JAKARTA, KOMPAS — Keluarga Yun Siska Rohani (29), korban pembunuhan pengemudi angkutan dalam jaringan, menginginkan ada bentuk pertanggungjawaban pihak Grab selaku aplikator layanan yang digunakan pelaku untuk menjerat korban. Pihak Grab Indonesia hari Senin (26/3/2018) menyatakan akan bertanggung jawab untuk memenuhi hak korban setelah seluruh proses investigasi selesai.
Supandi (66), orangtua Siska, menyayangkan sikap perusahaan angkutan daring Grab Indonesia yang belum menemui pihak keluarga setelah pembunuhan putrinya. Kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, ia mengatakan belum dihubungi pihak perusahaan.
”Kami ingin ada tanggung jawab dari perusahaan taksi online Grab. Mudah-mudahan pihak Grab dan pemerintah bisa bekerja sama agar hal ini tidak terulang kembali,” ujar Supandi saat Budi melayat ke rumah korban di Petukangan, Jakarta Selatan, Minggu (25/3/2018).
Budi salut dengan sikap Supandi yang tabah menghadapi kenyataan. Namun, pihak keluarga berkeinginan untuk meminta kejelasan dari pihak Grab selaku perusahaan aplikator taksi daring yang digunakan pelaku untuk menjerat korban.
Budi mengatakan, perusahaan memang sudah seharusnya bertanggung jawab atas kejadian yang telah merenggut korban jiwa ini. Kasus ini menjadi pelajaran berharga untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan angkutan daring.
”Berkaitan dengan keluhan aplikator yang belum datang ke sini, saya mengharapkan, mereka harus datang dan bertanggung jawab. Kita sesama manusia harus menghargai kehilangan yang besar dari Bapak Supandi,” tuturnya.
Ridzki Kramadibrata, Managing Director Grab Indonesia, menyatakan akan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menyelidiki kejadian yang dilakukan oleh mitra pengemudi mereka. Ia berujar, perusahaan akan berkomitmen untuk memberikan dukungan serta bantuan kepada keluarga dan kerabat korban.
”Kami akan memenuhi hak penumpang, termasuk memproses pertanggungan asuransi yang diperlukan bagi keluarga korban setelah seluruh proses investigasi selesai,” ujarnya.
Belum ditemui
Sumadi bercerita, dirinya mendapatkan informasi kematian putrinya pada Minggu (18/3/2018), pukul 14.00. Saat itu, ia didatangi polisi dari Polres Bogor. Polisi juga memberitahukan, lanjutnya, aplikasi taksi daring yang digunakan Siska adalah Grab.
”Saya tahu dari polisi bahwa anak saya sudah ditemukan meninggal sekitar jam 07.00. Sebelumnya saya masih mengira anak saya tidak pulang karena bekerja,” ucapnya.
Zulfahmi, pemilik BZ Organizer and Entertainment tempat Siska bekerja, juga menyayangkan sikap perusahaan yang masih belum menghubungi keluarga korban.
Padahal, ujarnya, kematian Siska merupakan pukulan berat bagi keluarga karena korban adalah orangtua tunggal yang harus membesarkan anaknya yang masih balita.
”Keluarga telah kehilangan sangat besar. Namun, itikad baik dari perusahaan taksi daring masih belum ada hingga saat ini. Padahal, sudah jelas, polisi menyebut Grab sebagai aplikasi taksi daring yang digunakan pelaku untuk menjebak korban,” tuturnya.
Pola perekrutan
Budi menyatakan, kenyamanan dan keselamatan adalah hal yang harus dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa transportasi. Ia meminta semua aplikator untuk memperbaiki pola perekrutan untuk menghasilkan pengemudi yang bisa menjamin keamanan dan kenyamanan penumpang.
”Ini merupakan kejadian yang menyakitkan dan harus menjadi pelajaran penting bagi perusahaan taksi daring. Memang sebuah kewajaran, badan usaha transportasi harus memenuhi level of service (tingkat pelayanan), dan yang terpenting dalam aturan itu adalah keamanan,” lanjutnya.
Budi berujar, aplikator atau pihak-pihak yang mengoordinasi harus bisa melakukan perekrutan dengan baik. ”Memang seharusnya semua orang punya hak untuk penghidupan yang lebih baik dengan menjadi sopir angkutan daring. Namun, aplikator juga harus memilih, mana yang memang layak menjadi pengemudi,” katanya.