JAKARTA, KOMPAS -- Embusan gas beracun dari Gunung Ijen di Jawa Timur pada Rabu (21/3) terjadi saat status Ijen Normal. Hingga Kamis (22/3) malam pun status Ijen masih Normal.
Karena kawah tiap hari ramai dikunjungi wisatawan dan para penambang belerang, maka perlu mendapat prioritas pemantauan, menyusul besarnya volume danau kawah air asam dengan pH 0 - 0,8.
"Bila terjadi letusan besar, air asam yang volumenya mencapai 36 juta meter kubik ini bisa tumpah," kata ahli gunung api Surono, di Jakarta, Kamis,
Memiliki panjang 800 meter dan lebar 700 meter dengan kedalaman 180 meter, kawah Ijen merupakan salah satu danau berair asam terbesar di dunia. Di belahan bumi lain, sejumlah mata air asam di Gunung Poás di Kosta Rika. Di Selandia Baru, aktivitas gunung api Ruapehu mencemari Sungai Whangaehu.
Menurut catatan Taverne (1926) dalam Kusumadinata (1979), saat meletus 1817, Ijen mengirim banjir lumpur air asam yang sebagian besar melalui Sungai Banyupahit. Padahal, Banyupahit merupakan hulu dari Sungai Banyuputih yang lembahnya dihuni 12.000 jiwa.
Bahkan, menurut Palmer, letusan tahun 1817 itu telah menumpahkan isi danau dan menyebabkan banjir lumpur asam yang mencapai Kota Banyuwangi, lebih dari 25 kilometer dari Ijen.
Tanpa peringatan
Rabu, puluhan warga Dusun Margahayu, Desa kalianyar, Kecamatan Ijen, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur keracunan gas dari Gunung Ijen. Saat persitiwa terjadi, status Ijen masih normal dan tidak ada peringatan dini kepada masyarakat.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, korban yang terpapar gas ini berada jauh dari kawah, lebih dari 1,5 kilometer.
"Warga di sekitar Ijen tidak mendapat peringatan sebelumnya sehingga tidak dilakukan persiapan. Peristiwa ini seperti saat terjadi letusan freatik di Kawah Sileri, Dieng (Jawa Tengah) beberapa waktu lalu yang juga tanpa peringatan sebelumnya," kata Sutopo.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Wawan Irawan mengatakan, status Gunung Ijen saat ini masih Normal. "Peringatan dini tidak diberikan karena PVMBG tidak menangkap adanya anomali yang signifikan dari data kegempaan," kata dia.
Irawan menambahkan, data kegempaan di Kawah Ijen hanya merekam adanya embusan gas. "Tidak ada gempa letusan," kata dia.
Menurut Irawan, hingga saat ini belum bisa dipastikan apakah masih ada potensi erupsi di Ijen. "Tim dari PVMBG akan melakukan pemeriksaan ke sana," kata dia.
Mendengar letusan
Berdasarkan laporan yang masuk ke BNPB, kata Sutopo, pada Rabu pukul 19.15, warga di Pondok Bunder, yang berjarak 1,5 kilometer dari Kawah Ijen, mendengar tiga kali letusan. Sekitar pukul 20.30 WIB, puluhan warga dari empat dusun di sekitar Ijen merasakan sesak nafas dan muntah-muntah karena menghirup bau belerang yang pekat.
Keempat dusun yang terpapar yaitu Dusun Margahayu, Dusun Krepekan, Dusun Watucapil, dan Dusub Kebun Jeruk. "Tidak semua warga dari dusun bersedia dievakuasi, namun saat ini bau menyengat mulai berkurang," kata Sutopo.
Sutopo mengatakan, sebanyak 30 orang warga kemudian dirawat, 24 orang di Puskesmas Sempol, 4 orang di Puskesmas Tlogosari, dan 2 orang dirujuk ke Rumah Sakit Koesnadi Bondowoso. "Sebanyak 178 jiwa warga dari empat dusun yang terpapar asap belerang kemudian dievakuasi," kata Sutopo.