama Abadi (ROMA) Wedung, Demak, Musa Abdillah menegaskan, pihaknya kini tengah memberdayakan petani garam. Koperasi mulai memasarkan garam petani dengan harga menguntungkan. Pemasaran pun hingga ke luar Demak.
Pihak koperasi juga mendapat suntikan modal awal Rp 1 miliar dari pemerintah untuk membantu permodalan petani garam saat mulai produksi pertengahan April mendatang. Menurut Musa, setiap petani butuh modal antara Rp 5 juta dan Rp 10 juta.
Untuk itu, Musa meminta pemerintah tidak mengimpor garam pada saat petani mulai berproduksi. Sebaiknya, impor dilakukan setelah ada data pasti. Impor juga jangan berlangsung ketika petani garam panen pada bulan Juni hingga Oktober mendatang.