”Robot Action Figure”, Kendaraan Tempur, hingga Bangunan dari Koran Bekas
Koran bekas menjadi lebih berkelas ketika disulap menjadi berbagai bentuk replika robot, miniatur bangunan monumental, atau mini diorama. Berkat sentuhan kreativitas Achmad Amaluddin (58), koran bekas yang umumnya laku Rp 2.000 per kilogram, bisa bernilai hingga jutaan rupiah.
Koran bekas itu diubah oleh ayah tiga anak itu menjadi berbagai bentuk, termasuk replika mobil, sepeda, becak, robot, miniatur gedung, hingga bertema diorama seperti taman, hutan, dan suasana stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU).
Pesanan pun bukan hanya dari Gresik, melainkan juga berasal dari Surabaya, Jakarta, Bandung, Semarang, dan Bali. Ada pula pesanan dari wilayah Kalimantan dan Sumatera.
Amaluddin berhasil membuat diorama mini SPBU, miniatur Masjidil Haram di Mekah, Arab Saudi, juga miniatur menara Eiffel di Paris, Perancis.
Warga Gresik itu juga membuat bentuk mini dari bangunan yang menjadi ikon Gresik atau punya nilai sejarah seperti Wahana Ekspresi Pusponegoro, Gedung Nasional Indonesia, Kampung Kemasan, dan Gardu Suling.
Suami Erma Suryani (52) itu juga mengubah koran bekas menjadi miniatur kendaraan tempur, mobil mewah, becak, sepeda, hingga robot-robot. Harga miniatur atau replika itu mencapai Rp 150.000 hingga Rp 2 juta bergantung bentuk dan tingkat kerumitannya. Hasil karyanya dijual melalui media sosial ataupun dalam jaringan.
Amaluddin menekuni usaha kerajinan sekitar 10 tahun dengan nama Nizar Craft, mulai membuat replika damar kurung dan pernak-pernik suvenir lain. Ia juga pernah membuat replika atau latar belakang diorama mini dengan bahan styrofoam (gabus), berkas zak semen, dan stik es krim.
Namun, dua tahun terakhir pria kelahiran 29 Desember 1960 itu fokus membuat berbagai bentuk miniatur dan replika berbahan koran bekas. Semula karyanya hanya dijual saat pameran, tetapi peminatnya juga banyak, terutama pemesanan secara daring.
Ide membuat kerajinan yang terbuat dari limbah koran itu terinspirasi dari anak pertamanya, Muhammad Yunus Erdiansyah. Sang anak suka mengoleksi mainan, terutama karakter tokoh dalam bentuk mini (action figure).
Awalnya ia diminta membuat properti untuk mempercantik mainan tersebut. Koran bekas itu pun dipoles dengan cat. Setelah diunggah ke medsos banyak teman anaknya yang pesan. Akhirnya karyanya pun menyebar ke sejumlah daerah, termasuk Bandung, Sumatera, Bali, dan Kalimantan.
Karyanya diburu pencinta mainan karakter dan penghobi fotografi, apalagi fotografi miniatur sedang tren. Ada penghobi fotografi yang memilih menggunakan miniatur asli, ada pula yang memanipulasi obyek nyata menjadi miniatur. Diorama yang dibuat Amaluddin bisa menjadi sarana fotografi miniatur, terutama yang berkarakter etnik.
Miniatur Taman Gresik Kota Baru, Kampung Kemasan, hingga Gardu Suling bisa menjadi obyek foto miniatur yang unik, apalagi berbahan koran bekas. Koran bekas bisa dibuat berbagai bentuk setelah dicampur dengan lem kayu lalu dilinting menyerupai bentuk lidi yang kaku.
Setelah itu, barulah dirangkai sesuai bentuk yang dibuat polanya lebih dulu. Ada satu miniatur yang bisa selesai tiga hari, tetapi ada pula sebulan baru jadi. ”Hanya butuh kecermatan, ketelitian, dan konsentrasi tinggi,” tuturnya.
Karya Amaluddin biasanya dipakai menjadi semacam diorama, misalnya suasana hutan, lalu dilengkapi dengan tokoh-tokoh karakter tertentu yang dipasang di sejumlah titik. Biasanya itu digunakan untuk keperluan pemotretan miniatur.
Oleh karena itu, ia pun membuat koran bekas menjadi bentuk menyerupai suasana taman, gedung, hingga hutan dan pantai. Tokoh karakter yang dipasangi tokoh dalam bentuk mini pun seolah berada di taman, gedung, atau hutan.
Jika dicermati, jadilah bentuk diorama tiga dimensi. Diorama itu bisa membantu pencinta mainan tokoh mini dan latar belakang pemotretan. ”Ini diminati karena bahan dasarnya limbah koran bekas, harganya lebih terjangkau daripada miniatur di toko mainan,” ujar Amaluddin.
Diorama itu umumnya diminati pencinta mainan, yang digunakan untuk fotografi hingga dekorasi tokoh-tokoh laga, terutama robot dari Jepang. Biasanya bahannya aluminium, plastik, dan besi sehingga harganya tinggi.
”Kalau dibuat dari koran bekas, harganya lebih murah. Lintingan koran bekas juga kokoh. Tinggal diberi warna dan butuh kreativitas agar miniatur lebih menggambarkan suasana yang diinginkan,” kata Amaluddin.
Dalam sebulan, Amaluddin bisa membuat lima diorama atau bentuk miniatur dan replika. Satu bentuk bisa dibuat paling cepat empat hari hingga paling lama sebulan, bergantung detail dan tingkat kerumitannya.
Pelanggannya, terutama pencinta mainan, pencinta fotografi, dan pencinta seni dekoratif yang menyukai detail. Pada pertengahan 2016, ia mengirimkan pesanan ke Magelang, Bandung, hingga Sumatera.
Menurut mantan karyawan PT Petrokimia Gresik itu, dirinya merasa sayang kalau bekas koran dibuang begitu saja. Kalaupun dimanfaatkan, dijadikan bungkus makanan. Padahal apabila dibuat kerajinan, bisa punya nilai seni dan nilai jual tinggi.
Ia menyebutkan, miniatur GNI Gresik, Wahana Ekspresi Pusponegoro, dan Menara Eiffel masing-masing bisa laku Rp 800.000. Tiruan Masjidil Haram bisa terjual Rp 1,2 juta. Sementara tiga miniatur SPBU yang dibuatnya masing-masing laku Rp 250.000.
Khusus dari kerajinan koran bekas ini bisa menambah penghasilan hingga Rp 2 juta hingga Rp juta sebulan. ”Pemasarannya cukup terbantu dengan komunitas pencinta mainan. Kebetulan anak saya termasuk salah satu anggotanya,” ujar alumnus SMEA Taruna Jaya Gresik itu.