CIREBON, KOMPAS — Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cirebon, Jawa Barat, segera membenahi sistem razia terhadap narapidana setelah terjadi kerusuhan di lembaga pemasyarakatan itu Rabu (21/3) siang. Kerusuhan dipicu penolakan napi terhadap razia alat komunikasi.
Kepala Lapas Kelas I Cirebon Heni Yuwono menyatakan, kerusuhan bermula saat Rabu pukul 10.00 digelar razia rutin alat komunikasi, pungutan liar, dan narkoba. Razia merupakan tindak lanjut dari dugaan kepemilikan telepon seluler oleh napi.
Namun, razia itu gagal setelah napi berkumpul dan melemparkan batu ke arah petugas. Kerusuhan diduga bermula dari blok A sisi belakang, blok napi umum. ”Tak ada korban luka dari pihak napi dan polisi serta petugas. Hanya saja, tiga atau empat CCTV (kamera pemantau) dari total 18 titik rusak. Kami segera memperbaikinya,” ujar Heni.
Keributan mereda satu jam kemudian setelah Heni dan jajarannya berdialog dengan wakil napi. Kepala Kepolisian Resor Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Adi Vivid Bachtiar bersama jajarannya turut serta mengamankan lapas. Rabu sore, kondisi lapas telah kondusif, tetapi sejumlah polisi masih berjaga.
Menurut Heni, sistem razia akan dibenahi. ”Kami sedang menjadwal ulang razia. Nanti, razia dilakukan menyeluruh, bukan acak,” ujarnya. Razia acak dinilai sebagai bentuk ”tebang pilih” petugas terhadap napi.
Terkait dugaan petugas memasukkan ponsel, polisi berkomitmen mengantisipasi hal itu. ”Saat ini, kami fokus menenangkan suasana,” ujar Adi.
Adi mengatakan, polisi tetap menyelidiki keributan di Lapas Kelas I Cirebon karena terjadi perusakan fasilitas negara, yakni kamera pemantau. ”Kami tengah berkoordinasi dengan pihak lapas. Ke depan akan dilakukan razia gabungan,” ujarnya.
Di Palembang, Sumatera Selatan, seorang napi Lapas Kelas I Palembang, Bisan Azhari (34), Selasa (20/3) malam meninggal setelah enam hari dirawat di Rumah Sakit Mohamad Hoesin (RSMH). Bisan diduga meninggal setelah dianiaya sipir berinisal JS. Tim khusus dari lapas dan kepolisian menyelidiki kasus ini.
Kepala Lapas Kelas I Palembang Pragiyono, Rabu, mengatakan, kejadian bermula saat JS menganiaya Bisan karena masalah personal pada 17 Februari 2018. Saat itu, JS membawa Bisan keluar sel dan beberapa kali memukul kepala korban. ”Persoalan ini tidak terkait dengan dinas,” ujarnya.
Pemukulan dilakukan sendiri di pos penjagaan di dalam kompleks lapas. Saat pemukulan, tidak ditemukan gejala berarti. Namun, pada Rabu (14/3), korban kesakitan dan dibawa ke klinik dekat lapas. Pihak klinik menyarankan untuk membawa Bisan ke RSMH untuk mendapatkan perawatan lanjutan.
Pragiyono menuturkan, saat perawatan di rumah sakit, Bisan mendapatkan penanganan intensif. Kemungkinan terjadi sesuatu pada kepala korban karena JS mengaku memukuli kepala korban berkali-kali. (IKI/RAM)