Lokomotif Tua ”Dihidupkan” untuk Angkat Wisata Cepu
Oleh
WINARTO HERUSANSONO
·3 menit baca
BLORA, KOMPAS — Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, berupaya menghidupkan lagi wisata perjalanan dengan kereta api uap kuno. Selain mempromosikan keindahan alam Blora, warisan sejarah atau heritage itu diharapkan menjadi daya tarik seiring dengan meningkatnya minat wisatawan, terutama turis asing terhadap destinasi unik dan bersejarah.
Kereta api berbahan bakar kayu jati, disebut pula sepur uap tua, ini saat dikunjungi, Selasa (27/3/2018), sudah hampir 10 tahun tidak beroperasi. Untuk kegiatan wisata ini, tersedia jalur wisata sepanjang 3 kilometer dari Halte Bengkel Traksi Loko di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu hingga Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) KPU Cepu di Batokan.
Junior Manager Heritage Loko Tour Perhutani KPH Cepu Agus Kusnandar, Selasa, mengemukakan, upaya menghidupkan lagi paket tur lokomotif tua sudah menjadi program unggulan. Ada dua kereta yang disiapkan, yakni kereta diesel Ruston buatan Inggris dan kereta diesel Drensine serta Loko Tua Bahagia yang berbahan bakar sepenuhnya dari kayu bakar jati.
Agus menyebutkan, kereta diesel Ruston sudah diperbaiki mesinnya. Mesin diesel tersebut telah diremajakan melalui kerja sama dengan teknisi ahli diesel dari bengkel di luar Perhutani. Total biaya peremajaan mesin sekitar Rp 45 juta.
”Dengan mesin yang bagus itu, kereta Ruston akan mampu melayani kegiatan wisata loko tour, hingga 25 penumpang sekali jalan. Sedangkan kereta Drensine bisa 6-10 orang,” lanjut Agus.
Untuk menghidupkan kembali tur lokomotif (loko tour), memang dibutuhkan biaya operasional tinggi. Menurut Agus, hal itu antara lain biaya pemeliharaan dan kebutuhan bahan bakar. Pengoperasian lokomotif Ruston, misalnya, butuh biaya Rp 600.000 hingga Rp 700.000 untuk perjalanan pulang pergi sejauh 3 kilometer. Adapun kereta Drensine lebih murah, di bawah Rp 500.000 untuk satu kali perjalanan dengan jarak yang sama.
Di depo bengkel kereta api KPH Cepu, kata salah satu petugas di Heritage Train Loko Tour, Wiryoso, terdapat lima lokomotif uap tipe C 12 dengan bobot masing-masing lebih dari 100 ton. Satu unit lokomotif C 2902 milik PT Kereta Api Indonesia yang sejak 1990 dihibahkan ke KPH Cepu sudah tidak bisa beroperasi. Lokomotif itu rusak terutama di bagian motor penggerak dan silinder.
Selain itu, terdapat tiga lokomotif lain dengan nama masing-masing Tujuhbelas, Agustus, dan Bahagia. Lokomotif Tujuhbelas dan Agustus dalam kondisi rusak sehingga seolah menjadi besi raksasa hitam yang mangkrak di emplasemen depo bengkel KPH Cepu.
Biaya operasional paling tinggi justru untuk kereta lokomotif uap Bahagia yang merupakan satu-satunya kereta uap yang masih gagah dan masih bisa beroperasi menarik barang dan penumpang.
Saat ini, semua pihak terutama KPH Cepu dibantu mitra di komunitas penggemar kereta api tengah menghidupkan kembali loko tour sebagai destinasi wisata unggulan di Cepu, Blora.
”Pemkab Blora sangat mendukung apabila loko tour berhasil dan menjadi ikon destinasi wisata unik. Ini tur lokomotif satu-satunya dengan pemandangan kawasan hutan, kampung di tepi hutan, lokasi penimbunan kayu hasil hutan di Indonesia yang masih beroperasi di bawah kendali Perhutani,” tutur Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Blora Alim Ngaliman.
Beberapa warga yang tinggal di sekitar KPH Cepu di Sorogo menyatakan gembira apabila tur lokomotif itu bisa dihidupkan kembali untuk mengangkat Cepu dan Blora dalam kancah wisata bersejarah.
Dulu, lokomotif-lokomotif tua ini digunakan untuk menarik rangkaian kereta yang mengangkut kayu jati dari kawasan hutan ke pusat kota dan sebaliknya. Sejak masa Belanda pada 1930 hingga pertengahan 1998, kereta api masih digunakan untuk mengangkut kayu sebelum akhirnya beralih ke angkutan darat pada 1990.
”Bapak saya pernah kerja di Perhutani Gubukpayung, tempat timbunan kayu yang menjadi jalur rel kereta api terakhir sebelum pada 1990. Akhirnya sarana lokomotif untuk angkutan kayu benar-benar dihentikan dan banyak jalur rel kereta api lenyap. Tidak ada lagi baja relnya meski jalurnya masih terpelihara,” ujar Suminto, warga di Sorogo, Cepu.