Status Angkutan Daring Belum Jelas
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menganggap perusahaan transportasi dalam jaringan berbasis aplikasi masih dalam ranah abu-abu. Dalam sistem angkutan berbasis jaringan ini, perusahaan penyelenggara tidak bisa hanya bertindak sebagai perantara, tetapi juga harus bertanggung jawab sebagai operator.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo, di Jakarta, Jumat (23/3/2018), menyatakan, dalam bisnis angkutan umum, seharusnya penyedia layanan ikut bertanggung jawab karena mereka yang menyediakan akses tersebut. Namun, lanjutnya, aplikator sebagai penyedia angkutan daring menganggap posisi mereka hanya sebagai perusahaan aplikasi.
Hal ini, ujarnya, membuat kerja sama dalam aplikator ini masih abu-abu, tidak jelas. Perusahaan hanya menyediakan aplikasi, sementara mereka menganggap tidak memberikan order atau arahan kepada pengemudi. Padahal, lanjut Sugihardjo, mereka yang mengizinkan pengemudi untuk menjalankan aplikasi dan mengangkut penumpang.
”Grab, Go-Jek, dan Uber mengatakan mereka perusahaan aplikasi. Padahal, kata Pak Hanif, Menteri Tenaga Kerja, itu termasuk perusahaan yang menjual jasa berbasis aplikasi. Jadi, perusahaan jangan hanya menganggap jadi broker atau perantara,” tuturnya.
Sugihardjo meminta tindakan tegas dari aparat berwajib dalam kasus kriminal yang melibatkan pengemudi angkutan daring. Perusahaan juga ikut bertanggung jawab karena merekalah yang mengizinkan pelaku menjadi pengemudi taksi berbasis aplikasi ini.
Sugihardjo berujar, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 108 Tahun 2017, atau biasa disebut PM 108, bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat sebagai konsumen. Angkutan daring harus menaatinya karena peraturan ini mencakup jaminan aspek keselamatan hingga solusi tarif.
”Dengan terjadinya kasus ini, kami harap semuanya bisa duduk bersama dipimpin oleh Menko Maritim. Kriminal ini tidak bisa dibiarkan, harus ada tindakan tegas,” katanya.
Peneliti transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, berpendapat, aplikator angkutan daring seharusnya berbentuk perusahaan transportasi berbasis aplikasi sehingga tunduk kepada peraturan perhubungan. Ia mencontohkan, Eropa telah memaksa aplikator angkutan daring Uber menjadi perusahaan transportasi, bukan perusahaan aplikasi.
Perusahaan aplikator tidak bisa menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab kepada pengemudi jika terjadi apa-apa. Mereka yang merekrut pengemudi, jadi mereka yang bertanggung jawab terhadap pengemudi ini.
”Idealnya, perusahaan aplikator haruslah perusahaan transportasi sehingga mereka terikat dengan aturan transportasi negeri ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Deddy, perusahaan tersebut tidak bisa menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab kepada pengemudi jika terjadi apa-apa. Mereka yang merekrut pengemudi, jadi mereka yang bertanggung jawab terhadap pengemudi ini. Semua ini demi kenyamanan dan keamanan penumpang.
Penerapan aturan
Deddy mendukung pemberlakuan PM 108 karena bertujuan untuk mempermudah kontrol pengemudi angkutan daring di jalan raya. Pengemudi beserta kendaraan yang berfungsi sebagai angkutan umum harus diseleksi dengan baik karena mereka tidak hanya membawa diri sendiri, tetapi juga orang lain.
Angkutan daring, ucap Deddy, juga perlu diberikan kuota untuk membatasi jumlah pengemudi daring yang ada di jalan raya. Jika aturan tidak diterapkan dan seleksi tidak diperketat, jumlah pengemudi menjadi tidak terkendali sehingga menambah kemacetan. Apalagi, kredit mobil yang terjangkau memudahkan seseorang untuk memiliki mobil, lalu menggunakan kendaraan ini sebagai angkutan daring.
Jalan raya tidak bisa dijadikan ladang pekerjaan dengan mudah. Ini adalah fasilitas publik. Harus ada etika dan aturan yang harus dipenuhi karena banyak orang yang menggunakannya.
