Program EBT Dipercepat untuk Dorong Rasio Elektrifikasi
Oleh
Pieter P Gero
·3 menit baca
KALABAHI, KOMPAS — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bertekad terus mendorong rasio elektrifikasi di daerah- daerah yang tingkat elektrifikasinya masih jauh dengan mempercepat penerapan program energi baru terbarukan.
Pengembangan program tersebut diyakini akan menjadikan rasio elektrifikasi yang saat ini sekitar 65 persen di Nusa Tenggara Timur (NTT) akan setara dengan rasio nasional yang sudah sekitar 98 persen pada 2019.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, NTT, Sabtu (24/3/2018), menegaskan, rasio elektrifikasi yang rendah masih dialami sejumlah anggota masyarakat seperti di NTT dan Papua.
”Rasio elektrifikasi mereka jauh dibanding rasio nasional karena masih ada sejumlah desa yang belum menikmati listrik,” ujar Jonan saat meresmikan 21 proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) di lima kabupaten di NTT yang dipusatkan di Alor.
Proyek listrik EBT ini selain berupa pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) juga berupa pembangkit listrik mikrohidro (PLTMH).
Rasio elektrifikasi di beberapa kabupaten di NTT, seperti di Sabu Raijua dan Timur Tengah Selatan (TTS), bahkan berada di bawah 50 persen. Hal ini, menurut Gubernur NTT, yang mendampingi Jonan, karena lokasi beberapa desa yang terpencil sehingga sulit dicapai jaringan transmisi PLN.
Namun, Jonan memastikan, desa-desa ini segera menikmati listrik melalui program EBT, terutama berupa PLTS, termasuk program lampu tenaga surya hemat energi yang langsung dibagikan ke setiap kepala keluarga yang belum bisa segera menikmati listrik dari PLN.
Sejauh ini, untuk 2018 PLN menganggarkan Rp 1,7 triliun untuk pengadaan listrik bagi 550 desa di NTT. Tahun lalu dianggarkan Rp 2,2 triliun untuk memasok listrik bagi 637 desa di NTT. Kendala lokasi yang sulit dan sumber daya manusia membuat upaya PLN terkendala.
”Karena itu, program EBT yang juga bagian dari program Indonesia Terang akan terus dipercepat, apalagi dengan program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi yang diberikan gratis, listrik kian cepat dinikmati warga,” ujar Jonan.
Nilai lampu ini sekitar Rp 3,3 juta untuk empat titik lampu per rumah.
Dengan PLN terus mengembangkan jaringan yang dapat menyumbang hingga 13 persen per tahun terhadap rasio elektrifikasi dan sumbangan sekitar 9 persen dari program EBT dari ESDM, rasio elektrifikasi akan mencapai 98 persen pada akhir 2019.
Selain peresmian 21 unit pembangkit listrik berkapasitas 1.516 KW yang mengalirkan listrik ke 2.737 KK, Jonan juga meresmikan 12 sumur bor yang dilakukan Badan Geologi ESDM di delapan kabupaten di NTT. Setiap sumur bor ini bisa melayani 2.800 KK atau sekitar 33.600 jiwa.
”Sumur bor dengan biaya sekitar Rp 300 juta per sumur bisa segera memenuhi kebutuhan masyarakat untuk air bersih. Membangun dam mahal dan tidak bisa dilakukan di semua tempat,” ujar Jonan.
Badan Geologi ESDM pada periode 2005-2017 sudah membangun 1.795 sumur bor di seluruh Indonesia dengan potensi melayani kebutuhan air 5,2 juta jiwa. Sebanyak 91 sumur bor dibangun di beberapa lokasi di NTT.