Babak Baru Drama Setya Novanto
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik Setya Novanto kembali memunculkan kontroversi. Novanto mengajukan diri sebagai justice collaborator untuk mengungkap aktor-aktor korupsi KTP-el. Namun, dia sendiri belum mengaku bersalah.
Pada sidang pemeriksaan terdakwa korupsi KTP-el, Kamis (22/3), Novanto memohonkan diri sebagai justice collaborator. Dia berniat bekerja sama dengan pihak penegak hukum untuk membuka kasus korupsi tersebut.
Meski demikian, Novanto justru bertindak lain di sidang tersebut. Mantan Ketua DPR itu hanya menunjuk anggota DPR lain yang terlibat, tetapi tidak mengakui perbuatannya.
”Ini berbeda dengan permohonan Anda, yang menjadi saksi, pelapor, dan pelaku tindak pidana. Ketika ditanya, Anda tidak mengaku menerima sesuatu dari KTP-el. Bagaimana bekerja sama? Kalau keterangannya seperti itu, belum menyentuh ini (justice collaborator),” kata Ketua Hakim Yanto, pada saat memimpin sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Menurut hakim Yanto, seorang justice collaborator harus mengakui perbuatannya sebagai pelaku, baru kemudian ikut membantu memperjelas duduk perkara dari kasus korupsi itu.
Hakim menilai Novanto lebih terlihat seperti whistleblower karena lebih mengungkap peran orang lain, sementara menutup keterlibatan dirinya.
”Beda antara justice collaborator dan whistleblower. Whistleblower itu pelapor yang putih, belum tersangkut kasus sama sekali,” kata hakim Yanto.
Dalam sidang itu, Novanto menolak dakwaan menerima aliran dana 7,3 juta dollar Amerika Serikat. ”Sampai hari ini saya tidak pernah menerima uang tersebut,” kata Novanto.
Novanto mengakui sempat bertemu dengan tersangka korupsi KTP-el Andi Agustinus atau Narogong, Made Oka Masagung, dan Irman untuk membahas mengenai permasalahan KTP tersebut.
Meski demikian, Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Golkar hanya melayani pertemuan itu sebatas untuk konsultasi. Dia mengatakan tidak ada urgensi apa pun dalam pertemuan itu.
”Itulah saya, selalu menerima orang-orang, apalagi ketika mereka ada masalah. Ini sudah menjadi sifat saya, tidak ada motif lain,” ucap Novanto.
Tidak puas dengan jawaban itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Abdul Basir terus menyudutkan Novanto. Dia bingung, tidak ada balas budi atau mahar tertentu dalam keterlibatan Novanto. Padahal, terdakwa KTP-el itu diketahui beberapa kali bertemu pihak konsorsium dan pelaku KTP-el.
”Anda yang membantu semuanya, tetapi tidak dapat apa-apa? Kalau saya jadi Anda, pasti saya akan bertanya,” kata Abdul.
Novanto mengucapkan, dia dari dulu memang suka membantu orang lain. Hal itu karena dia memulai karier dari bawah. ”Saya pernah jadi pembantu, sopir, kemudian saya sukses. Karena saya merasa selalu dibantu orang, saya ingin selalu membantu orang lain kalau ada masalah,” katanya.
Hal itu pun dinilai Novanto sebagai kesalahan terbesarnya. Dia mengaku lengah dan tidak sadar telah dimanfaatkan Andi. Tujuan awal Novanto yang ingin mendukung program pemerintah justru dijadikan alat Andi untuk memperkaya diri.
Kesaksian Novanto ini sangat jauh berbeda dengan Andi. Sebelumnya, Andi menyebutkan, Novanto menagih pembagian 5 persen dari proyek KTP-el untuk dibagikan kepada anggota DPR. Bahkan, mantan kader Golkar itu diduga sebagai pemimpin dalam pembagian uang.
Keterlibatan DPR
Dalam pemeriksaan terdakwa itu, Novanto menyeret beberapa nama anggota DPR periode 2014-2019. Dua nama teranyar yang muncul adalah politisi PDI-P, Puan Maharani dan Pramono Anung.
Mantan Ketua DPR itu menyebut, Puan dan Pramono terlibat aliran dana korupsi KTP-el dengan menerima 500.000 dollar AS atau sekitar Rp 6,85 miliar.
Pemberian uang itu terjadi saat Puan menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI-P di parlemen dan Pramono sebagai Wakil Ketua DPR 2009-2014. Hal itu diketahui Novanto dari tersangka perantara suap korupsi KTP-el, Made Oka Masagung. ”Itu keterangan Oka,” ucapnya.
Saat itu, dua tersangka KTP-el yang merupakan pengusaha, Andi dan Oka, datang ke Rumah Novanto. Kemudian, Oka menginformasikan sudah menyerahkan uang kepada anggota DPR.
Novanto pun menanyakan kepada siapa uang tersebut diberikan. ”Disebutlah, ada untuk Puan 500.000 dan Pramono 500.000,” katanya.
Meski demikian, Novanto belum yakin terkait mata uang tersebut. Hal itu sempat dipastikan majelis hakim. ”Kalau tidak salah, seingat saya dollar Singapura, maaf Yang Mulia, maksud saya dollar AS,” kata Novanto.
Menanggapi hal itu, Pramono yang saat ini menjabat sekretaris kabinet tidak ambil pusing. Menurut dia, itu hanyalah cara Novanto agar bisa meringankan hukuman dengan justice collaborator. Pramono siap dikonfrontasi dengan siapa pun terkait tudingan tersebut (Kompas, 22/3).
Sementara itu, Novanto juga mengaku dikonfrontasi keponakannya, yang merupakan tersangka KTP-el, Irvanto Hendra. Novanto mengungkapkan, Irvanto yang dijadikan kurir mengantarkan uang senilai 500.000 dollar AS kepada tujuh anggota DPR.
Anggota Dewan tersebut adalah Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, Olly Dondokambey, Tamsil Linrung, M Jafar, Melchias Mekeng, dan Mirwan Amir.
Sidang pemeriksaan terdakwa ini dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 15.30. Pada sidang kali ini, Novanto tampak sehat. Dia dapat berjalan tegap dan kerap tersenyum dan terkadang tertawa saat menanggapi pertanyaan majelis hakim ataupun jaksa.
Pada awal persidangan, Novanto sempat menangis dan meminta maaf. ”Apabila sebelumnya ada tingkah laku dan perbuatan saya yang mengganggu persidangan, baik langsung maupun tidak, mohon dimaafkan,” ucapnya.
Sebelumnya, drama Novanto terjadi saat merekayasa kecelakaan untuk menghindari penangkapan KPK. Saat itu, Novanto sempat dirawat beberapa hari di Rumah Sakit Permata Hijau sebelum akhirnya berhasil diamankan oleh KPK.