”Kera Ngalam” Dukung KPK Tuntaskan Kasus Korupsi Malang
Oleh
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Wali Kota Malang Mochamad Anton dan enam anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota Malang, Jawa Timur, langsung ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Selasa (27/3/2018). Terkait hal itu, warga Kota Malang mengaku justru mendukung tindakan KPK tersebut. Mereka mengaku kecewa dengan tindakan pemimpin yang mencederai kepercayaan rakyatnya.
Hal itu dikatakan Novi Arianti (35), warga Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. ”Sebagai kera Ngalam (orang Malang) saya kecewa berat. Bisa-bisanya mereka selama ini memakai topeng bermanis-manis, tetapi justru menggunakan kepercayaan rakyat untuk korupsi. Duit rakyat dipakai permainan,” katanya.
Untuk itu, Novi mendukung penuh tindakan KPK agar memproses kasus dugaan suap itu hingga tuntas. ”Saya dukung KPK menuntaskan semua pejabat yang korupsi. Agar tidak ada lagi pejabat menggarong uang rakyat untuk kepentingan pribadi,” katanya.
Senada dengan hal itu, masyarakat berharap kasus penahanan Wali Kota Malang bisa menjadi pelajaran untuk semua pihak.
”Sebenarnya sebagai warga kami menyikapi kasus ini biasa saja. Proses hukum adalah proses pembuktian. Kalau memang tersangka tidak bersalah, silakan dibuktikan di pengadilan. Ini bahan pembelajaran ke depan untuk Kota Malang. Agar pemimpin benar-benar bertindak sesuai aturan dan menjaga kepercayaan masyarakat dengan baik,” kata Emanuel (38), warga Kelurahan Balearjosari.
Pada pemeriksaan Selasa (27/3/2018) di Jakarta, KPK menahan tujuh orang, yaitu Mochamad Anton, Ya’qud Ananda Gudban, Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Heri Subianto (Ketua Fraksi Demokrat), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD Kota Malang dari Fraksi Golkar), Abdul Rachman (anggota Badan Anggaran dari Fraksi PKB), dan Sukarno (Ketua Fraksi Golkar). Mereka ditahan seusai diperiksa sebagai tersangka.
Dari tujuh orang ditahan tersebut, dua di antaranya adalah calon wali kota Malang. Keduanya adalah calon wali kota petahana Mochamad Anton (diusung PKB dan Gerindra) dan Ya’qud Ananda Gudban (diusung PDI-P, Hanura, PKS, PAN, PPP, Nasdem). Selain itu, KPK sudah menetapkan 17 anggota Dewan lainnya sebagai tersangka.
”Penahanan dilakukan 20 hari ke depan, di tempat berbeda. Semoga ini bisa menjadi pelajaran untuk semua,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Pemeriksaan KPK akan berlanjut pada Rabu terhadap 12 tersangka lainnya. Sebelumnya, KPK menetapkan 19 tersangka baru dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD-P Kota Malang tahun 2015.
Mereka adalah Mochamad Anton (Wali Kota Malang nonaktif), Abdul Hakim (Ketua DPRD Kota Malang dari fraksi PDI-P), Zainuddin (wakil ketua DPRD Kota Malang dari Fraksi PKB), Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD Kota Malang dari Fraksi Demokrat), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Golkar), Suprapto (Ketua Fraksi PDI-P), dan Sahrawi (Ketua Fraksi PKB).
Selain itu, Salamet (Ketua Fraksi Gerindra), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Ya’qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Hery Subianto (Ketua Fraksi Demokrat), Sulik Lestyowati (anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi Demokrat), Bambang Sumarto (Ketua Komisi C), Imam Fauzi (Ketua Komisi D), Tri Yudiani (anggota Badan Anggaran/Banggar dari Fraksi PDI-P), Syaiful Rusdi (anggota Banggar dari Fraksi PAN), dan Abdurrahman (anggota Banggar dari Fraksi PKB).
Diduga, Wali Kota Malang dan kawan-kawannya memberikan uang Rp 700 juta kepada Ketua DPRD Kota Malang untuk memuluskan pembahasan APBD-P tahun 2015. Uang diberikan kepada Ketua DPRD Kota Malang M Arief Wicaksono (saat ini terdakwa).
Oleh M Arief Wicaksono, uang tersebut diambil Rp 100 juta. Sisanya, yaitu Rp 600 juta, kemudian dibagi-bagi kepada anggota Dewan lainnya. Setelah dibagi-bagi, nilai suap untuk seluruh 44 anggota Dewan nilainya rata-rata hanya Rp 12,5 juta-Rp 15 juta per orang.