Aturan Ojek Daring Ruwet
JAKARTA, KOMPAS — Unjuk rasa besar-besaran para pengemudi ojek sepeda motor dalam jaringan atau daring melumpuhkan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Mereka menuntut ada regulasi yang mengatur batas tarif sehingga perusahaan aplikasi mitra para ojek daring tidak bisa bebas berpromosi memangkas tarif.
Promosi ini dilakukan guna menarik konsumen dan berkompetisi antar-perusahaan penyedia aplikasi. Akibatnya, pendapatan pengemudi makin tipis. Apalagi jumlah pengemudi diyakini makin banyak dan tidak terkontrol. Otomatis terjadi persaingan di antara mereka.
Di luar tuntutan soal tarif itu, masalah terkait ojek daring telanjur ruwet. Ojek sepeda motor, juga termasuk ojek daring, tidak diakui sebagai angkutan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sepeda motor bukan kendaraan yang cocok untuk angkutan, baik barang maupun orang, terlebih untuk jarak jauh. Ini terkait jaminan keselamatan dan keamanan konsumen ataupun pengemudi.
Namun, ojek daring telanjur tumbuh subur dan diminati masyarakat karena murah, cepat, dan mudah menembus kemacetan. Sampai saat ini belum ada aturan jelas tentang keberadaan ojek daring ini.
Presiden Joko Widodo pun menginstruksikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi serta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara serta perwakilan ojek daring untuk bertemu dan membahas sejumlah persoalan di antara penyelenggara transportasi daring.
”Saya sudah menginstruksikan Menhub dan Menkominfo beserta perwakilan ojek dikumpulkan untuk membahasnya dan mencari jalan penyelesaian perang tarif,” ujar Presiden seusai bertemu dengan perwakilan pengemudi ojek daring di Istana Merdeka, kemarin.
Menurut Presiden, prinsipnya jangan sampai ada pihak yang dirugikan dalam penyelenggaraan transportasi apa pun, termasuk daring. Presiden menyatakan mungkin perlu adanya patokan tarif bawah dan tarif atas dalam penyelenggaraan tarif dalam transportasi daring. ”Namun, itu, kan, belum diputuskan. Baru besok akan dibahas bersama dalam pertemuan,” katanya lagi.
Dalam pertemuan dengan lima wakil pengemudi ojek daring, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Sementara wakil dari ojek daring adalah Fitrijansjah Toisutta, Ari Nurpriyanto, M Rahman Tohir, Andrianus Sulistyanto, dan Tagor Maju F.
Dalam unjuk rasa, pengemudi ojek daring menuntut regulasi pemerintah yang mengatur tentang tarif, yaitu Rp 3.500-Rp 4.000 per kilometer. Selama ini tarif ditentukan oleh perusahaan aplikasi yang dinilai terlalu rendah.
Unjuk rasa diikuti ribuan pengemudi ojek daring dari Gojek, Grab, dan Uber. Mereka tidak hanya datang dari wilayah Jabodetabek, tetapi juga dari Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Unjuk rasa berlangsung di seberang Istana Merdeka dimulai pukul 10.00 hingga bubar sekitar pukul 15.00.
Jefri, pengemudi Grab yang ditemui di sela-sela unjuk rasa, mengatakan, dengan promo tarif murah, pengemudi hanya mendapat uang Rp 2.000 sekali mengangkut penumpang. ”Misal tarif normal Rp 7.000, tetapi karena ada promo jadi dipotong 70-90 persen. Kami hanya dapat Rp 2.000 bahkan Rp 0,” ujarnya.
Rama, pengemudi Gojek, mengutarakan, dampak promo tarif murah dari Grab membuat pengemudi Gojek sepi penumpang karena penumpang pilih yang murah. Ia mengharapkan ada regulasi untuk menyamakan seluruh tarif ojek daring agar tidak terjadi perang tarif.
Fitrijansjah Toisutta, salah satu wakil pengunjuk rasa dari kelompok G99 Indonesia yang diterima Presiden, mengatakan, tarif ojek daring semula Rp 4.000/km menjadi Rp 1.600/km. Penurunan tarif merata di seluruh perusahaan aplikasi, tetapi yang lebih dulu menawarkan tarif murah adalah Uber.
”Tarif harus seragam dan bisa dikontrol. Kalau tidak, bisa-bisa tarif menjadi Rp 500 per kilometer. Padahal, ada inflasi, ada kenaikan harga bahan bakar, ada kenaikan UMR, tetapi tarif ojek daring malah turun,” katanya.
Menurut Fitrijansjah, pendaftaran pengemudi ojek daring harus ditutup karena jumlahnya sudah sangat banyak. Jumlah pengemudi ojek daring se-Indonesia jutaan orang. Di Jabodetabek, menurut perkiraan Fitrijansjah, ada 1 juta pengemudi ojek daring. Banyak pengemudi masuk dan keluar membuat tidak nyaman dan kekacauan sistem ketenagakerjaan.
Badai Asmara, koordinator lapangan unjuk rasa, mengungkapkan, pengemudi minta tarif dirasionalkan karena tarif sekarang tidak manusiawi. Seharusnya tarif dinaikkan sehingga sama dengan kebutuhan hidup layak (KHL) Rp 3,6 juta per bulan.
Bertemu Rabu
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, dirinya bersama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara akan bertemu bersama para aplikator di Kantor Staf Kepresidenan pada Rabu (28/3) pukul 16.00.
”Pemanggilan ini berkaitan dengan keluhan pengemudi ojek daring yang merasa tarif sangat rendah. Jadi, karena persoalan tarif ini bukan wewenang kami, melainkan wewenang aplikator, Bapak Presiden meminta kami bertemu di Kantor Staf Kepresidenan besok,” kata Budi.
Selain itu, kata Budi, ada beberapa persoalan lain, tetapi yang dikeluhkan tidak terlalu besar. Misalnya kalau mereka sakit, tidak ada tempat mangkal dan sebagainya. Mereka juga mempertanyakan tidak adanya tanggung jawab aplikator.
Budi mengatakan, pada tahap ini, pemerintah belum bisa membicarakan soal aturan yang belum ada. ”Saat ini yang penting bagaimana keluhan mereka bisa dicarikan jalan keluar,” ujarnya.
Taksi daring
Selasa sore, puluhan perwakilan pengemudi taksi (mobil) daring juga menemui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang didampingi oleh Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo.
Para pengemudi taksi daring yang tergabung dalam Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) ini menyampaikan penolakan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Dalam aturan tersebut, pengemudi diwajibkan bergabung dalam koperasi sehingga dinilai mengurangi kemandirian pengemudi. Selain itu, keharusan pengemudi mengganti SIM A dengan SIM A Umum juga dirasa mahal dan sulit. Aturan yang mengharuskan taksi daring menggunakan stiker juga kerap mengakibatkan penolakan.
”Jika sampai 1 April belum ada keputusan dari pemerintah, kami akan menggelar aksi penutupan jalan di seluruh kota dan provinsi di Indonesia untuk melawan Permenhub No 108 sampai permenhub itu dicabut,” tutur Ari Baja dari Aliando seusai pertemuan.
Menanggapi aspirasi ini, Moeldoko akan berkomunikasi dengan Kementerian Perhubungan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika secepatnya. (WAD/ARN/HAR/INA/DD01)