Jumat, 23 Maret 1973, Soeharto memasuki ruang pleno Majelis Permusyawaratan Rakyat. Langkah Soeharto terayun mantap. Sesekali tangan kanannya mengusap- usap saku jas. Wajahnya dimiringkan ke kanan sambil melempar senyum khasnya. Soeharto dikawal banyak petugas sehingga hanya Ketua MPR Idham Chalid yang mengiringi di sampingnya. Para Wakil Ketua MPR lainnya terpaksa berjalan di barisan belakang.
Hari itu Soeharto memang menjadi pusat perhatian. Kilau lampu kamera tak henti-hentinya mengabadikan Soeharto, yang sengaja berdiri setengah menit sebelum duduk di kursinya. Ia memberi kesempatan kepada wartawan foto yang berebut mengambil momen bersejarah tersebut.
Bahkan, pidato Ketua MPR Idham Chalid saat membuka sidang paripurna ke-6 tak lebih dari dua menit untuk menyatakan dua hal: ucapan terima kasih dan penjelasan agenda pengambilan sumpah jabatan presiden yang telah dipilih MPR. Sidang paripurna itu agenda utamanya adalah pengambilan sumpah jabatan Presiden. Saat pimpinan MPR memberi ucapan selamat, tepuk tangan memecah keheningan ruang sidang. Wajah-wajah serius pun berubah penuh senyum dan tawa. Tepuk tangan terus bergemuruh sampai Soeharto yang penuh senyum meninggalkan ruang sidang.
Soeharto diangkat kembali sebagai presiden berdasarkan Ketetapan MPR Nomor IX/III/1973. Soeharto menduduki kursi kepresidenan untuk periode 1973-1978. Sebelumnya periode 1968-1973, setelah menjadi pejabat presiden selama setahun (1967-1968). Soeharto didampingi Wakil Presiden Sultan Hamengku Buwono IX yang dipilih dalam sidang paripurna ke-7 pada Jumat malam.
Sabtu, 24 Maret 1973—persis 45 tahun silam—rekaman peristiwa bersejarah itu memenuhi halaman muka Kompas, termasuk lima foto Soeharto yang dipasang berjajar. Sejarah mencatat Soeharto berkuasa begitu lama sampai 32 tahun. Di akhir kekuasaannya, tak tampak lagi wajah Soeharto yang penuh senyum. Wajah kekuasaannya tampak keras hingga rakyat dan mahasiswa menumbangkannya pada 1998. (SSD)