Ultimatum Golkar: Kursi Cawapres atau Tambah Jatah Kabinet
Oleh
DD06
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menyatakan, Presiden Joko Widodo harus memilih calon wakil presiden dari kader Golkar pada Pemilu 2019. Hal itu adalah harga mati. Apabila tidak terwujud, Golkar menuntut tambahan jatah kursi kabinet.
”Yah, paling tidak seperti itu (harus mengusung cawapres), kalau tidak seperti itu, jangan juga kemudian menyakiti perasaan kami,” ucap Agung, saat diwancarai seusai mengikuti Rapat Kerja Nasional Partai Golkar 2018 di Hotel Sultan, Jakarta.
Agung mengatakan, berbagai syarat pendukung sudah dipenuhi partainya. Golkar adalah partai pemenang kedua dalam Pemilu 2014 dan Golkar juga yang mengusung Jokowi menjadi calon presiden 2019 pertama kali.
Apalagi, ucap Agung, Jokowi terlihat nyaman berpasangan dengan kader Golkar, Wakil Presiden Jusuf Kalla. Untuk itu, cawapres dari partai berlogo beringin itu adalah harga mati. ”Tentu diharapkan sekali dukungan dari Golkar itu dipertimbangkan agar cawapresnya berasal dari kader Golkar,” katanya.
Apabila tidak diberikan kursi cawapres, Agung menuntut Jokowi untuk memberikan jatah kursi lebih di kabinet seandainya terpilih kembali. Menurut dia, hal itu adalah konsekuensi logis sebuah dukungan parpol besar seperti Golkar.
”Ya, itu harus (penambahan kursi kabinet). Kalau tidak, ya, kita tidak dapat apa-apa. Masa tidak dapat apa-apa?” sebut Agung.
Adapun saat ini jumlah kader Golkar pada Kabinet Kerja adalah tiga orang, antara lain Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dan yang teranyar Menteri Sosial Idrus Marham.
Hal berbeda disampaikan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tanjung. Dia menyerahkan pada Jokowi terkait pendamping yang akan dipilih untuk Pemilu 2019. “Itu kan semua pada akhirnya pada Beliau (Jokowi),” ucapnya usai Rakernas.
Sementara itu, apabila Jokowi mempersilakan partai pengusung untuk memberi nama, Akbar menyarankan untuk mengusung Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Dia menilai, dari kader, Airlangga merupakan orang yang paling tepat untuk mewakili Golkar.
”Ya, tentu dari perspektif Golkar ya tentu pemimpin hari ini, ya Airlangga. Tetapi saya belum tahu sudah sampai level mana pembicaraannya,” kata Akbar.
Selain Airlangga, kata Akbar, sebelumnya muncul nama Kalla. Meski demikian, Kalla terhambat Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, yang melarang jabatan Presiden dan Wapres dipimpin selama dua masa jabatan oleh orang yang sama.
”Ya, pada waktu itu Pak JK sebetulnya sudah menyatakan kesiapannya seandainya diminta kembali. Ternyata setelah diadakan penelitian lebih jauh, ternyata tidak memungkinkan karena beliau sudah dua kali Wapres,” tutur Akbar.
Tujuan Golkar mengusung cawapres salah satunya adalah untuk meningkatkan jumlah pemilih pada Pemilu 2019. Mereka menargetkan memenangkan pemilu dengan jumlah suara 18 persen dan 110 kursi di parlemen.
Adapun, survei Charta Politika menyatakan, elektabilitas Golkar cenderung stagnan. Pada Januari 2018 elektabilitasnya baru mencapai 12,5 persen.
Rakernas Golkar diadakan pada 22-23 Maret 2018. Rakernas bertema ”Meneguhkan Etika Politik Mewujudkan Partai Golkar Bersih Menuju Sukses Pemilu 2019 yang Bermartabat” itu ditujukan untuk memperkuat soliditas kader. Acara tersebut dihadiri sekitar 650 kader Golkar dari Dewan Pengurus Daerah dan Pusat.