Obligasi Daerah Jateng Ditargetkan Rampung Akhir 2018
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Jawa Tengah menjadi satu-satunya provinsi yang telah melangkah jauh terkait upaya penerbitan obligasi daerah, bahkan dijadikan proyek percontohan. Tim percepatan penerbitan obligasi daerah pun telah dibentuk. Diharapkan, upaya penerbitan rampung akhir 2018.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Bambang Kiswono, di sela-sela pertemuan dengan wartawan di Semarang, Senin (26/3/2018), mengatakan, tim percepatan, baik di tingkat pusat maupun tingkat provinsi, terus bekerja mewujudkan itu.
”Pemerintah pusat sudah menetapkan Jateng sebagai proyek percontohan. Selama ini belum ada satu pun provinsi yang melakukan obligasi daerah, sedangkan kita sudah melangkah cukup jauh. Ditargetkan, akhir tahun ini selesai dan awal 2019 sudah bisa dipasarkan,” kata Bambang.
Tim percepatan penerbitan obligasi daerah di tingkat pusat terdiri dari OJK, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Perekonomian. Sementara di tingkat provinsi, Gubernur Jateng telah membentuk tim percepatan yang terdiri dari OJK Regional 3, perwakilan Bank Indonesia, Jateng, dan dinas-dinas terkait.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, obligasi daerah nantinya dapat dijadikan salah satu sumber pembiayaan pembangunan di Jateng. ”Juga untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Selain itu, masyarakat juga bisa ikut mengawasi proyek-proyek infrastruktur di daerah,” ujarnya.
Kepala Bagian Pengawasan Pasar Modal OJK Kantor Regional 3 Nur Satyo Kurniawan menambahkan, tim percepatan sudah berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Daerah Jateng. Itu dilakukan karena penerbitan obligasi daerah memerlukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Obligasi Daerah dan Perda Dana Cadangan.
”DPRD menyambut positif. Nantinya, tim juga akan dibantu Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia karena perlu adanya pengelolaan dana. Sementara itu, nilainya masih didiskusikan. Sementara proyeknya juga masih dikaji, mana yang memiliki studi kelayakan yang baik,” kata Nur Satyo.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Jateng Sri Puryono mengatakan, kesiapan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dalam menyediakan program obligasi daerah memerlukan sosialisasi intensif ke pemerintah kabupaten dan kota. Mereka harus digandeng untuk meningkatkan pemahaman tentang program obligasi daerah. Banyak daerah yang ragu-ragu atas tawaran obligasi daerah oleh OJK.
Jika obligasi daerah berjalan, pemerintah daerah punya sumber pendanaan di luar anggaran konvensional. Jika itu terwujud, pemkab dan pemkot yang mau pinjam dana hingga Rp 200 miliar bisa dengan mudah mendapatkannya. TPAKD dibentuk hasil kerja sama OJK, industri jasa keuangan, pemprov, serta kabupaten dan kota. Hingga akhir 2017 telah terbentuk 19 TPAKD di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota di Jateng (Kompas, 31/1).
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Hoesen sebelumnya mengatakan, obligasi atau surat utang daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan sarana pelayanan publik yang dapat menghasilkan penerimaan daerah. Kegiatannya harus sesuai dengan dokumen perencanaan daerah (Kompas, 3/2).
”Keuntungannya, pengelolaan uang daerah bisa semakin transparan dan fleksibel. Berbeda dengan skema pinjaman yang harus mengangsur per bulan, pembayaran kupon obligasi daerah ini bisa dilakukan dalam periode tiga bulanan, enam bulanan, dan tahunan sehingga pemerintah daerah bisa lebih leluasa mengelola keuangan,” kata Hoesen.
Dia menambahkan, penerbitan obligasi daerah tidak mendapat jaminan dari pemerintah pusat. Namun, untuk mengantisipasi kemungkinan gagal bayar, pemerintah daerah wajib menyediakan sinking fund atau dana pelunasan utang. Dana ini dipotong dari hasil pembelian obligasi daerah.
”OJK juga meminta pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi harus menyiapkan mitigasi risiko dan membentuk unit khusus yang mengelola obligasi daerah,” ujar Hoesen.