Novanto Menyebut Sejumlah Nama Baru
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa perkara suap proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik, Setya Novanto, menyebut dua nama baru yang dituding menerima uang dari proyek tersebut. Namun, saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/3), Novanto tetap membantah dirinya menerima uang atau terlibat tender proyek tersebut.
Dua nama baru yang disebut Novanto adalah Menteri Koor- dinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Menurut Novanto, nama Puan dan Pramono disebut pengusaha Made Oka Masagung dalam pertemuan di rumahnya, sekitar September atau Oktober 2012. Menurut Novanto, Oka menyebutkan, Puan yang saat itu Ketua Fraksi PDI-P di DPR dan Pramono yang menjadi Wakil Ketua DPR menerima masing-masing 500.000 dollar AS.
Puan yang saat itu Ketua Fraksi PDI-P di DPR dan Pramono yang menjadi Wakil Ketua DPR menerima masing-masing 500.000 dollar AS.
”Untuk apa mereka diberi uang itu? Apakah mereka membantu pembahasan anggaran proyek KTP-el?” tanya jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi Ahmad Burhanuddin.
”Saya tidak tahu untuk apa,” jawab Novanto.
Uang 500.000 dollar AS, kata Novanto, juga diterima sejumlah anggota DPR periode 2009-2014. Mereka adalah Chairuman Harahap, Tamsil Linrung, Melchias Mekeng, Mirwan Amir, Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, Olly Dondokambey, dan Jafar Hafsah.
Membantah
Secara terpisah, nama-nama yang disebut Novanto telah menerima uang dari KTP-el membantah keterangan Novanto.
Uang 500.000 dollar AS, juga diterima sejumlah anggota DPR periode 2009-2014. Mereka adalah Chairuman Harahap, Tamsil Linrung, Melchias Mekeng, Mirwan Amir, Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, Olly Dondokambey, dan Jafar Hafsah.
Pramono menyatakan, saat jadi Wakil Ketua DPR periode 2009-2014 hanya bekerja terkait dengan Komisi IV dan Komisi VII DPR. Ia tidak pernah bersentuhan dengan Komisi II atau Badan Anggaran DPR yang ikut membahas proyek KTP-el dan siap dikonfrontasi dengan siapa pun terkait tudingan itu.
Pramono juga menyindir Novanto yang selalu mengaku tidak ingat saat ditanya tentang dirinya. Namun, ia selalu menyebut nama-nama yang dianggap berkaitan dengan kasus ini.
Ganjar Pranowo juga membantah menerima uang dari proyek KTP-el. ”Saya disebut terus dan tidak pernah terbukti. Dulu katanya dikasih. Katanya di ruangannya si A. Ternyata orangnya sudah meninggal duluan,” ujarnya.
Olly Dondokambey yang kini menjadi Gubernur Sulawesi Utara juga membantah menerima uang dari proyek KTP-el.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menuturkan, langkah terdakwa perkara korupsi yang menyebut sebanyak mungkin nama yang terlibat cenderung dilakukan hanya untuk mendapatkan status justice collabolator/JC (pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap pihak lain yang terlibat dalam kejahatannya). ”Apa yang disampaikan Pak Novanto kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status itu demi meringankan hukuman,” katanya.
Dikembalikan
Jaksa mendakwa Novanto mendapat keuntungan hingga 7,3 juta dollar AS dari korupsi pengadaan KTP-el tahun 2011-2012. Namun, dalam sidang yang dipimpin Hakim Yanto, kemarin, Novanto tetap membantah telah menerima uang dari proyek itu.
Ia hanya mengakui ada penerimaan Rp 5 miliar untuk Irvanto Hendra Pambudi, keponakannya, yang lalu dipakai untuk membiayai Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar di Bali, Juni 2012. Uang itu telah dikembalikan Novanto kepada negara melalui KPK pada 15 Maret 2018, melalui istrinya, Deisti Astriani Tagor.
Novanto menyebut, pengembalian uang Rp 5 miliar itu bentuk pertanggungjawabannya sebagai paman. ”Uang itu ada hubungannya dengan KTP-el. Saya mengembalikan uang itu sebagai bentuk pertanggungjawaban saya sebagai paman. Itu (Irvanto) keluarga saya. Tadi malam secara jujur dia sampaikan, kalau dia disuruh mengembalikan uang, dia enggak ada uang. Saya terenyuh,” ujarnya.
Jawaban Novanto yang membantah penerimaan uang dari proyek KTP-el itu dipertanyakan hakim. Pengakuan Novanto di dalam sidang sebenarnya dibutuhkan sebagai salah satu syarat mempertimbangkan permohonan Novanto yang mengajukan status JC.
Mereka yang bisa mengajukan JC adalah saksi atau pelapor yang juga pelaku tindak pidana. Sementara langkah Novanto yang membantah terlibat dalam proyek KTP-el, bahkan membantah penerimaan uang, di satu sisi justru menunjukkan Novanto tak mau mengakui dirinya pelaku kejahatan. ”Saudara menandatangani ini dengan sadar, kan?” kata Hakim Yanto sembari menunjukkan permohonan JC Novanto. ”Pengajuan JC berbeda dengan whistleblower yang pelapor putih (bukan pelaku kejahatan). Kalau dengan jawaban Saudara yang seperti ini, nanti bagaimana permohonannya JC Saudara,” katanya.
Namun, Novanto tetap pada pendiriannya bahwa dirinya tidak menerima aliran uang dari proyek KTP-el.
(REK/APA/RWN/ZAL/INA/NDY)