”Jalan raya tidak bisa dijadikan ladang pekerjaan dengan mudah. Ini adalah fasilitas publik. Harus ada etika dan aturan yang harus dipenuhi karena banyak orang yang menggunakannya. Bukan untuk menghalangi rezeki, tetapi ini adalah risiko jika ingin menjadi pengemudi angkutan umum. Tidak bisa sembarangan orang,” ujarnya.
Seleksi pengemudi
Sugihardjo menyatakan, jika penyedia jasa aplikasi angkutan daring terdaftar sebagai penyelenggara, seleksi calon pengemudi akan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Apabila pengemudinya bermasalah, penyedia jasanya yang dituntut.
”Pemerintah akan sulit mengurus ke pengemudinya satu per satu jika ada masalah. Kami akan langsung ke penyelenggaranya,” kata Sugihardjo.
Dihubungi terpisah, Falencia C Naoenz sebagai perwakilan Uber Indonesia menyatakan, surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) merupakan salah satu syarat menjadi pengemudi Uber.
Selain itu, pihaknya juga mengadakan sesi sosialisasi panduan komunitas kepada calon pengemudi. Pihak Grab Indonesia juga telah dihubungi. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Grab Indonesia belum menjawab.
Berdasarkan pengamatan, pendaftaran calon pengemudi Uber, Grab, dan Go-Jek dapat dilakukan secara daring. Dokumen yang dibutuhkan meliputi kartu tanda penduduk, surat tanda nomor kendaraan, SKCK, dan surat izin mengemudi.
Waktu yang dihabiskan calon pengemudi untuk mendaftar hingga diterima oleh tiga aplikasi itu tidak sampai dua hari. ”Kami tidak ada psikotes. Hanya pengumpulan dan verifikasi berkas, lalu mendapat pengarahan,” ujar Ketua Umum Asosiasi Driver Online Christiansen FW Wagey saat dihubungi, Jumat.
Sementara itu, PT Blue Bird Tbk menerapkan psikotes dalam proses seleksi pengemudi armada taksi yang dikelolanya. Setelah pendaftaran dan tes, calon pengemudi akan dilatih menyetir dan disosialisasikan kiat-kiat melayani penumpang. Total waktu perekrutan mencapai sekitar dua minggu.
”Bagian pengembangan sumber daya manusia kami juga menguji calon pengemudi dengan tes kesabaran dan tes kemauan untuk mendengarkan serta menganalisis perilaku calon pengemudi,” kata Direktur Pemasaran PT Blue Bird Tbk Amelia Nasution.
Ketika telah menjadi pengemudi, kestabilan emosi dan stres mereka juga dijaga. Oleh sebab itu, Blue Bird menyediakan pinjaman untuk cicilan rumah atau kendaraan serta komunitas pembinaan.
Menurut Amelia, kedua strategi ini bertujuan agar pengemudi tidak mudah stres. Pinjaman untuk menghindarkan pengemudi dari tekanan finansial, sedangkan komunitas sebagai tempat pengemudi bertukar cerita. Apabila pengemudi stres, ada risiko tindakan yang dapat membahayakan diri pengemudi dan penumpang.
Aduan penumpang
Jika penumpang taksi daring merasa terancam atau dalam bahaya, dia dapat menghubungi pusat panggilan untuk layanan aduan. Felicia menyatakan, Uber Indonesia mengimbau penumpang yang merasa terancam untuk menelepon 110 atau 118 terlebih dahulu.
Pada aplikasi Grab, Uber, dan Go-Jek, pengaduan tidak muncul secara langsung. Pengguna harus mengeklik menu ”bantuan” dan memilih jenis aduan terlebih dahulu. Setelah itu, pengguna dapat mengadukannya lewat e-mail atau nomor telepon.
Sementara Blue Bird meletakkan kontak pengaduannya, baik pesan singkat, media sosial, maupun nomor pusat panggilan, di dalam taksinya. Amelia mengatakan, penumpang dapat menghubungi kontak tersebut dan menyebutkan nomor taksinya jika merasa dalam keadaan darurat.