Rambu-rambu Memindah Pohon
Dodi Nandika, Guru Besar Insititut Pertanian Bogor, menjelaskan, sebagai arboris atau pemerhati pohon, untuk pemindahan pohon di jalur pemisah Sudirman, ia melihat belum ada peralatan untuk memindah pohon di Indonesia. Itu karena untuk memindahkan pohon tidak bisa dilakukan begitu saja.
Ada alat khusus untuk memindahkan pohon tersebut. Begitu alat ditusukkan ke tanah dan mengiris akar pohon, alat akan langsung memadatkan tanah dan akar, membentuk bola akar (root balling), serta mencabutnya.
Sebelum alat digunakan, lanjutnya, mesti ada perhitungan, pengamatan, dan penilaian terlebih dahulu mengenai pohon yang akan dipindah karena pohon itu produsen oksigen, terapis pencemar, penguat tanah, penjaga erosi, penjaga air, dan juga penyerap karbon. Pohon itu aset.
Apabila satu pohon memiliki tajuk selebar 3 meter, maka akar akan selebar tajuk itu. Akar yang akan dipindahkan tidak boleh kurang dari 85 persen dari lebar tajuk.
”Jadi, tidak boleh ya tajuk 3 meter, akar yang ikut dipindah 1,5 meter. Mestinya 2 sekian meter saat dipindah agar masih banyak akar kecil yang bisa menyerap unsur hara. Kalau akar yang dipindah terlalu kecil, yang tertinggal adalah akar-akar besar yang tidak memiliki benang-benang akar yang bisa menyerap unsur hara itu,” kata Dodi.
Lalu, untuk pemindahan harus dikenali pohon yang rentan dehidrasi atau penguapan dan yang tidak peka. Untuk yang rentan, daun-daun harus dikurangi. Untuk tanaman yang tidak rentan, daunnya tidak perlu dikurangi, boleh utuh. Namun, bola (balling) akar harus tetap besar agar akar-akar yang kecil tetap ada dan bisa kembali tumbuh.
”Begitu alat pemindah pohon ditusukkan ke tanah dan langsung memadatkan tanah dan akar, serta membentuk bola akar (root balling) dan mencabut pohon, pohon tidak boleh rebah langsung begitu dicabut. Kalau direbahkan, ada kemungkinan tanah yang menyertai akar pecah,” ujar Dodi.
Pohon juga harus langsung dibawa ke lokasi baru untuk adaptasi selama dua minggu sambil dirawat. Di lokasi baru tanah tempat penanaman sudah mesti disiapkan. Di tempat baru, perawatannya juga harus baik, harus melekat, mulai dari pemberian pupuk, jangan sampai ada genangan dengan cara membuat drainase yang baik. Kalau mulai tumbuh sehat, kalau perlu pemangkasan ya dipangkas.
Adapun untuk penanaman kembali di jalur hijau, kata Dodi, konsultan perencana mesti memahami aturan mengenai pohon dan tanaman. Pohon yang tepat untuk jalur hijau sudah diatur dalam PermenPUPR No 5 Tahun 2012.
Pohon yang akan ditanam harus sesuai dengan kondisi ekologis di tempat yang baru. ”Apa itu ekologis? Yaitu iklim, tanah, cahaya matahari, drainase, dan lokasi tapak apakah penuh beton atau tidak. Kalau disesuaikan ekologisnya, mudah-mudahan adaptasinya bagus. Kalau yang dipilih pohon endemik DKI atau Jawa Barat, seperti ganetri, bisa cocok karena ekologisnya tepat,” kata Dodi.
Kemudian, pohon yang akan ditanam harus disesuaikan dengan morfologi tanamannya. Artinya, pohon besar, perdu, liana, atau sekadar pohon rambat ditanam disesuaikan dengan tujuannya, manfaatnya apakah di situ ada banyak polusi sehingga bisa menangkap gas-gas rumah kaca CO2, HCO untuk menyerap polutan, dan untuk memperkaya keanekaragaman hayati.
Lalu, bagaimana tanaman yang pas untuk trotoar? Dodi menjelaskan, ada tujuh kriteria yang mesti dipahami. Satu, akarnya tidak boleh merusak jalan. ”Tidak boleh akarnya akar permukaan yang melebar karena akan mengenai perkerasan jalan dan bangunan. Akarnya juga bukan akar dangkal. Dadap merah adalah pohon dengan akar dangkal yang cenderung keluar dan merusak trotoar. Namun, harus dilihat jarak tanam apabila ditanam dengan jarak 2,5 meter-3 meter dari perkerasan tidak apa-apa,” kata Dodi.
Kedua, batang harus cukup kokoh karena di kota itu di bawah batang banyak yang lewat, mulai kendaraan hingga manusia. Ketiga, pohon tidak memiliki cabang di bawah. ”Mengapa tidak boleh karena kalau pada malam hari cabang yang di bawah bisa menghalangi cahaya lampu dan cabang bawah cenderung lemah mudah patah,” kata Dodi.
Keempat, dahan atau ranting tidak boleh mudah patah. Angsana mudah patah. Akasia juga mudah patah. ”Jangan pilih yang mudah patah dan menjuntai,” ujarnya.
Kelima, daun jangan yang mudah rontok, tetapi yang awet hijau. ”Karena kalau mudah rontok, kasihan yang menyapu dan membersihkan. Selama tidak mudah rontok, itu bagus. Ketapang kencana membentuk payung. Kalau dalam permen, tanaman itu di median karena batangnya tidak besar. Kalau sawo kecik bisa karena batangnya alot dan tidak gugur daun,” ujar Dodi.
Keenam, bunga dan buah tidak rontok dan tidak beracun. Ketujuh, cepat pulih saat dipindahkan, di-balling, ataupun disapih cepat pulih. Dengan catatan pohon tersebut tahan polusi atau pencemaran. Dodi mencontohkan tanaman nyamplung. Lalu, untuk tepi jalan besar bisa ditanam bungur atau kenari yang tidak mudah patah dan rontok.
”Trembesi boleh, tetapi jangan di zona umum atau public domain, seperti parkir, depan gedung kantor. Tetapi, kalau di hutan kota, RTH, taman kota, Monas bisa. Karena trembesi cepat tumbuh, rimbun, tetapi mudah patah, jatuh. Ini alasan safety. Saya tidak menganjurkan. Tetapi, kalau ketapang yang besar, bukan ketapang kencana, akan lebih kuat,” kata Dodi.
”Trembesi tidak cocok ditanam di trotoar karena mudah patah dan jatuh.”