LABUAN BAJO, KOMPAS — Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, kini tengah menghitung hari. Bulan Oktober nanti seusai pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali, ribuan pesertanya bakal mengunjungi Labuan Bajo, gerbang utama menuju Pulau Komodo, salah satu New7Seven Wonders of Nature. Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sedang berharap-harap cemas.
Bukan soal bagaimana otoritas setempat menyambut ribuan tamu yang datang, melainkan karena mereka belum kunjung mampu menyelesaikan persoalan menahun di Labuan Bajo: sampah! Sampah jadi persoalan utama di Labuan Bajo yang sebenarnya telah menjadi salah satu destinasi wisata unggulan Indonesia.
Bupati Manggarai Barat Agustinus CH Dula mengakui, kesadaran warganya akan kebersihan dan penanganan sampah belum ada. ”Yang paling benar memang bukan belum ada kesadaran, melainkan tidak ada kesadaran. Ini harus saya mengerti juga karena mereka lebih banyak disibukkan dengan aktivitas ekonomi, dalam rangka kegiatan-kegiatan yang mendatangkan hasil ekonomi, seperti UMKM atau mengurus ikan. Pasti mereka lupa tentang kebersihan dan lebih banyak urusannya tentang perut,” ujar Agustinus seusai bersama Plataran Komodo Resort dan BNI memulai acara BUMN Peduli Penanggulangan Sampah Labuan Bajo, Rabu (28/3/2018) pagi.
Agustinus mengatakan, acara seremonial tentang kampanye menanggulangi sampah di Labuan Bajo seperti yang dilakukan pagi ini memang sudah sering dilakukan. Tak hanya BUMN, kementerian dan sejumlah instansi pemerintah pusat telah sering menggelar acara serupa di Labuan Bajo. Bahkan, bantuan berupa pemberian tempat sampah pun telah beberapa kali diberikan.
Yang paling benar memang bukan belum ada kesadaran, melainkan tidak ada kesadaran.
Namun, tetap saja, lanjut Agustinus, warga belum juga sadar pentingnya kebersihan Labuan Bajo bagi upaya untuk mewujudkan kota tersebut sebagai destinasi wisata unggulan Indonesia. Agustinus menyalahkan minimnya infrastruktur di daerahnya untuk menunjang munculnya kesadaran warga akan pentingnya kebersihan kota mereka.
”Kesadaran masyarakat akan semakin tinggi, bagus, sempurna kalau juga mungkin kondisi existing berubah, misalnya ada trotoar atau drainaase, jalan bagus, rambu jalan terang. Kalau malam, jalanan juga terang. Kondisi yang membuat mereka segan juga membuang sampah sembarangan,” kata Agustinus.
Labuan Bajo memang tengah bersolek. Sejak Pulau Komodo menjadi New7Wonders of Nature, Labuan Bajo yang menjadi pintu utama ke pulau-pulau tempat habitat kadal raksasa tersebut, kunjungan wisatawan, baik asing maupun domestik, terus meningkat setiap tahun. Sejumlah maskapai pun melayanani rute penerbangan langsung dari Jakarta menuju Labuan Bajo atau Denpasar-Labuan Bajo.
Di sudut kota Labuan Bajo, pembangunan fisik, dari pelebaran jalan, pembuatan drainase, hingga trotoar sederhana terus dilakukan. Investor membangun hotel dan resor mewah di sejumlah lokasi dengan sudut pandang langsung ke laut atau pun sejumlah pulau yang berada di sekitar Pulau Flores.
Namun, di tengah pembangunan fisik tersebut, infrastruktur penanganan sampah masih terbengkalai. Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, atau sekitar 5 kilometer dari Labuan Bajo, tak memiliki insinerator. Semua sampah, termasuk sampah plastik, dibakar begitu saja di TPA yang dikelilingi perbukitan.
Gunungan sampah plastik yang tengah dibakar terlihat kontras dengan keindahan birunya Laut Flores. ”Enggak ada yang memilah sampah di sini. Paling pemulung yang datang,” ujar salah seorang petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Manggarai Barat.
Ini seperti sekarang kami bersihkan. Besok pasti warga tetap saja buang sampah sembarangan lagi.
Setiap hari setidaknya ada tiga kali truk sampah membuang sampah-sampah yang mereka kumpulkan dari Labuan Bajo ke TPA ini. Menurut Sekretaris Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Manggarai Barat Agustinus Rinus, setiap hari ada 112,4 meter kubik sampah atau setara 12,8 ton.
Sampah-sampah tersebut 70 persen di antaranya merupakan limbah rumah tangga. Sisanya sampah yang berasal dari kapal dan dari kegiatan ekonomi warga seperti di tempat pelelangan ikan. Kebiasaan warga membuang sampah sembarangan, termasuk ke laut, menurut Rinus, telah lama menjadi keprihatinan pemerintah daerah.
”Ini seperti sekarang kami bersihkan. Besok pasti warga tetap saja buang sampah sembarangan lagi,” ujar Suryani, pegawai harian Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Manggarai Barat yang setiap hari bertugas membersihkan dan memungut sampah di jalanan Labuan Bajo. Suryani pagi ini mengaku mendapat Rp 70.000 untuk ikut membersihkan sampah dalam rangka BUMN Peduli Penanggulangan Sampah Labuan Bajo.
Pemkab Manggarai Barat memang memiliki peraturan daerah terkait penanganan sampah. Bahkan, ada sanksi bagi mereka yang membuang sampah sembarangan. Namun, peraturan daerah ini tetap belum efektif untuk menciptakan kesadaran warga akan pentingnya kebersihan kota Labuan Bajo.
Agustinus mengakui Pemkab Manggarai Barat baru bisa sebatas memberikan sosialisasi pentingnya kebersihan kota Labuan Bajo untuk bisa mewujudkan kota tersebut sebagai destinasi wisata kelas dunia. ”Kesadaran yang kami ciptakan selama ini hanya dengan sosialisasi, kerja bakti massal, sosialisasi di sekolah, karena sumber utama sampah juga anak-anak sekolah di halaman sekolah. Namun, sumber utama kami memerangi sampah, ya, mereka juga,” katanya.
Menurut Agustinus, warga Labuan Bajo juga perlu menyadari bahwa kota mereka kini jauh lebih berkembang dibandingkan sebelumnya yang hanya menjadi ibu kota kecamatan. ”Memang perlu selalu didorong, sosialisasi kota Labuan Bajo sebagai kota yang awalnya kota kecamatan menjadi kota kabupaten dan sekarang menjadi salah satu kota pariwisata dunia. Hal-hal ini perlu kami sosialisasikan dalam rangka menyadarkan masyarakat,” katanya.
Jadi, perang melawan sampah di Labuan Bajo bakal terus berlangsung. Setidaknya sampai masyarakat sadar bahwa keindahan alam Labuan Bajo dan sekitarnya akan sia-sia belaka jika kebersihan wilayahnya tak terjaga.